21/12/2006

Masa Depan Kemanusiaan adalah Dunia Baru yang Sosialis

Ditulis Oleh Zely Ariane
Senin, 14 Agustus 2006

Sebuah Konferensi untuk Dunia yang Sosialis

Sebuah dunia baru yang sosialis kembali menjadi agenda perbincangan dunia, setidaknya di dalam sebuah konferensi tingkat tinggi parlemen Amerika Latin (Parlatino) yang sudah lima tahun berturut-turut diselenggarakan. Sebuah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-5 mengenai Kewajiban Sosial dan Integrasi Amerika Latin, di Caracas, Venezuela, 25-27 Mei 2006. Kali ini mengambil tema “Forum Rakyat Amerika Latin untuk sebuah Model Ekonomi, Sosial, Budaya, dan Ekologi yang Baru”. Tujuan pertemuan tahunan ini adalah untuk mengorganisir dukungan agar program-program baru yang berkarakter kerakyatan dapat dimenangkan dalam sidang-sidang tahunan OAS (Organisasi Negara-negara Amerika Selatan).

Pemimpin-pemimpin gerakan rakyat, intelektual dan partai-partai progressif, organisasi perempuan, dsb, diseluruh Amerika Latin berkumpul untuk meneguhkan jalan keluar sosialis atas persoalan-persoalan mendesak rakyat. Kehadiran beberada delegasi internasional seperti Korean Democratic Labour Party (Korea Selatan); Aliansi Partai-partai Kiri Parlemen Eropa (GUE/NGL); dan Partai Rakyat Demokratik (Indonesia) sekaligus menjadi inspirasi bahwa perjuangan serupa juga sedang terjadi di seluruh dunia walau dengan level yang berbeda-beda.

Dalam rangkaian pertemuan tiga hari tersebut, satu hal yang sudah tak bisa ditawar-tawar lagi adalah menyangkut perlindungan terhadap hak-hak mendesak rakyat, yakni: hak atas pendidikan, kesehatan, pekerjaan, perumahan, kebutuhan pokok, identitas budaya, informasi, teknologi dan ilmu pengetahun, olah raga, waktu istirahat, lingkungan yang sehat, kemajuan masyarakat pribumi, kelompok masyarakat yang cacat dan yang memiliki kebutuhan khusus.

Secara umum, forum menyepakati bahwa sebuah model ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi baru yang sosialis adalah syarat bagi konsistensi pemenuhan hak-hak mendesak rakyat tersebut. Model ini menghendaki produktivitas rakyat yang tinggi, teknologi yang modern, dan sumber energi yang murah, massal, ekologis dan terperbarukan. Untuk mencapainya, tentu saja, kerjasama-kerjasama ekonomi dunia kuno dalam berbagai pakta pasar bebas, melalui lembaga-lembaga semacam WTO, IMF, Bank Dunia, sudah tak bisa diteruskan lagi.

Kerjasama ekonomi internasional yang baru adalah kerjasama demokratik yang berlandaskan prinsip-prinsip saling melengkapi (dari pada berkompetisi), solidaritas (daripada dominasi), kerja bersama (daripada eksploitasi) dan penghormatan kedaulatan rakyat (menggantikan kekuasaan korporasi) bagi kemajuan tenaga produktif negeri-negeri yang lebih miskin.

Sebuah model dunia baru yang sosialis, juga menghendaki sebuah demokrasi yang baru, yakni demokrasi yang menghendaki partisipasi aktif rakyat dari bawah, dan bukan hanya demokrasi formal yang pasif lewat pemilihan umum dan sistem perwakilan dalam dewan-dewan perwakilan rakyat (parlemen).

Energi Terperbarui untuk Dunia yang Sosialis

Perawakannya gemuk dan pendek, dengan rambut memutih dan langkah yang tertatih-tatih. Ia memiliki senyum yang baik, melapangkan hati. Jose Bautista Vidal, Bapak Pro-Alkohol dan ahli Fisika Nuklir Brazil, adalah seorang ilmuwan Brazil pertama yang mengolah gula tebu menjadi energi alkohol yang terperbarui; sebuah Revolusi yang Manis, kata seorang reporter SBS Australia Ginny Stein. Brazil, dengan tanah, matahari dan sumber daya airnya adalah produsen utama biomassa2, dan proses fotosintesisnya membuat negeri Amerika Selatan itu menjadi sebuah superpower energi terperbarukan..

