30/12/2008

Venezuela Mengutuk Serangan “Kriminal” Israel

29 Desember 2008, oleh Erik Sperling - Venezuelanalysis.com

Carora, 29 Desember , 2008 (venezuelanalysis.com)—Menteri Luar Negeri Venezuela mengutuk pemboman Israel ke Gaza dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Sabtu lalu. Pernyataan itu menunjukkan kemarahan yang mendalam terhadap “serangan criminal” tersebut, dan mendesak pemerintahan Israel agar tetap berpegang pada Piagam PBB.

Pemerintah Venezeual menegaskan “solidaritasnya terhadap rakyat Palestina”, dan menyerukan kepada “ pemerintah seluruh dunia, yang berkehendak terhadap keadilan dan perdamaian, untuk bersuara lantang terkait agresi ini”.

Sejumlah pemimpin dunia dan pemerintahaan telah mengeluarkan kritik sejak serangan Israel tersebut, termasuk Uni Eropa, Rusia, China, dan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon.

“Satu-satunya partner kejahatan Israel dalam serangan ini adalah pemerintah Amerika Serikat,” Pernyataan sikap Venezuela dilanjutkan dengan menyebutkan bahwa bantuan AS terhadap aksi militer Israel yang terkini sebagai “icing on the cake yang terus menerus dilakukan pemerintahan Bush yang jahat,” yang dipenuhi dengan “kekerasan dan terkenal diseluruh dunia karena penghinaannya secara terus menerus terhadap hak azasi manusia.”

Para pejabat pemerintah AS, termasuk Sekretaris Negara Condoleezza Rice, menyalahkan kekerasan tersebut semata-mata pada Pemerintahan rakyat Palestina yang dipimpin oleh Hamas.

Pemboman Israel telah menyebabkan kematian lebih dari 320 orang rakyat Palestina, termasuk lebih dari 51 rakyat sipil—yang terus bertambah, menurut estimasi badan bantuan PBB yang konservatif, sementara itu serangan balik terhadap Israel dari Gaza membunuh satu orang warga sipil Israel.

Protes di Caracas melawan “genosida” di Gaza

Puluhan pemrotes melakukan reli di depan kedutaan Israel pada hari Minggu, menolak apa yang disebut oleh salah seorang pemrotes sebagai “genosida” oleh “tentara pendudukan” Israel.

Protes yang terus membesar akan berlanjut pada hari Senin di depan kedutaan, demikian menurut Hindu Anderi, organizer aksi tersebut dalam pernyataan yang disiarkan oleh jaringan berita regional Telesur.

Anderi, seorang aktivis hak azazi manusia Palestina, berterima kasih pada pemerintah Venezuela atas sikapnya terhadap konflik, namun ia menuntut tindakan yang lebih kongkrit, dengan menyatakan: solidaritas yang dibutuhkan adalah mengambil langkah yang akan mempengaruhi Israel secara politik dan ekonomi, jika tidak, kondisi rakyat Palestina tidak akan berubah.***


06/12/2008

ALBA: Mencari Jalan Keluar bagi Selatan

Pertemuan Tingkat Tinggi ALBA
Mencari Jalan Keluar bagi Selatan

Nidia Diaz

Granma 4 Desember 2008

Bertujuan untuk mendiskusikan posisi bangsa-bangsa Selatan terhadap krisis ekonomi dan keuangan global, negeri-negeri anggota Alternatif Bolivarian untuk Bangsa Amerika (ALBA) bertemu pada 26 November di Caracas, dengan keyakinan penuh bahwa mereka tidak hendak menunggu solusi, baik dari Amerika Serikat—yang bertanggung jawab terhadap bencana ini, maupun institusi-institusi perbankan internasional—rekanan Washington dalam bencana ini yang didukung oleh pertemuan G-20.

Venezuela, Kuba, Bolivia, Nikaragua, Republik Dominika, Honduras, dan Ekuador (berstatus peninjau) memiliki pemahaman yang sama bahwa mereka harus memeriksa akar dari fenomena ini, tak hanya dalam pengertian spekulasi finansial yang menggila atau kecerobohan (negeri-negeri) Utara, namun yang lebih penting adalah krisis kapitalisme global yang menyeluruh itu sendiri. Krisis keuangan dan ekonomi saat ini, berbeda dibandingkan krisis-krisis sebelumnya, dengan cepat diikuti oleh krisis lainnya dalam hal makanan, energi, lingkungan, membuat dunia berada pada ujung bencana besar.

Tidak secara kebetulan, pada peringatan Pertemuan Tingkat Tinggi luar biasa dan Perjanjian Perdagangan Rakyat (People’s Trade Agreement-TCP), Presiden Hugo Chávez menegaskan kembali bahwa “abad ke 21 telah dimulai dengan sebuah krisis kapitalisme dan seluruh mekanisme kontrolnya,” oleh karena itu satu-satunya solusi adalah sosialisme yang terus menerus dibangun berdasarkan karakteristik masing-masing negeri, satu tipe sosialisme yang baru namun dengan cita-cita yang sama menyangkut pembebasan nasional, kemandirian, dan keadilan sosial.

Dalam bentuk yang sama, wakil rakyat Ekuador, Rafael Correa, menegaskan pentingnya untuk segera membangun suatu tata dunia baru, dan perdana menteri Republik Dominika menyerukan untuk segera menunjukkan pada dunia bahwa tidaklah mustahil melawan krisis tanpa merugikan anggota masyarakat yang paling sengsara.

Terdapat banyak sekali gagasan di dalam pertemuan itu, semuanya memfokuskan pada kepentingan untuk menciptakan benteng perlindungan bagi rakyat dalam menghadapi krisis ini, bahwa situasi saat ini hanya akan terulang kembali karena sifat dasar sistem kapitalis, seperti solusi yang dijalankan oleh pemerintahan AS, yang hanya menyelamatkan orang kaya dengan mengorbankan kaum miskin.

Negeri-negeri anggota ALBA dan Ekuador mengadopsi beberapa proposal penting atas dasar tujuan ini, hal yang paling pokok adalah pembentukan zona moneter melalui penetapan ‘Sucre’ sebagai mata uang, yang disepakati sebagai Sistem Kompensasi Regional yang Unitaris. Dengan bantuan anggota-anggotanya, sistem itu akan dilengkapi oleh suatu dana cadangan yang bertujuan untuk mempertahankan investasi politik yang dibutuhkan bagi pembangunan.

Pembangunan suatu zona ekonomi dan moneter ALBA-TCP akan melindungi negeri-negeri ini dari “perampokan oleh modal transnasional sekaligus menciptakan suatu ruang yang bebas dari institusi-institusi finansial global yang tidak efektif, termasuk monopoli dolar AS sebagai mata uang dan cadangan devisa.”

Mereka juga menyetujui proposal Venezuela untuk menyelenggarakan suatu pertemuan tingkat tinggi internasional menyangkut krisis finansial di dalam struktur Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), termasuk tema-tema penting lainnya.

Pertemuan tingkat tinggi ALBA-TCP, sudah dapat dipastikan, menjadi suatu peluang untuk melanjutkan kerja menuju persatuan Amerika Latin atas dasar isu-isu penting seperti kerjasama yang saling melengkapi, dan pembangunan zona moneter bersama yang akan membuat anggota-anggotanya aman dari gonjang ganjing sistem kapitalis, dalam kepentingan menyelamatkan semua orang agar tidak tenggelam bersamanya.

[Diterjemahkan oleh Ay]

01/12/2008

Revolusi Venezuela dan Krisis Kapitalisme

Direct Action Nomor 6 – November 2008

Roberto Jorquera – Ketika pemerintah kapitalis di seluruh dunia merespon macetnya sistem keuangan kapitalis dengan memberikan miliaran dolar dana publik untuk bankir-bankir yang telah bangkrut, Presiden sosialis pemerintah revolusioner Venezuela, Hugo Chavez, tetap melanjutkan langkah redistribusi kekayaan bagi rakyat pekerja Venezuela.

Sejak didudukkan kembali sebagai Presiden Venezuela oleh sebuah gerakan massa revolusioner, melawan kudeta militer yang disokong Amerika Serikat pada April 2002, Chavez telah membuka jalan bagi kontrol dan kepemilikan saham negara—yang meningkat luar biasa—atas sumberdaya alam dan industri-industri besar. Nasionalisasi sudah dilakukan terhadap perusahaan telekomunikasi, baja, semen, listrik dan sektor perbankan. Pemerintah Venezuela terus meningkatkan kontrol terhadap pilar-pilar utama ekonomi dan meningkatkan aturan menyangkut harga pangan. Langkah-langkah ini, berbarengan dengan peningkatan pengeluaran untuk pelayanan sosial dan infrastruktur, memungkinkan Venezuela melindungi rakyat kecil dari kekacauan perekonomian dunia kapitalis. Pada sebuah konferensi pers 27 Oktober, yang dilakukan bersama dengan Presiden Ekuador Rafael Correa, Chavez menyatakan: "Konsekuensi dari krisis keuangan dunia tidak dapat diprediksi, namun di Venezuela kami memiliki sebuah proses kerakyatan yang membangun sebuah sistem ekonomi baru."

Martin Saatdjian, sekretaris ketiga kementerian Urusan Luar Negeri Venezuela, menyebutkan dalam sebuah artikel yang dilansir situs Venezuelanalysis.com, dalam memberi tanggapan terhadap cara pemerintahan kapitalis menangani krisis (menasionalisasi atau menasionalisasi setengah-setengah korporasi-korporasi keuangan yang bangkrut): "Dengan kata lain, intervensi negara sosialis memprioritaskan kebutuhan rakyat yang paling mendasar. Ini lah tipe kontrol dan intervensi terencana yang sedang dijalankan oleh Hugo Chavez di Venezuela, sekaligus di waktu bersamaan memaksimalkan demokrasi, kesadaran politik, dan keikutsertaan rakyat dalam menangani persoalan-persoalan mereka sendiri. Perusahaan-perusahaan yang telah dinasionalisasi di Venezuela, seperti perusahaan komunikasi utama (CANTV), industri besi dan baja (Sidor), dan satu dari bank terpenting Venezuela (Bank Venezuela), merupakan perusahaan yang sangat menguntungkan.

"Dalam kasus CANTV, proses nasionalisasi memakan biaya negara sekitar USD 1.6 milyar; Namun setelah satu tahun penuh beroperasi, perusahaan ini menghasilkan keuntungan bersih mendekati $400 juta. Dengan laju seperti ini, negara Venezuela akan dapatkan kembali investasi perdana mereka dengan hanya tiga tahun beroperasi. Sumber penghasilan yang dulu masuk ke kantong orang-orang kaya, atau dilarikan keluar negeri, kini dipakai pemerintah Hugo Chavez untuk mendanai proyek pelayanan kesehatan umum yang sangat membantu rakyat yang paling membutuhkan".

VIO News blog, yang didanai pemerintah Chavez, pada tanggal 16 Oktober melaporkan bahwa sebuah "kolom opini Miami Herald mengklaim bahwa para pakar ekonomi ‘setuju’ bahwa Venezuela menjadi negara yang lebih parah terkena dampak krisis keuangan global dari pada negara manapun. Namun demikian, itu tidak benar; para analis baru-baru mengutip Financial Times, Bloomberg, dan Reuters, semua sudah mengatakan bahwa Venezuela terlindungi dengan sangat baik. Reuters melaporkan bahwa Venezuela ‘sepertinya akan selamat dari kontaminasi keuangan global saat ini, sekalipun kejatuhan harga minyak mentah memaksa bangsa-bangsa yang bergantung terhadap minyak OPEC mengurangi belanjanya’. AFP melaporkan bahwa kejatuhan nilai yang terlihat pada pasar saham Venezuela kurang dari satu persen, sementara bagi Brazil dan Argentina—dua diantara negeri-negeri Amerika Latin dengan perekonomian terbesar—persentase kejatuhan bernilai belasan,".

Ketika banyak koran-koran AS menuduh bahwa pemerintah Chavez akan menghadapi pukulan berat oleh jatuhnya harga minyak akibat resesi global—dari puncak dorongan-spekulasi yang mencapai USD 147 per barel pada bulan Juli molorot jatuh ketingkat harga tahun 2007 dengan rata-rata USD $64—pada tanggal 22 Oktober Chavez menolak tuduhan-tuduhan tersebut. Meninjau kembali evolusi harga minyak internasional sejak ia terpilih sebagai presiden Venezuela pada tahun 1998, Chavez menyatakan: "Saya katakan, untuk tetap bergerak ditengah kampanye luar biasa yang mulai memprovokasi ketakutan dan ketidakpastian diantara rakyat Venezuela, meski harga minyak kembali turun ke tingkat tahun 2006—ketika ia berhenti pada $55 per barel, kalian bisa pastikan bahwa Venezuela akan terus berkembang baik secara ekonomi maupun sosial".

Chavez menunjukkan bahwa perekonomian Venezuela tumbuh hingga 15% di tahun 2004, ketika harga minyak rata-rata $32,80 per barel, dan terus bertumbuh dalam lima tahun berturut-turut, dan empat tahun diantaranya harga minyak rata-rata lebih rendah dari harga minyak hari ini. "Sudah 10 tahun [kapitalis AS] mengatakan bahwa ekonomi Venezuela sedang tenggelam, dan sekarang mereka sendiri lah yang karam", sebut Chavez.

Pada 30 Oktober, agen berita ABN Venezuela melaporkan bahwa Chavez menyerukan "sebuah sistem ekonomi dan politik internasional yang baru, lebih adil, lebih setara, dan saling bantu, harus diciptakan sebelum kapitalisme melebur hancur". Dalam sebuah pidato hari itu, Chavez "merujuk sebuah surat yang baru-baru ini ditulis oleh [mantan Presiden Kuba] Fidel Castro, yang, diantara isu-isu lainnya, menyatakan padanya mengenai krisis keuangan dunia dan pemanfaatan kekuatan ekonomi oleh kerajaan ekonomi Amerika Utara, ‘ia jelaskan padaku mengapa model semacam itu tidak berkelanjutan dan sedang tenggelam seperti kapal Titanic’. Chavez mengingatkan bahwa Venezuela masih waspada terhadap krisis dunia sekarang ini, ‘karena ini seperti sebuah gempa bumi ekonomi keuangan; untuk alasan tersebut saya dengan tegas menuntut pembentukan sebuah institusi ekonomi internasional yang baru, dan dalam hal ini, negeri-negeri Selatan harus memperjuangkanya dan tidak [membiarkan] dipaksakannya lagi kediktatoran dan hegemoni dolar, yakni hegemoni sebuah sistem yang diatur oleh Dana Moneter International (IMF) dan Kerajaan Amerika Serikat, yang merupakan penyebab utama malapetaka ini’."

Chavez menekankan bahwa "Rakyat Venezuela harus tahu bahwa Venezuela akan terus bekerja, seperti halnya Kuba. Program-program sosial tidak dalam kondisi berbahaya, demikian pula misi-misi kita, kesetaraan sosial, keadilan sosial, keterlibatan sosial, maupun pembangunan sosial rakyat kita."

James Suggett, menulis untuk layanan berita berbasis website Venezuelanalysis.com, melaporkan pada 24 Oktober bahwa "Menteri Keuangan Venezuela, Ali Rodriguez, menyerahkan sebuah proposal anggaran nasional untuk tahun 2009 yang akan meningkatkan pengeluaran sosial dan dilandasi pada prediksi pertumbuhan ekonomi 6%, kestabilan mata uang nasional, dan ekspor minyak pada tingkat harga $60 per barel". Suggett juga melaporkan: "Suatu penilaian ringkas terhadap data-data di tahun 2007 memperlihatkan bahwa Venezuela adalah negara dengan cadangan internasional (IR) perkapita paling besar di dunia dan di seluruh belahan bumi Amerika (termasuk Amerika Serikat dan Kanada). Menurut data tahun 2007, untuk setiap orang yang tinggal di Venezuela terdapat hampir $1.300 senilai cadangan internasional di akhir 2007 (dengan total $34 miliar). Tingkat perkapita ini melampaui negeri-negeri ekonomi utama di Amerika Latin, seperti: Argentina ($1,141); Brazil ($919), Chile ($1,023) dan Mexico ($799). Menurut data-data ini, IR Venezuela melampaui negara Amerika Latin kedua dengan tingkat IR perkapita tertinggi, yakni Uruguay, sebesar $113. Jumlah ini, jika dilipatgandakan dengan seluruh penduduk Venezuela (26,4 juta), akan mencapai total $3 miliar. Jumlah tersebut akan dapat dipergunakan untuk mengatasi dampak negatif krisis keuangan, dan Venezuela akan tetap berada pada posisi tertinggi dalam daftar IR perkapita Amerika Latin."

Meskipun tidak ada negara yang kebal dari efek kehancuran perekonomian kapitalis dunia saat ini, contoh Venezuela secara jelas menunjukkan apa yang tidak mustahil dicapai oleh sebuah ekonomi kepemilikan-sosial yang terus meningkat, dikelola oleh pemerintah yang lebih melayani kepentingan rakyat pekerja daripada keuntungan korporasi-korporasi kapitalis.

[Roberto Jorquera adalah anggota Partai Sosialis Revolusioner (RSP) dan salah seorang organiser Australian-Venezuela Solidarity Network brigade untuk Venezuela.]

[Diterjemahkan oleh Risnati Malinda, edited by ay]

Chavez: Venezuela dan Rusia akan Membangun Sebuah Reaktor Nuklir di Kawasan Kaya Minyak Zulia

17 November 2008, oleh Russ Dallen - Latin American Herald Tribune

Presiden Venezuela, Hugo Chavez Frias, mengatakan bahwa negerinya dan Rusia berniat membangun sebuah reaktor nuklir di negara bagian Zulia yang kaya minyak.
"Sebuah reaktor nuklir, untuk memproduksi energi dengan tujuan perdamaian, akan segera dibangun di negara bagian Zulia, dengan nama kehormatan Humberto Fernandez Moran, seorang ilmuwan Venezuela di abad lalu," Chavez mengatakan kepada pendukungnya di Maracaibo, ibu kota negara bagian Zulia.


Brazil memiliki beberapa reaktor nuklir, seperti halnya Argentina. Kita juga akan memiliki reaktor kita sendiri," ujar Presiden.


Chavez, berbicara dalam sebuah acara kampanye di kota terbesar kedua Venezuela, menyatakan bahwa kontrak atas kompleks nuklir ada didalam perjanjian yang akan ditandatangani selama kunjungan Presiden Rusia, Dimitri Medvedev, ke Caracas bulan ini.
Chavez mengatakan bahwa kompleks nuklir itu akan disebut "Humberto Fernandez Moran", nama ilmuwan kelahiran Zulia yang mengembangkan Institut Penelitian Ilmiah (IVIC) dan bertanggung jawab membawa reaktor nuklir kecil pertama Venezuela dari Amerika Serikat pada tahun 1950-an. Fernandez Moran terpaksa meninggalkan negaranya pada tahun 1958, karena negaranya telah berkolaborasi dengan penguasa militeristik Marcos Perez Jimenez, ketika itu dia berada dibawah Menteri Pendidikan dan Keilmuan.


Humberto Fernandez Moran

Fernandez Moran berkontribusi mengembangkan mikroskop elektron dan menjadi orang pertama yang menggunakan konsep cryoultramicrotomy–superfreezing dan memotong benda-benda ultra-tipis, untuk itu ia juga mengembangkan pisau berlian – untuk pemeriksaan dibawah mikroskop elektron. Dia juga bekerja mengonsep cryomicroscopy elektronik, penggunaan lensa liquid helium superkonduksi dalam mikroskop-mikroskop elektronik.


Setelah ia dibuang dari Venezuela, Fernandez Moran bekerja untuk NASA dalam proyek Apollo dan belajar di Harvard, MIT, Universitas Chicago dan di Universitas Stockholm.


Memperkuat Hubungan dengan Rusia


Chavez Mengungkapkan bahwa tim teknik Venezuela dan Rusia telah siap mengerjakan proyek nuklir dalam persiapan kunjungan Presiden Rusia Dmitry Medvedev bulan ini.


Venezuela telah memperkuat hubungan dengan Rusia dibawah kepemimpinan Chavez, pembelian senjata Rusia mencapai 4 Milyar dolar sejak tahun 2005. Bertepatan dengan kunjungan Menvedev ke Venezuela dan Kuba, pasukan Angkatan Laut Rusia, dipimpin oleh penjelajah nuklir paling hebat dan paling baru, Peter the Great, akan menuju ke Venezuela untuk bermanuver; menandai kunjungan pertama kapal perang Rusia ke wilayah ini sejak berakhirnya perang dingin.

Chavez Intensif Mengampanyekan Kandidat Lokal dan Gubernur, Khususnya di Zulia.
Chavez membuat pengumuman tentang nuklir di Zulia, tempat ia mengampanyekan kandidat (partai) nya sebagai gubernur dan pejabat lokal. Pada hari Minggu, sekitar 17 juta pemilih terdaftar akan pergi ke 11.500 tempat pemungutan suara untuk memilih 22 gubernur, 328 walikota, dan 233 legislator daera—totalnya adalah 603 posisi.


Ini adalah kali keempat, sejak kampanye pemilihan lokal dimulai akhir Agustus lalu, Chavez mengunggulkan kandidatnya di Zulia, di daerah barat laut negara itu. Pada saat yang sama, kehadiran Chavez di negara bagian ini adalah bagian upaya besar yang dilakukannya untuk mengangkat kandidat dari partainya, PSUV.


Zulia adalah wilayah produksi minyak paling penting di negara ini, dan mempruduksi sekitar 1,5 juta barrel setiap hari, bahkan 80 tahun sejak pekerja minyak Amerika Serikat mengebor semburan disan—penemuan minyak terbesar di Venezuela.


[Diterjemahkan oleh Niken DI—Hub. Internasional Kolnas Sementara LMND PRM]

20/11/2008

Rencana “Pengetatan Anggaran” Venezuela di tahun 2009

Oleh Tamara Pearson – Venezuelanalysis.com

Merida, 7 Oktober 2008, Venezuelanalysis.com. Menteri Perekonomian dan Keuangan Venezuela, Ali Rodriguez, mengumumkan perlunya penghematan anggaran sekaligus menjamin bahwa kas cadangan internasional Venezuela aman, dan ekonominya tidak terpengaruh krisis finansial global.

Dalam acara “Jose Vicente Hari Ini”, Rodriguez menyampaikan bahwa pengetatan akan dilakukan dalam anggaran nasional tahun 2009, bahwa pemerintah akan siaga terhadap segala kemungkinan perubahan-perubahan harga, bahan-bahan pokok, terkait krisis keuangan di AS.

Rodriguez mengatakan, “hal terpenting dari anggaran baru yang akan dibahas di Dewan Nasional adalah penghematan, guna menghentikan segala bentuk pemborosan di beberapa sektor”.

“Ada pembatasan-pembatasan penting dalam anggaran ini. Terdapat seperangkat pengeluaran-pengeluaran yang perlu untuk dihapus serta beberapa yang perlu dikurangi. Pengeluaran untuk kendaraan-kendaraan tertentu, telepon seluler, dan perayaan-perayaan harus dihapuskan. Banyak sekali pengeluaran yang harus dikurangi.”

Termasuk upah para manajer di industri petrokimia.

“Sangat penting untuk mengurangi berbagai biaya, sebagai upaya untuk menghentikan pemborosan, korupsi, pengeluaran yang tidak perlu, dan gaji yang terlalu besar”, ujar Presiden Venezuela Hugo Chavez.

Rodriguez memotivasi rakyat Venezuela untuk menabung, karena saat ini kebiasaan itu tidak ada, terkait konsumerisme yang melanda masyarakat yang meniru gaya hidup model Amerika Utara, yang berarti bahwa tidak seorang pun melakukan antisipasi terhadap apa yang mungkin terjadi di masa depan, dan adanya ilusi seakan-akan ‘kemakmuran dari pendapatan BBM akan senantiasa berlangsung, padahal nyatanya tidak—karena realitas ekonomi dapat berpengaruh pada kita”.

Dia berpendapat, walaupun krisis keuangan belum akan segera mempengaruhi perekonomian Venezuela, “tetap perlu untuk menilai bagaimana perekonomian dunia berjalan… apabila krisis keuangan menghasilkan dampak-dampak serius bagi pertumbuhan atau pelambatan negeri-negeri industrial, hal ini dapat mempengaruhi harga-harga bahan pokok seperti BBM.”

Cadangan Devisa Venezuela Aman

Rodriguez mengindikasikan bahwa cadangan internasional negara terlindung dari dampak krisis keuangan, karena Bank Sentral Venezuela (BCV) terus menerus memonitor bank-bank dimana dana-dana negara berada.

Menurutnya, proteksi telah dilakukan selama 5 tahun belakangan ini, “sebagian besar cadangan devisa disimpan di Bank Internasional Basel di Swiss, 30% tersimpan dalam bentuk emas, sisanya, kurang dari 10%, tersimpan di berbagai bank dalam negeri yang diawasi oleh BCV.”

Saat ini cadangan internasional Venezuela mencapai hampir 40 milyar dollar.

Namun demikian, Rodriguez menjelaskan, bahwa ada sedikit bahaya terhadap surat-surat berharga Venezuela (jaminan surat hutang dalam dolar AS) karena pemerintah telah melepaskan kepemilikannya dari sistem keuangan AS.

Dia mengingatkan adanya resiko tinggi terhadap nilai surat –surat berharga tersebut yang akan mencapai titik nol ketika harus dibayar pada bank-bank.


Rodriguez menghubungkannya dengan keamanan Venezuela secara menyeluruh dari krisis keuangan hingga “langkah-langkah proteksi ekonomi” yang diterapkan oleh ‘pemimpin-pemimpin baru’ kiri di Amerika Latin.

Pada tanggal 21 September, Presiden Hugo Chavez mengumumkan bahwa cadangan nasional moneter yang berada di AS hanya 1%.

Pembelian Bank Venezuela

Rodriguez mengumumkan bahwa negoisasi antara pemerintah nasional dan Grupo Santander terkait pembelian Bank Venezuela berjalan dengan baik, dan proses akuisisinya diharapkan berlangsung selama 2 bulan.

Dia menekankan bahwa ini bukanlah nasionalisasi yang dipaksakan namun sebuah kesepakatan dengan pemilik lama.

Rodriguez memberi perhatian pada kampanye-kampanye yang dilakukan oleh ‘beberapa media untuk mendorong penarikan uang dari bank, (tetapi) rakyat mengacuhkannya, tidak ada satu pun, bahkan satu Bolivar pun, ditarik dari bank.

Chavez mengumumkan nasionalisasi bank pada tanggal 31 Juli tahun ini. Bank Venezuela adalah bank ketiga terbesar dan yang tertua di Venezuela.

Kemandirian Finansial

Lebih lanjut Rodriguez memandang situasi keuangan dunia saat ini sebagai kesempatan baik untuk mengkonsolidasikan Bank Selatan, yang didirikan Desember tahun lalu oleh Argentina, Brasil, Bolivia, Ekuador, Paraguay, Uruguay dan Venezuela, dengan tujuan penyatuan ekonomi regional.

Selasa lalu, di Brasil, Chavez mendorong percepatan aktivasi Bank Selatan yang dipandangnya sebagai jalan terbaik untuk menghadapi krisis keuangan internasional yang telah berdampak serius pada perekonomian di Asia da Eropa.

Kemarin Chavez menegaskan, bahwa Venezuela sedang menciptakan sebuah ‘sistem keuangannya sendiri” bersama-sama dengan “negara-negara sekutu’ seperti Iran, Rusia, Cina, dan Belarusia, disertai konsultasi pada pemimpin Kuba, Fidel Castro.


Diterjemahkan oleh Sistha (LMND PRM Yogyakarta)

17/11/2008

Nasionalisasi di Bawah Kontrol Rakyat, Kunci Sosialisme Venezuela

Oleh Zely Ariane [1]


Pengantar

Pernahkah kita berpikir: “mengapa barang-barang/jasa yang diproduksi oleh kaum buruh (yang sangat berlimpah dan sebagian besar di antaranya berkualitas tinggi) justru tidak dapat dinikmati (dibeli) oleh kaum buruh sendiri serta rakyat miskin secara keseluruhan?”

Barang-barang yang berlimpah tersebut selalu berada di luar jangkauan daya beli rakyat pekerja miskin (kalaupun ada yang terjangkau, pasti dengan kualitas lebih jelek). Mahalnya harga disebabkan oleh karena kepemilikan modal dan permainan harga sesungguhnya berada di tangan segelintir kapitalis (pemilik modal). Produksi barang dan ekspansi pasar ditentukan oleh para kapitalis tersebut, berdasarkan kehendak untuk terus mengakumulasi keuntungan dan modalnya; bukan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Sehingga harga pun ditentukan oleh para kapitalis raksasa/yang bermodal besar/korporat. Itulah cerminan segitiga kapitalisme, yang sedang dilawan oleh Sosialisme Venezuela, yakni: (1) kepemilikan pribadi; (2) eksploitasi buruh, dan (3) produksi untuk profit.[2]

Krisis energi dan pangan belakangan ini adalah contoh paling ekstrim. Para kapitalis minyak raksasa (di antaranya Exxon Mobil, Chevron, Royal Dutch Shell, BP, Total) terus menggenjot eksploitasi minyak hingga merusak lingkungan. Dana yang diberikan untuk pengembangan bahan bakar dan teknologi ramah lingkungan sama sekali tidak sebanding dengan tingkat keuntungan dari eksploitasi minyak. Gilanya lagi, selain efek rumah kaca, rakyat di negeri-negeri yang kaya sumber minyak (tempat para kapitalis minyak internasional itu menggenjot eksploitasi) justru merupakan mayoritas rakyat yang tidak mendapatkan ceceran keuntungan minyak; malahan harus membayar mahal untuk dapat mengkonsumsi minyak.

Demikian pula raksasa pangan seperti Mosanto dan Cargill. Di tengah krisis pangan (kelangkaan di satu sisi dan kenaikan harga pangan di sisi lain—padahal produksi pangan justru mengalami kenaikan pada waktu yang sama dengan terjadinya krisis) mereka justru memperoleh keuntungan berlipat-lipat ganda sepanjang 2007 dan paruh pertama 2008.[3]

Hal ini menunjukkan begitu anarkisnya produksi barang (dan jasa) di tangan para kapitalis dunia, yang tidak ada sangkut pautnya dengan peningkatan tenaga produktif sebagian besar manusia. Oleh karena itulah, kendali (kontrol) terhadap produksi kapitalis harus dilakukan agar barang/jasa diproduksi sesuai kebutuhan dan untuk kemajuan tenaga produktif manusia sekaligus terjangkau oleh masyarakat (dan aman bagi keberlanjutan lingkungan hidup). Untuk bisa melakukannya, maka perlawanan terhadap kapitalisme mutlak dibutuhkan melalui apa yang disebut Chavez sebagai basis segitiga sosialisme, yaitu: (1) kepemilikan sosial; (2) produksi sosial yang diorganisir oleh buruh, dan (3) produksi berdasarkan kebutuhan masyarakat.

Di Venezuela, nasionalisasi perusahaan-perusahaan vital dari kepemilikan swasta (asing) maupun perusahaan-perusahaan yang ditinggalkan oleh para pengusaha swasta dilakukan di bawah kontrol dan manajemen kaum buruh (bersama dengan komunitas rakyat). Nasionalisasi inilah yang memberikan landasan bagi bangunan segitiga sosialisme yang diperjuangkan oleh pemerintahan Chavez. Nasionalisasi bermakna pengambilalihan kendali atas produksi dan distribusi dari tangan perusahaan-perusahaan kapitalis (asing dan dalam negeri) ke tangan Negara (dalam hal ini Venezuela sebagai negara yang berada di bawah pemerintahan yang pro terhadap dan terdiri dari persatuan seluruh rakyat pekerja dan kaum miskin).

Sebelumnya, pengalaman serupa juga pernah dilakukan di negara-negara sosialis yang lain (baik yang berhasil maupun yang gagal) seperti Rusia (setelah Revolusi 1917), Yugoslavia, Kuba, Argentina dan Brazil. Namun dalam kesempatan ini, kita hanya akan membahas pengalaman di Venezuela. Dan dalam ruang yang terbatas ini pula, secara ringkas saya akan menggambarkan syarat, proses dan tipe serta kendala nasionalisasi di bawah kontrol rakyat berdasarkan pengalaman Venezuela.

Pembahasan ini perlu diangkat untuk menguatkan gugatan terhadap jargon “nasionalisme” Indonesia belakangan ini. Sekaligus menguatkan tuntutan radikal “Nasionalisasi di Bawah Kontrol Rakyat” oleh Front Pembebasan Nasional (FPN). Nasionalisasi di bawah kontrol rakyat adalah tuntutan kongkrit sekaligus kunci untuk menelanjangi kepalsuan ”nasionalisme dan nasionalisasi” ala elit-elit politik dan partai-partai politik elit Indonesia, yang ramai ”diperdagangkan” belakangan ini.

Nasionalisasi dan nasionalisme ala elit-elit tersebut hanya merupakan pertengkaran semu antar faksi borjuasi dalam negeri dalam berebut akses terhadap aliran modal asing (karena sejatinya mereka bergantung pada modal asing). Baik pemerintahan SBY-JK maupun partai-partai yang menyatakan diri “beroposisi” sesungguhnya adalah faksi-faksi modal yang akan menjamin penguasaan dan kepemilikan perusahaan-perusahaan asing atas aset-aset vital dalam negeri sepanjang menguntungkan dan untuk kepentingan faksi elit-elit borjuasi tertentu di dalam negeri.

Nasionalisasi di bawah kontrol rakyat bak pedang bermata dua. Di satu sisi, nasionalisasi tersebut bertujuan untuk memusatkan pendapatan dalam negeri guna membiayai pembangunan industri nasional sekaligus peningkatan tenaga produktifnya. Di sisi lain, nasionalisasi tersebut pada akhirnya bertujuan untuk membangun basis bagi industri nasional itu sendiri, dengan mengarahkan kehidupan ekonomi negeri—pertanian, industri, perdagangan, transportasi dan berbagai hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak—dalam sebuah perencanaan terpadu, yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan individu dan sosial masyarakat luas. Hal tersebut harus disetujui oleh perwakilan yang dipilih oleh rakyat dan kaum buruh, dan dijalankan di bawah arahan perwakilan tersebut melalui organisasi-organisasi nasional hingga lokal.[4]

Nasionalisasi di bawah kontrol rakyat atau dengan kata lain, pengambilalihan kontrol industri untuk diletakkan di bawah kendali persatuan rakyat dan kaum buruh, bermakna sebagai SEKOLAH PERENCANAAN EKONOMI suatu negeri, bukan semata-mata penambahan isi kantong (pendapatan) buruh. Dengan demikian, nasionalisasi di bawah kontrol persatuan rakyat dan kaum buruh merupakan wujud kongkrit kontrol rakyat terhadap produksi kapitalis. Dan kontrol terhadap produksi kapitalis adalah syarat mutlak kemandirian dan produktivitas bangsa.

A. Mengambil Alih Kepemilikan Alat-Alat Produksi

Untuk meningkatkan kapasitas produktif rakyat Venezuela, yang masih dimiliki oleh swasta, pemerintahan Chavez menggalakkan bentuk-bentuk kontrol dan kepemilikan non-swasta, seperti koperasi, manajemen bersama, serta meluaskan manajemen/kepemilikan negara terhadap alat produksi (nasionalisasi).

Misalnya, selama kepemimpinan Chavez, jumlah koperasi di Venezuela meningkat dari 800 (tahun 1998) menjadi lebih dari 100.000 (di tahun 2005). Lebih dari 1,5 juta rakyat Venezuela (sekitar 10% dari jumlah orang dewasa di negeri itu) kini terlibat dalam menjalankan koperasi. Pemerintah menyokong pembentukan koperasi di berbagai sektor, paling banyak melalui sokongan kredit, pembelian khusus melalui koperasi dan program-program pelatihan.

Terkait manajemen bersama, pemerintah terus mengujicobakan berbagai strategi melalui beberapa perusahaan milik negara, seperti perusahaan listrik CADAFE dan pabrik aluminium ALCASA. Strategi lainnya adalah melalui pengambilalihan pabrik-pabrik yang ditinggalkan/diabaikan. Pemerintahan Chavez juga membangun beberapa perusahaan milik negara yang baru, seperti telekomunikasi, angkutan udara dan petrokimia, termasuk kontrol langsung atas perusahaan minyak negara, PDVSA (Petróleos de Venezuela SA/Perusahaan Minyak Venezuela SA).

Untuk itu, pemerintahan Chavez menciptakan suatu tipe unit produksi ekonomi baru, yang dikenal dengan Perusahaan Produksi Sosial (Social Production Enterprises/EPS).[5]

B. Proses Pengambilalihan Kendali dan Tipe Pengelolaan Industri di Tangan Rakyat

o Pengambilalihan kendali industri oleh pemerintah Venezuela pertama kali difokuskan pada sektor industri perminyakan (migas), listrik dan telekomunikasi. Fokus kedua dilakukan terhadap sektor konstruksi dan makanan, yakni industri semen (meliputi hampir 40 pabrik), peternakan dan susu—melanjutkan pengambilalihan terhadap 32 lahan pertanian berskala besar. Sedangkan industri seperti mineral, metal, bauksit, batubara dan baja tetap berada di tangan Negara—memang tidak pernah diprivatisasi (dijual ke tangan swasta asing).[6]

o Re-nasionalisasi PDVSA dilakukan di akhir tahun 2001. Pemerintahan Chavez mengalokasikan lebih dari 50% keuntungannya untuk program-program sosial peningkatan tenaga produktif (missiones). Pemerintah juga mendirikan National Fund for Economic Development (Fonden) dari hasil surplus cadangan mata uang asing yang meningkat akibat peningkatan harga minyak. Dari Fonden, dana dialirkan khususnya untuk peningkatan/alih teknologi dan penelitian ilmiah.

o Sejak pemerintahan Hugo Chavez berhasil memenangkan kekuasaan pada tahun 1998, berbagai paket perundang-undangan yang melindungi hak dan partisipasi buruh (serta rakyat miskin) sudah diterapkan. Hasilnya, di hampir seluruh perusahaan, berbagai serikat buruh baru tingkat pabrik berkembang. Hukum perundang-undangan yang baru memungkinkan kaum buruh untuk menyelenggarakan referendum (penentuan pendapat) guna memutuskan sekaligus menjalankan perjanjian bersama (semacam PKB) di pabrik, yang kemudian membuka kesempatan bagi lapisan pejuang buruh militan (baru) untuk bermunculan dan ikut mengambil tanggung jawab.

o Di tahun 2005, banyak pabrik yang tutup diambil alih serta dijalankan oleh pekerja. Sebanyak 800 pabrik tutup di seluruh negeri (kebanyakan karena ditinggal oleh pengusaha yang anti-Chavez) dan sejak November 2006, kurang lebih 1200 pabrik sudah diambil alih oleh kaum buruh. Namun di tahun 2008, hanya sedikit yang bisa bangkit kembali dan dalam beberapa kasus, dikelola di bawah manajemen koperasi buruh, atau justru gagal beroperasi.[7]

o Pendudukan Pabrik Pengelola Limbah Padat di Merida. Di bulan September 2007, setelah memperoleh gaji, buruh pabrik Pengelolaan Limbah ini menduduki instalasi pabrik dan menuntut agar pemilik perusahaan angkat kaki, kemudian mereka mengambil alih kantor dan menuntut agar administrasi pabrik tersebut berhenti.[8]

o Re-nasionalisasi Pabrik Baja SIDOR di Kawasan Industri Guayana. SIDOR adalah salah satu industri baja raksasa yang paling penting di Venezuela dan Amerika Latin. Setelah mengambil alih pabrik, Presiden Chavez melegalkan pengambilalihan tersebut lewat dekrit pada tanggal 9 April 2008.[9]

Sambil menunggu negara mengambil alih administrasi pabrik, sejak 10 April 2008, kaum buruh di beberapa bagian mulai terorganisir ke dalam komite-komite pengawasan dan kontrol pabrik. Tujuannya untuk menghambat sabotase peralatan, kontrol produksi dan serangan dari supervisor atau para bos lainnya. Kehendak para pekerja SIDOR adalah mengelola produksi dan administrasi perusahaan tersebut. Mereka juga mempersiapkan proposal mengenai pengelolaan SIDOR yang baru, yang menyatakan bahwa pengelolaan oleh buruh tidaklah mustahil, bahkan bisa dengan hasil yang lebih baik dan efisien.[10]

Kinerja pengelolaan oleh mayoritas kaum buruh terbukti menunjukkan efisiensi dalam produksi dan pelayanan sosial daripada yang ditunjukkan oleh perusahaan-perusahaan kapitalis transnasional dan nasional manapun. Kaum buruh menunjukkan kemampuannya dalam menggandakan level produksi.

o Pengelolaan Perusahaan Listrik CADAFE. CADAFE adalah perusahaan milik Negara yang memproduksi 60% listrik Venezuela, dengan 34.000 pekerja. Setelah perjuangan panjang untuk memenangkan hak berpartisipasi di dalam kontrak perjanjian (semacam kontrak karya) melalui pendirian dewan-dewan buruh, manajemen (baru) perusahaan mulai menghancurkan partisipasi riil buruh, membatasinya hanya pada keputusan-keputusan yang tidak penting.[11]
Banyak proposal menyangkut pengelolaan pabrik diajukan oleh kaum buruh, namun sangat sedikit yang dilaksanakan.[12] Dari lima anggota komite koordinasi yang dibentuk untuk Pengelolaan Bersama (co-management), dua posisi dicadangkan untuk anggota serikat buruh melalui mekanisme penunjukan, dan tidak bisa di-recall. Presiden perusahaan juga tidak berkewajiban melaksanakan instruksi dari komite tersebut. Pihak manajemen bahkan mengatakan bahwa tidak perlu ada partisipasi kaum buruh dalam industri strategis.

Sementara itu, terdapat jenis Pengelolaan Bersama yang sangat berbeda di anak perusahaan CADAFE, Cadela-Mérida, di Zona Andean. Di sana terdapat partisipasi bersama antara pekerja, para eksekutif dan organisasi komunitas setempat. Presiden Cadela dinominasikan dan dipilih oleh mayoritas kaum buruh di lokasi tersebut. Pelayanan meningkat, keuntungan juga lebih tinggi dan layanan pekerjaan diberikan ke banyak koperasi (lebih dari 375 koperasi hingga akhir 2004)—daripada memberi kontrak pelayanan ke perusahaan swasta. Jenis kendali buruh atas produksi antara CADAFE dan anak perusahaannya, Cadela-Mérida, memiliki perbedaan yang menarik untuk didiskusikan lebih lanjut.

o Pengelolaan Pabrik Keramik Sanatarios Maracay.[13] Setelah persatuan buruh berhasil mengambil alih pabrik, mereka mulai menjual barang-barang persediaan dan meminta bantuan masyarakat untuk memulai kembali produksi dan distribusi. Produksi pun dimulai. Mereka mengorganisasikan dewan-dewan buruh sebagai sebuah mekanisme demokratik untuk mengoperasikan pabrik dan manajemen aset sehari-hari. Di samping berbagai kesulitan, mereka terus maju dan menuntut nasionalisasi penuh dari pemerintah—termasuk meminta bantuan pemerintah untuk membeli produk keramik mereka, terkait program pemerintah untuk perumahan rakyat miskin. Mereka juga menjual hasil produksi kepada masyarakat dengan harga terjangkau. Setiap minggu, pekerja yang bekerja lembur mendapatkan paket sembako dan pembayaran gaji juga dilakukan oleh dewan-dewan buruh.

o Pengelolaan Pabrik Kertas INVEPAL. Dimulai tahun 2005, pabrik kertas milik kapitalis yang bangkrut ini diambil alih oleh pemerintahan Chavez dengan suntikan modal sebesar $7 juta. Perusahaan ini diorganisir sebagai perusahaan yang dimiliki buruh, yakni kepemilikan antara buruh (51%) dan pemerintah (49%). Peningkatan hasil produksi akan digunakan oleh kaum buruh untuk kemudian membeli saham pemerintah, dan hanya akan menyisakannya sebanyak 1% saja. Pemilikan semacam ini menyebabkan kontroversi di kalangan buruh dan aktivis sosialis, yang menganggap bahwa kepemilikan buruh tersebut tidak ada bedanya dengan kepemilikan kapitalis—hanya beda dalam jumlah pemilik saja. Oleh sebab itulah FRETECO (Front Revolusioner Pekerja Pabrik-Pabrik di Bawah Kendali Buruh) menuntut pengambilalihan penuh oleh pemerintah.[14]

Terdapat Dewan Buruh yang terdiri dari Majelis Umum Pekerja (pembuat keputusan tertinggi) di pabrik serta Komisi Permanen yang dipilih untuk posisi-posisi seperti Keuangan, Formasi Politik dan Sosial, Komisi Teknik, Administrasi, Disiplin, Keamanan dan Kontrol serta Pelayanan. Seluruh orang yang dipilih dapat dipecat melalui sidang Majelis Umum Dewan Buruh. Untuk mengatasi pemisahan kerja intelektual atau administratif dengan kerja manual, mereka merotasi berbagai jenis pekerjaan, mengkombinasikannya dengan diskusi politik di dalam dewan buruh, pendidikan untuk pengembangan kolektif serta pelatihan-pelatihan teknik.

Pengalaman lain yang penting adalah hubungan dewan buruh dengan komunitas setempat. Tidak saja pabrik menyediakan ruang bagi program-program pendidikan dan kesehatan komunitas, namun dewan buruh juga berpartisipasi dalam dewan komunal setempat. Dewan buruh mengirimkan delegasi ke dewan komunal, begitupun sebaliknya, yang dapat diterapkan juga dalam lingkup federasi dewan buruh dan dewan komunal yang lebih luas dalam rangka membangun struktur-struktur kekuasaan rakyat sejati.

o Pabrik Aluminium ALCASA. Bisnis kapitalis yang berdiri sejak tahun 1967 ini mulai melaksanakan praktek manajemen buruh di tahun 2005. Proses ini ditandai dengan pendirian majelis buruh terbuka, pendiskusian 18 poin proposal untuk meluncurkan kembali pabrik serta proses pemilihan manajemen baru melalui pemilihan tertutup. Dari 2700 pekerja di ALCASA, 95% berpartisipasi dalam pemilihan tersebut. Kaum buruh juga memilih 36 juru bicara dan manajemen untuk membuat keputusan. Proses manajemen ini sudah berjalan tiga tahap dan berhasil meningkatkan produksi sekaligus memperbaiki kondisi kerja.[15]

Tahap kedua difokuskan pada pengembangan manajemen dan strategi baru perusahaan. Di tahap ketiga, diskusi dan perdebatan terjadi menyangkut persoalan-persoalan semacam: memanusiawikan tenaga kerja, termasuk pengurangan hari kerja, demokratisasi pengetahuan untuk mengurangi pembagian kerja sosial di dalam pabrik serta desentralisasi keputusan melalui pembangunan dewan-dewan buruh.

Untuk itu, mereka membangun pusat pelatihan sosial politik, sehingga kaum buruh dapat terlibat dalam proses yang ada. Pada awalnya, para pekerja kerap dituduh sebagai komunis, garis keras atau sejenisnya. Namun sedikit demi sedikit kaum buruh mulai terlibat dalam pelatihan tersebut dan kini beberapa ratus buruh mulai terlibat.

ALCASA tetap dimiliki oleh Negara. Berbeda dengan INVEPAL, dewan buruh di pabrik ini tidak menghendaki model manajemen yang mendistribusikan modal kepada seluruh pekerja atau mendekatkan buruh dengan modal atau pembagian saham di antara mereka. Menurut mereka, manajemen bersama tersebut tidak dibatasi hanya pada tingkat perusahaan semata, namun harus meliputi pengelolaan bersama dengan komunitas sosial masyarakat, walaupun untuk yang terakhir ini belum tampak keberhasilan yang signifikan.

Sebelum pengelolaan ini dimulai, banyak di antara buruh yang menyatakan seharusnya semua pimpinan dan para direktur dipecati. Tapi menurut dewan buruh, hal tersebut adalah hal paling akhir yang akan mereka lakukan—bahkan bisa menjadi bencana jika dilakukan. Karena pengalaman pemecatan 2000 manajer di PDVSA telah menyulitkan pengelolaan dan produksi pabrik, bahkan hingga saat ini. Mereka sedang membangun proses dari bawah, pemilihan di tiap workshop, pemilihan di tiap grup ”delegasi juru bicara.” Suatu sistem pemilihan langsung, kontrol dan akuntabilitas, penggiliran tugas, dan seterusnya.[16]

Tim kepemimpinan juga semakin meluas. Untuk setiap satu orang pimpinan lama, mereka memilih tiga orang baru. Kemudian terdapat 300 delegasi juru bicara yang dipilih dari tingkat paling bawah oleh buruh. Belakangan ini, setiap departemen memiliki “dewan administratif,” dengan juru bicara yang dipilih di tiap tim, untuk mendiskusikan dan merencanakan persoalan-persoalan produksi.

C. Kendala-Kendala

Berdasarkan pengalaman pengambilalihan industri di Venezuela, kendala-kendala yang dihadapi antara lain:

a. Kultur/kebudayaan buruh yang masih terbelakang, yakni ketika buruh bekerja semata-mata untuk mendapatkan uang dan tidak sedikitpun punya visi untuk membangun ekonomi negeri sekaligus menciptakan tatanan masyarakat baru.

b. Dalam beberapa kasus, perusahaan-perusahaan yang ditinggal kabur pemiliknya juga meninggalkan utang yang harus ditanggung oleh manajemen buruh yang baru.
Utang-utang atau tagihan tersebut bisa mengancam kelancaran produksi.

c. Bahan mentah menyusut dan akan sulit diperoleh kembali tanpa adanya modal, kredit serta legitimasi yang sah.

d. Kesulitan pemasaran tanpa bantuan masyarakat dan pemerintah.

e. Represi, hingga penculikan dan pembunuhan, oleh aparat keamanan dan pasukan preman bayaran terhadap serikat buruh yang melakukan pengambilalihan pabrik.

f. Sabotase pabrik, penghancuran mesin-mesin serta penghentian layanan listrik, air dan gas oleh aparat-aparat bayaran.

g. Pencurian mesin-mesin dan bahan mentah di pabrik.

h. Polarisasi dan fragmentasi yang tajam antar serikat buruh (pro Revolusi) yang berbeda-beda.

i. Pemilik pabrik lama seringkali memecah persatuan serikat buruh dengan membuat serikat buruh tandingan yang anti terhadap kontrol buruh di pabrik.

j. Satu perusahaan yang berada di bawah kendali buruh terletak di tengah-tengah kawasan industri yang masih berorientasi kapitalis.

k. Kelelahan berjuang akibat proses yang tidak selalu berlangsung cepat.

l. Tidak berjalannya proses partisipasi mayoritas buruh membuat lambatnya produksi berjalan serta lemahnya kekuatan dewan buruh.

m. Aristokrasi buruh—buruh yang bermental kapitalis ketika sudah memiliki alat produksi.

n. Sindikalisme—pengelolaan pabrik hanya untuk pabrik itu sendiri; tidak bersedia berada dalam satu perencanaan pengelolaan bersama secara nasional.

D. Syarat-Syarat Keberhasilan

a. Kesadaran yang meluas di kalangan kaum buruh dan rakyat miskin lainnya untuk melawan kapitalisme. Perlawanan tersebut dalam bentuk pengambilalihan alat produksi dari kepemilikan kapitalis, sekaligus mengubah relasi produksi agar menjadi semakin setara dan berwatak kerjasama.

b. Adanya persatuan gerakan (antar kaum buruh dan dengan berbagai elemen rakyat miskin pro-demokratik) yang luas untuk menuntut pengambilalihan perusahaan-perusahaan kapitalis untuk kemudian diserahkan kendalinya pada persatuan/dewan-dewan buruh.

c. Adanya persatuan gerakan untuk membangun alat politik alternatif yang mendapat dukungan dari mayoritas rakyat guna merebut kekuasaan. Hal ini dibutuhkan karena nasionalisasi di bawah kontrol Negara yang bukan merupakan perwujudan dari perwakilan dan kepentingan kelas pekerja dan rakyat miskin tidak akan membawa kesejahteraan bagi mayoritas kelas pekerja dan rakyat miskin.

d. Kekuasaan baru yang akan menjalankan program pemusatan seluruh sumber pembiayaan dalam negeri untuk membiayai kebutuhan darurat rakyat (guna meningkatkan tenaga produktifnya) sekaligus mengembangkan industri nasional. Kekuasaan tersebut juga harus mendorong partisipasi riil dari rakyat dalam berbagai mekanisme demokrasi langsung untuk menjamin berjalannya kendali rakyat atas industri yang sudah diambil alih.

e. Kontrol buruh harus berskala nasional dan diperluas agar dapat mengatasi semua kepentingan kapitalis (bukan diorganisir secara insidental tanpa sistem); terencana baik dan tidak bisa dipisahkan dari keseluruhan kehidupan industri nasional. Oleh sebab itulah persatuan antar buruh dari pabrik-pabrik yang sudah diambil alih dengan organisasi-organisasi rakyat lainnya mutlak diperlukan.

E. Penutup

Di tengah kehancuran industri nasional dan kapasitas mayoritas pekerja Indonesia yang rendah—akibat puluhan tahun dikerdilkan kesadarannya dari pengetahuan ilmiah dan akses teknologi—, perjuangan untuk mengambil alih kendali industri ke tangan kaum pekerja adalah pekerjaan yang sukar, tapi TIDAK MUSTAHIL apabila semakin banyak kelompok buruh yang mulai semakin bersatu, sehingga semakin meningkat kesadarannya akan cita-cita perjuangan buruh jangka panjang, yakni Sosialisme. Dengan kesadaran tersebut, kaum buruh akan menjadi semakin berani dan tidak tanggung-tanggung dalam berjuang membela martabatnya sebagai manusia pekerja, yang berhak atas segala keindahan dan kebahagiaan di dunia.

***
Catatan: Tulisan ini direncanakan terbit pada Edisi ke-3 Jurnal Bersatu


Catatan Kaki:

[1] Juru Bicara Komite Politik Rakyat Miskin – Partai Rakyat Demokratik (KPRM-PRD); Koordinator Departemen Pendidikan dan Propaganda Dewan Harian Nasional Persatuan Politik Rakyat Miskin (DHN-PPRM); Pjs. Wakil Sekretaris Umum dan Kabid Perempuan dan Budaya Pengurus Pusat Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (PP GSPB).
[2] Kiraz Janicke, “Without Workers Management There Can Be No Socialism,” www.venezuelanalysis.com, 30 Oktober 2007, mengutip pendapat Michael Lebowitz tentang pernyataan Chavez mengenai: "the elementary triangle of socialism”, yang tidak dapat dipisahkan dari segitiga kapitalisme saat ini.
[3] Isneningtyas Yulianti, “Silent Tsunami: Krisis Kelaparan di Dunia,” Mahardhika, 1 September 2008.
[4] Resolusi Mengenai Kontrol Buruh yang dikeluarkan oleh pemerintahan Soviet Rusia pada revolusi 1917.
[5] Pengertian lebih lanjut dapat ditemui di dalam artikel Gregory Wilpert, “The Meaning of 21st Century Socialism for Venezuela,” www.venezuelanalysis.com, 11 Juli 2006.
[6] International News, ”Venezuelan Steel Nationalization Marks ‘New Revolution Within Revolution’,” Green Left Weekly, 22 April 2008.
[7] Ibid.
[8] Tamara Pearson, “Venezuelan Recycling Workers Struggling for Justice,” Green Left Weekly, 1 Juli 2008.
[9] Kiraz Janicke & Federico Fuentes, “Venezuela’s Labor Movement at the Crossroads,” www.venezuelanalysis.com, 29 April 2008.
[10] Stalin Perez dan Marcos Garcia, “This Year May Day is Very Special,” www.venezuelanalysis.com, 30 April 2008.
[11] Janicke & Fuentes, op. cit.
[12] Rob Lyon, Worker’s Control and Venezuelan Revolution, tulisan ke-4 dari empat bagian tulisan yang berjudul Workers' Control and Nationalization, http://www.marxist.com/workers-control-nationalisation4.htm, 20 Februari 2006.
[13] Lihat film dokumenter No Volveran tentang proses pengambilalihan pabrik keramik ini.
[14] Marie Trigona, “Workers in Control: Venezuela’s Occupied Factories,” www.venezuelanalysis.com, 9 November 2006.
[15] Janicke, “Without Workers Management, There Can Be No Socialism.”
[16] Fabrice Thomas, ‘“Co-management” in Venezuela's Alcasa Aluminium Factory,’ 25 Oktober 2005, International Viewpoint, http://www.venezuelanalysis.com/analysis/1431.

Tatanan dunia yang tak adil, tak berkelanjutan, harus di akhiri!

By Jose Ramon Machado

Diterjemahkan dari Direct Action edisi Oktober

[Dibawah ini merupakan pidato yang disampaikan Wakil Presiden Cuba, Jose Ramon Machado, dihadapan Majelis Umum PBB pada 24 September. Tulisan ini sudah sedikit diperpendek.]

Kita hidup pada suatu masa yang sangat menentukan dalam sejarah kehidupan manusia. Ancaman-ancaman membayangi seluruh dunia, memojokkan spesies manusia pada situasi yang berbahaya. Kampanye perdamaian, solidaritas, keadilan sosial dan pembangunan yang berkelanjutan, adalah satu-satunya cara untuk menjamin masa depan. Tatanan dunia saat ini, yang tidak adil dan tidak berkelanjutan, harus digantikan oleh sebuah sistem baru yang sungguh-sungguh demokratik dan adil, berlandaskan penghormatan terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsip solidaritas dan keadilan, mengakhiri ketidaksetaraan dan penyingkiran terhadap mayoritas rakyat dunia di planet kita ini. Tidak ada alternatif lain.

Mereka yang bertanggung jawab atas situasi ini, yakni bangsa-bangsa industrialis dan, khususnya, sang superpower, harus bertanggung jawab. Kekayaan yang luarbiasa tidak bisa terus disia-siakan sementara berjuta-juta manusia kelaparan dan menderita penyakit-penyakit yang sudah bisa disembuhkan. Tidak mungkin untuk terus menerus mencemari udara dan meracuni lautan; tindakan ini menghancurkan syarat-syarat kehidupan bagi generasi mendatang. Baik manusia, maupun planet ini tidak akan mengijinkan keadaan semacam ini tanpa pergolakan sosial besar dan bencana alam yang luar biasa hebat.

Perang penaklukan, agresi dan pendudukan negara-negara secara ilegal, intervensi militer dan pemboman terhadap masyarakat sipil tak berdosa, perlombaan senjata yang tak terkontrol, penjarahan dan perampasan terhadap sumberdaya alam negara dunia ketiga, dan serangan imperialis terhadap perlawanan rakyat yang sedang mempertahankan hak-hak mereka, merupakan ancaman yang terbesar dan paling serius terhadap perdamaian dan keamanan internasional.

Konsep-konsep semacam pembatasan kedaulatan, perang terbatas atau pergantian rejim, merupakan satu ekspresi dari ambisi untuk melucuti kemerdekaan negeri kita. Apa yang disebut perang melawan terorisme atau kampanye palsu tentang kemerdekaan mereka, merupakan alasan untuk agresi dan pendudukan militer; untuk menyiksa; untuk penahanan sewenang-wenang dan pengingkaran terhadap hak menentukan nasib sendiri; untuk berbagai blokade curang dan pemberian sanksi secara sepihak; untuk mewajibkan model-model ekonomi, politik dan sosial yang memfasilitasi dominasi imperialis; penghinaan terbuka terhadap sejarah, kebudayaan dan kehendak kedaulatan rakyat.

Memperlebar Jurang Pemisah Utara – Selatan

Jurang pemisah antara orang kaya dan miskin semakin melebar setiap harinya. Millenium Devolpment Goals yang baik hati merupakan mimpi yang tak tergapai bagi majoritas rakyat. Disaat triyunan dolar dihabiskan untuk persenjataan di dunia, lebih dari 850 juta manusia mati kelaparan, 1.1 milyar rakyat tidak mendapat akses untuk air minum, 2.6 miliyar kekurangan sarana sanitasi, dan lebih dari 800 juta orang menderita buta huruf. Lebih dari 640 juta anak-anak kekurangan perumahan layak, 115 juta tidak pernah masuk sekolah dasar, dan 10 juta orang mati sebelum umur lima tahun—yang dalam banyak kasus diakibatkan oleh penyakit-penyakit yang (justru) sudah bisa disembuhkan.

Rayat di belahan dunia Selatan menderita akibat meningkatnya frekuensi bencana alam, yang akibatnya tambah diperparah oleh perubahan iklim. Haiti, Jamaica, Kuba dan negara-negara Karibia lainnya merupakan contoh-contohnya. Mari kita menyatakan dukungan solidaritas terutama untuk negeri saudari kita, Haiti, yang sedang menghadapi situasi yang dramatik.

Naiknya harga minyak merupakan dampak dari konsumsi yang tak masuk akal, spekulasi yang luar baisa dan perang imperialis. Pencarian mati-matian terhadap sumber energi baru telah mendorong strategi jahat oleh pemerintah AS untuk mentransformasikan padi-padian dan sereal menjadi bahan bakar.

Bagi sebagian besar Negeri-negeri Non Blok, situasi ini semakin melemahkan. Bangsa-bangsa kita kita telah membayar, dan mereka akan terus membayar resiko dan juga konsekuensi akibat irasionalitas, pemborosan dan spekulasi oleh beberapa negeri industry maju di Utara yang bertanggungjawab atas krisis pangan dunia. Mereka memaksakan liberalisasi perdagangan dan resep-resep keuangan penyesuaian struktural di negara-negara berkembang. Mereka penyebab hancurnya produksi-produksi kecil; mereka mengabaikan, dan dalam beberapa kasus menghancurkan, perkembangan pertanian yang baru beranjak di negeri-negeri Selatan, mengubahnya menjadi jaringan negeri-negeri pengimpor pangan.

Merekalah yang mempertahankan subsidi pertanian yang carut marut, sementara mereka paksakan aturan-aturan (yang menguntungkan mereka) kedalam perdagangan internasional. Mereka menetapkan harga, memonopoli teknologi, memaksakan sertifikasi yang tidak adil dan memanipulasi jalur-jalur distribusi, sumber-sumber keuangan dan perdagangan. Mereka mengontrol transportasi, penelitian ilmiah, bank-bank genetik, produksi pupuk serta pestisida.

Kami tidak datang kemari untuk mengeluh. Kami datang, atas nama gerakan negeri-negeri non-blok, menuntut dan mempertahankan pembebasan ribuan juta manusia yang menuntut keadilan dan hak asasi mereka. Formulanya tidak lah sulit dan tidak juga tidak membutuhkan pengorbanan besar. Apa yang kami butuhkan adalah kehendak politik, mengurangi egoisme dan pengertian objektif bahwa jika kita tidak bertindak hari ini, maka konsekuensinya dapat menjadi bencana yang berdampak sama pada orang kaya maupun miskin.

Program Tindakan

Untuk itu, sekali lagi Kuba menyerukan kepada pemerintahan-pemerintahan negeri berkembang, atas nama Gerakan Negeri-negeri Non-Blok, untuk menghormati komitmen mereka dan, secara khusus, Kuba mendesak mereka untuk:

· Mengakhiri perang pendudukan dan perampasan sumber daya negeri-negeri Dunia Ketiga dan memangkas paling tidak setengah dari jutaan biaya belanja militer bantuan internasional demi kepentingan pembangunan yang berkelanjutan.

· Membatalkan utang luar negeri negeri-negeri berkembang karena utang tersebut telah dibayar lebih dari sekali, dan dengannya, tambahan sumber daya akan dibebaskan sehingga dapat diarahkan untuk pembangunan ekonomi dan program-program sosial.

· Menghormati komitmen untuk mengarahkan sedikitnya 0.7% dari GDP untuk Bantuan Pembangunan Resmi, tanpa syarat, sehingga negeri-negeri di Selatan akan dapat menggunakan sumber daya tersebut untuk prioritas nasional mereka dan meningkatkan akses negeri-negeri miskin pada sejumlah pendanaan segar yang substansial.

· Mengarahkan seperempat dari uang yang diboroskan setiap tahunnya untuk iklan komersial produksi makanan; ini dapat membebaskan hampir 250 milyar dolar tambahan untuk melawan kelaparan dan kekurangan gizi.

· Mengarahkan uang untuk subsidi pertanian di negeri Utara untuk pembangunan pertanian di negeri Selatan. Dengan melakukan ini, negeri-negeri kita akan memperoleh sekitar satu milyar dolar per hari yang tersedia untuk investasi produk makanan.

· Tunduk pada komitmen-komitmen dalam Protokol Kyoto, dan menjalankan komitmen mengurangi emisi, dengan lebih bermurah hati, di mulai tahun 2012, tanpa keinginan untuk meningkatkan pembatasan bagi negeri-negeri yang, sampai hari ini, mempertahankan level emisi per kapita yang jauh lebih rendah dari pada negeri-negeri Utara.

· Meningkatkan akses Dunia Ketiga terhadap teknologi dan menyokong pelatihan sumber daya manusia mereka. Hari ini, sebaliknya, personil-personil berkualitas dari Selatan dikangkangi oleh kompetisi dan insentif yang tidak adil oleh kebijakan keimigrasian yang selektif dan diskriminatif, yang diterapkan Amerika Serikat dan Eropa.

· Dan hal yang lebih mendesak hari ini dibandingkan sebelumnya, adalah, pembentukan suatu tatanan internasional yang demokratik dan adil, dan sebuah sistem perdagangan yang adil dan transparan dimana semua Negara akan berpartisipasi, dalam kedaulatan, dalam keputusan-keputusan yang melibatkan mereka. Lebih lanjut, ini adalah keyakinan terdalam kami, bawah solidaritas antara rakyat dan pemerintah adalah mungkin. Di Amerika Latin dan Karibia, ALBA dan PetroCaribe telah menunjukkan hal ini.

Setia pada Prinsip-prinsip

Gerakan Negeri-Negeri Non-Blok tetap setia pada prinsip-prinsip dasar mereka. Kami mendukung perjuangan rakyat Palestina dan hak yang melekat pada mereka untuk menentukan nasip sendiri dalam sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, dengan ibukota mereka di Jerusalem Timur. Kami mendukung perjuangan semua rakyat yang kedaulatan dan teritorinya sedang terancam, seperti Venezuela dan Bolivia, dan kami pendukung hak Puerto Rico untuk merdeka. Kami mengecam penerapan langkah-langkah pemaksaan sepihak yang melanggar hukum internasional, yang berupaya mencangkokkan sebuah model tunggal atas sistem politik, ekonomi dan sosial. Kami keberatan terhadap praktek-praktek negatif dalam menandai negara menurut kehendak dan kepentingan negeri-negeri berkuasa. Kami dengan keras menentang manipulasi politik dan penerapan standar ganda dalam persoalan hak asasi manusia, dan kami menolak penerapan yang diskriminatif atas resolusi-resolusi yang bermotivasi politis melawan negeri-negeri anggota GNB.

Pendirian Dewan Hak Asasi Manusia (HRC) telah memberikan kami kesempatan untuk menyingkap sebuah era baru untuk memajukan dan melindungi seluruh hak asasi manusia untuk semua orang, atas dasar kerjasama international dan dialog yang konstruktif. Mereka yang sebelumnya menghancurkan Komisi Hak Asasi Manusia yang lama, sekarang ini, sedang mencoba mendiskualifikasi HRC yang baru, karena mereka tidak berhasil membelokkanya demi melayani kepentingan mereka. Mereka menolak ikut serta dalam pekerjaannya untuk menghindari penyelidikan masyarakat internasional dalam kerangka Mekanisme Peninjauan Berkala Universal (Universal Periodic Review Mechanism).

Legitimasi terhadap dewan tersebut tidak tergantung pada persepsi yang disematkan Imperialis terhadap pekerjaannya, namun pada kapasitasnya dalam menjalankan mandat dengan loyalitas tak pandang bulu berdasarkan prinsip-prinsip universalitas, objektivitas, tidak memihak, dan tidak memilih-milih dalam menangani isu-isu hak asasi manusia. Gerakan Negara-Negara Non-Blok akan terus mempertahankan kepentingan Dunia Ketiga dan mengampanyekan pembentukan dunia yang lebih adil, lebih demokratik, dengan solidaritas yang lebih tinggi.

Menentang Agresi AS

Kuba telah membayar sangat mahal demi mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negerinya. Rakyat Kuba yang gagah berani telah menanggung blokade terlama dan terkerjam dalam sejarah dunia, yang dipaksakan oleh bangsa terkuat diatas muka bumi. Walaupun majelis ini, sebenarnya, sudah berulang kali dan meyakinkan sekali menyatakan setuju untuk mengakhiri kebijakan pemusnahan massal ini, pemerintah AS tidak saja telah mengabaikan kehendak komunitas international, namun dalam wujudnya juga meremehkannya dengan sedikit demi sedikit mengintensifkan perang ekonomi mereka melawan Kuba. Belum pernah ada kebijakan luar negeri terhadap suatu negeri dipersenjatai dengan alat-alat persenjataan agresif yang begitu canggih dan luas meliputi bidang politik, ekonomi, kebudayaan, diplomatik, militer, pisikologi dan idelologi.

Kuba baru saja dihantam oleh dua angin topan hebat yang telah menghancurkan pertanian dan sebagian infrastrukturnya, serta merusak atau meluluh-lantakkan lebih dari 400.000 rumah. Izinkan saya memanfaatkan kesempatan ini, dengan mengatasnamakan pemerintahan Kuba dan rakyat, untuk berterimakasih kepada negeri-negeri, organisasi-organisasi dan orang-orang, yang dengan berbagai cara, telah dengan jujur dan ikhlas hati berkontribusi lewat berbagai sumber daya atau dukungan moral terhadap usaha-usaha rekonstruksi yang dilakukan oleh negeri kami. Suatup posisi yang berlawanan dengan pemerintah AS yang dengan brutal terus melanjutkan blokadenya.

Kuba tidak meminta pemberian apapun dari pemerintah AS. Ia hanya meminta, dan terus meminta agar diizinkana membeli bahan-bahan bangunan, di AS, yang sangat diperlukan untuk membangun kembali rumah-rumah dan jaringan listrik; dan agar perusahaan-perusahaan AS diizinkan untuk memberi Kuba kredit perdagangan swasta untuk membeli makanan. Jawaban yang diberikan adalah negatif, dan bahkan disertai upaya manipulasi informasi dengan cara sedemikian rupa seakan-akan pemerintahan AS terlihat sangat perduli terhadap kesejahteraan rakyat Kuba, sementara pemerintahan Kuba dituduh menampik tawaran mereka. Jika pemerintah AS memang perduli terhadap kesejahteraan rakyat Kuba, maka sikap moral dan etika satu-satunya adalah menarik blokade yang dipaksakan terhadap Kuba selama 5 dekade ini, yang paling banyak melanggar aturan-aturan mendasar hukum internasional dan piagam Perserikatan Bangsa Bangsa.

Kebijakan yang tidak rasional ini memiliki tujuan yang jelas—menghancurkan proses transformasi revolusioner yang dijalankan rakyat Kuba dari tahun 1959, dengan kata lain, menginjak hak asasi mereka untuk penentuan nasib sendiri, merampas kemerdekaan dan kemenangan politik, ekonomi dan sosialnya, serta menancapkan mereka kembali kebelakang sebagai negeri neokolonial. Pemerintahan Bush bermaksud menjustifikasi intensifitas kebijakannya melawan Kuba dengan penipuan dan kebohongan, dengan sinikal dan kemunafikan yang melekat padanya. Kehendaknya untuk mendominasi dan menjajah Kuba kembali sedang diupayakannya, tidak kurang, seperti sebuah upaya liberalisasi dan demokratisasi.

Siapa, selain sekongkolan mereka, yang mengakui bahwa pemerintah AS memiliki otoritas dalam persoalan demokrasi dan hak asasi manusia di dunia ini? Otoritas apa yang dikehendaki oleh pemerintah semacam itu, pemerintah yang memburu dan memperlakukan dengan kejam para imigran ilegal di perbatasan selatan mereka, yang melegalisasi penyiksaan dan penyekapan orang –orang di kamp-kamp konsentrasi—seperti yang dibangun di wilayah yang secara ilegal diduduki oleh AS di Guantanamo—yang tidak pernah dibuktikan atau bahkan didakwa melakukan kejahatan apapun?

Penghormatan macam apa yang berhak disematkan pada suatu pemerintahan yang menyerang kedaulatan negara lain dengan alasan perang terhadap terorisme, sementara pada waktu yang bersamaan menjamin pengampunan terhadap para teroris anti-Kuba? Keadilan macam apa yang dapat diberikan oleh suatu pemerintahan yang secara illegal terus memenjarakan lima patriot Kuba yang hanya mencari informasi untuk mencegah tindakan kelompok-kelompok teroris yang beroperasi melawan Kuba dari Amerika Serikat?

Kuba menghargai solidaritas yang telah diterimanya dari Majelis Umum (PBB) dalam perjuangannya melawan blokade danberbagai agresi yang selama lima dekade harus dilawan. Kuba menengaskan kembali keputusannya untuk mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan. Kuba menegaskan kembali kehendaknya untuk tetap berjuang, bersama dengan anggota-anggota Gerakan Non-Blok, dalam pertempuran untuk sebuah dunia yang lebih baik, dimana hak asasi semua orang atas keadilan dan pembangunan dihormati.

Akhir kata saya hendak menyerukan kembali kata-kata dari Komandan Revolusi Cuba, Kamrad Fidel Castro Ruz: "Dunia tanpa kelaparan adalah mungkin…. Sebuah dunia yang adil tidaklah mustahil. Sebuah dunia baru, yang sangat berhak didapatkan oleh spesies kita, adalah mungkin dan akan menjadi kenyataan."

Terimakasih banyak.


Diterjemahkan oleh Risna dan Zely (anggota PPRM)

16/11/2008

Perjuangan untuk Bolivia

Oleh Gonzalo Villanueva, di La Paz

Diterjemahkan dari Direct Action Edisi Oktober

Pada malam peringatan ke-35 peristiwa 11 September 1973, yakni kudeta militer yang disokong CIA menggulingkan pemerintahan sosial demokrat Chile terpilih, Presiden Salvador Allende, Washington kembali mendalangi upaya kudeta melawan pemerintahan sayap kiri di Amerika Selatan. Target kali ini adalah Presiden Bolivia Evo Morales, presiden pribumi pertama di sana.

Seruan referendum pada 10 Agustus menunjukkan dukungan meluas terhadap Morales di Bolivia. Presiden dan wakil presiden (Bolivia) disahkan oleh 67,4% dukungan suara. Morales mengumumkan bahwa pengesahan terhadap dirinya merupakan juga sebuah indikasi dukungan terhadap Konstitusi Politik Negara (CPE) yang baru, yang, menurut pemerintahannya, akan mengukuhkan apa yang sejauh ini sudah dicapai, yakni: "revolusi demokratik dan budaya".

Pada 28 Agustus, Morales menyatakan bahwa pada tanggal 7 Desember referendum akan memutuskan proposal CPE yang telah diusulkannya. Pada saat yang sama, para pemilih juga harus memutuskan banyaknya tanah tidak produktif yang (boleh) dimiliki pribadi—5000 atau 10.000 hektar. Kemudian, Pengadilan Pemilu Nasional (CNE) memutuskan pernyataan tersebut tidak konstitusional dan menolak rencana referendum. Referendum itu segera akan didiskusikan dan diputuskan oleh parlemen nasional. Namun demikian, meloloskan Undang-undang hanya satu langkah saja. Morales masih menghadapi suatu oposisi yang telah mendeklarasikan bahwa mereka tidak akan mengizinkan referendum konstitusional berjalan di daerah kekuasaan mereka.

Oposisi Oligarkis

Santa Cruz—pusat oposisi oligarkis terhadap agenda reformasi Morales yang hendak menggunakan sumber daya gas alam negara yang besar untuk mengangkat mayoritas penduduk Amerika Indian (Amerindian) keluar dari kemelaratan—muncul semasa tahun 1950-an, sebagai sebuah kota yang kaya dan padat. Para oligarki penguasa Bolivia berasal dari pemilik tanah yang sangat berkuasa, yang kemudian berinventasi dalam industri dan ekspor, namun masih mengakar kuat dalam agro-industri.

Dari basis mereka di Santa Cruz, mereka menduduki posisi-posisi kunci dalam mesin negara, mendalangi kediktatoran militer yang menjamin perlindungan dan kemajuan kepentingan mereka. Saat ini, Provinsi Santa Cruz yang kaya gas menyumbang 30% dari GDP Bolivia. Oligarki—yang disingkirkan dari pemerintahan dalam pemilu Desember 2005 oleh Gerakan Menuju Sosialisme (MAS), partai yang dipimpin Morales—secara langsung terancam dengan "proses perubahan" yang di sedang dipimpin Morales, termasuk proposal konstitusi yang diajukannya.

Pemerintahan propinsi wilayah "bulan sabit" bagian timur yang dikontrol oposisi—Santa Cruz, Beni, Pando, dan Tarija—dengan gigih melalukan protes melawan proposal CPE, menuntut "pengembalian" pajak hidrokarbon yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan transnasional kepada pemerintah pusat, dan penerapan "otonomi wilayah"—sebuah taktik untuk menghindari kontrol pemerintah pusat. Status otonomi, yang disahkan di wilayah "bulan sabit" tersebut awal tahun 2008 dengan jumlah suara abstain yang tinggi, akan menyerahkan diantaranya: manajemen perekonomian propinsi, hak untuk menandatangani perjanjian internasional dan kontrol atas akta-akta tanah, pada pemerintah propinsi tersebut.

Belakangan ini upaya untuk menerapkan otonomi daerah meningkat menjadi tindakan-tindakan kekerasan yang terkoordinasi, termasuk pemblokiran jalan-jalan utama, penahanan terhadap persediaan makanan bagi propinsi-propinsi bagian barat, serta sabotase ekonomi. Pertempuran dijalan melawan militer dan polisi oleh kelompok-kelompok pemuda ultra-kanan yang diorganisir oligarki di ibukota wilayah "bulan sabit" berujung pada penjarahan, pencurian dan pengrusakan institusi-institusi pemerintahan; termasuk jaringan telekomonikasi Entel yang baru-baru ini dinasionalisasi; Channel 7 yang dikuasai pemerintah; serta kantor-kantor akta tanah di ibukota wilayah "bulan sabit". Jalur pipa, yang dipakai untuk mengekspor gas alam ke negara-negara tetangga, juga di sabotase. Kerugian yang dialami pemerintah pusat karena sabotase ini diperkirakan mencapai US$100 juta. Amukan gerombolan massa yang melakukan tindakan-tindakan vadalisme (perusakan) dan sabotase dipimpin oleh kelompok ultra-kanan yang didalamnya termasuk Union Juvenil Crucenista (Persatuan Pemuda Santa Cruz). Kelompok-kelompok ini dibiayai dan diarahkan oleh "Komite–komite Sipil" propinsi, yakni badan yang secara politik menggabungkan wilayah oligarki "bulan sabit".

Di propinsi "bulan sabit" Pando puncak kekerasan terjadi pada 11 September, ketika 1000 petani tak bersenjata, yang melakukan pawai dalam protes melawan tindakan-tindakan sabotase, dihadang oleh kelompok bersenjata dipimpin oleh anggota-anggota Komite Sipil Pando dan sayap pemuda ultra-kanan mereka. Setidaknya 30 orang petani dibantai. "Mereka muncul entah darimana dan langsung menembak dengan senapan. Mereka bahkan tidak perduli ada kaum perempuan dan anak-anak bersama kami", seorang petani dikutip Majalah Time, pada 17 September.

Keesokan hari Morales mendeklarasikan situasi darurat di Pando, dengan mengirim tentara untuk menegakkan peraturan. Gubernur Pando, Leopoldo Fernando, ditangkap empat hari kemudian dan akan didakwa melakukan genosida. Morales menunjuk seorang pejabat militer menggantikannya posisinya.

Intervensi Imperialis

Imperialisme AS dengan aktif berupaya mendestabilisasi, memecah belah dan memprovokasi kekerasan di Bolivia. "Tanpa gentar