“Chavez adalah peluru bagi perubahan Amerika Latin”, demikian Bautista Vidal menegaskan dalam sebuah workshop mengenai “Kekayaan Alam dan Integrasi Energi di Amerika Latin dan Karibia”. Ia melanjutkan; “oleh karena Venezuela merupakan negeri kaya energi keenam di dunia, maka Chavez juga harus memimpin penggunaan energi alternatif. Jikalau tidak, maka AS akan memenangkan peperangan memberebutkan sumber energi yang sedang terjadi di dunia saat ini (yang bisa menuju pada Perang Dunia Ketiga).”

Vidal menegaskan bahwa minyak adalah energi masa lalu yang hanya menyebabkan perang karena perebutannya. Negeri-negeri selatan harus menciptakan sebanyak-banyaknya energi terperbarui bersumber dari matahari, panas bumi (geothermal), alkohol, minyak sawit, dan masih banyak lagi, bagi masa depan kemajuannya. Selain lebih murah, energi ini juga tersedia bebas dan dapat lebih lama digunakan (baca; ‘sepanjang masa’) di negeri-negeri selatan.

Dalam konteks Amerika Latin, Venezuela dibawah kepemimpinan Chavez adalah kunci bagi terlaksananya dua kerja mendesak utama. Pertama, memprioritaskan integrasi energi Amerika Latin (khususnya yang terperbarukan) dalam rangka saling menguatkan sumber daya untuk kesejahteraan rakyat, khususnya dalam menghadapi kemungkinan serangan Amerika Serikat. Kedua, mempelopori kampanye Green OPEC (OPEC Hijau) dengan (salah satunya) menggunakan sumber daya yang dihasilkan oleh minyak kelapa sawit (palm oil).

Isaac Yuyo Rodnic, seorang peneliti dari AgrupaciĆ³n Patria Libre (Kelompok Pembebasan Tanah Air-Argentina) menyatakan bahwa program-program nasionalisasi sumber daya energi (c.q minyak bumi) akan sangat bermanfaat dalam hal memaksimalisasi penggunaan keuntungan untuk pengembangan energi alternatif yang dapat diperbarui. Ia juga menegaskan bahwa dunia selatan tidak bisa lebih lama lagi bergantung teknologi, sebuah terobosan baru harus dilakukan (dan integrasi Amerika Latin adalah salah satu upayanya).

Di akhir diskusi Bautista Vidal kembali menegaskan bahwa biomassa adalah kekuatan kita; energi kita, masa depan bagi dunia. Gas adalah juga bagian dari minyak (energi yang tak terperbarui), 40% gas di dunia ini sudah berada di tangan para pemilik dunia (kapitalis). “Saya setuju gas adalah penting, tapi kapitalis sudah merampoknya dari kita. Biomassa adalah sumber energi yang tak dapat mereka rampok.”

Masa Depan Perlawanan Rakyat Dunia untuk Dunia yang Sosialis


Menjelang penutupan konferensi, sebuah sesi terakhir mengenai “Perjuangan Rakyat Dunia dan Syarat-syarat Pembangunan sebuah Dunia Baru” memancing diskusi yang cukup sengit. Dari berbagai pertanyaan yang diajukan para peserta kepada perwakilan parlemen masing-masing negara tersirat banyak kekhawatiran. “Kita begitu beragam dalam memahami Revolusi dan Sosialisme, bagaimana kita bisa mengatasi ini?”, tanya seorang aktivis dari Pro-Positiva untuk Perdamaian Venezuela dan Dunia. Dijawab oleh Ketua Hubungan Luar Negeri Partai Buruh Brazil: “Kita memang harus bersatu, memiliki strategi dan fleksibilitas dalam taktik …terutama antar kekuatan yang memajukan demokrasi.”

Pembicara lainnya, Mario Sanoja, seorang Antropolog progressif dari Venezuela, menegaskan, “Mulai saat ini, tidak bisa tidak, rakyat seluruh dunia harus berbicara tentang Revolusi, karena dengan nya jalan keluar sejati atas segenap persoalan kemanusiaan di abad kapitalisme bisa ditemukan.”

Hal-hal yang menarik perhatian para peserta forum tersebut antara lain menyangkut perbedaan pandang dalam menerapkan sosialisme serta syarat-syarat bagi pembangunan sebuah dunia baru yang sosialis. Evaluasi dari kegagalan ‘sosialisme’ Uni Sovyet dibawah Stalin dan Eropa Timur yang menjadi setitik nila yang merusak susu sebelanga, tidak menghentikan keyakinan berbagai pimpinan-pimpinan gerakan bahwa sosialisme haruslah menjadi landasan bagi perubahan. Sebuah dunia yang sosialis, adalah dunia yang produktif, modern, sejahtera dan demokratik tak hanya bagi segelintir pemilik modal namun bagi mayoritas rakyat tak bermilik.

Berbagai gagasan yang baik berseliweran di dalam ruangan raksasa yang dihadiri tak kurang dari 700 orang itu. Mayoritas gagasan muncul sebagai bentuk kekhawatiran sekaligus upaya penguatan terhadap proses revolusioner yang sedang terjadi di Venezuela dan kemungkinannya bagi negeri Amerika Latin lainnya. Anna, seorang aktivis perempuan Venezuela, mengusulkan; “kita harus bangun sebuah front nasional agar rakyat mengerti masa depan perjuangannya, jangan sampai kita hanya bergantung kepada seorang Chavez atau Evo Morales.”

“kita harus mengganti kurikulum dan mata pelajaran yang tidak jujur pada sejarah,”…

“kita harus merubah struktur pendidikan untuk perubahan yang revolusioner,”…

“kita harus meningkatkan produktivitas kerja untuk masa depan rakyat, berlandaskan kebenaran dan kejujuran,”…

“dalam tahap awal kita sudah berhasil memasalkan penggunaan teknologi di tingkat sekolah dasar dengan piranti-piranti lunak yang kita produksi sendiri dan gratis,”…

“kita harus membangun sebuah partai revolusioner atau konfederasi partai politik yang akan mempertahankan revolusi dan Chavez serta memimpin proses ini, tidak bisa hanya diserahkan pada dewan-dewan komunitas yang masih sangat lemah dalam kepemimpinan dan pemahaman terhadap pembangunan sosialisme,”…

“kita juga harus memerangi birokratisme, yang sama merusaknya dengan kapitalisme,”…

Tercermin semangat yang menggebu dari setiap gagasan yang diusulkan para peserta menanggapi para pembicara, untuk mempertahankan proses revolusioner yang berkembang saat ini. Melanjutkan Mario Sanoja, saya menambahkan dalam pidato saya: “Rakyat Venezuela dan Bolivia jangan berhenti menyebarluaskan semangat, gagasan dan contoh pembangunan sebuah dunia baru yang sosialis bagi rakyat di seluruh dunia. Bantulah kami dalam menciptakan perubahan-perubahan revolusioner yang serupa di negeri kami masing-masing.”.

Dari jauh saya melihat ada dua orang dari Kedutaan Indonesia, yang sempat menyapa saya sebelumnya dengan mengatakan “sekarang kita sudah demokrasi, silahkan berpidato sebebas-bebasnya”. Mereka memperhatikan pidato-pidato para narasumber. Saya ingin berfikir positif bahwa kehadiran mereka bertujuan untuk mengambil manfaat dari forum ini, tapi segera keinginan itu saya kubur dalam-dalam ketika menyadari bahwa mereka menghilang tepat setelah saya menyelesaikan pidato dan menyatakan secara terbuka agar pemerintah Venezuela mengajak kedutaan Indonesia pada setiap program-program revolusioner yang bisa turut memajukan bangsa kita. Tepatlah kiranya, bahwa, watak pemerintahan Indonesia tidak pernah berubah walau Soeharto sudah dijatuhkan.***



*Zely Ariane (Ketua Hubungan Internasional KPP-PRD). Sebuah laporan perjalanan kedua dari Venezuela setelah perjalanan sebelumnya tertuang dalam laporan yang sudah dipublikasikan dalam www.prd-online.or.id.

No comments: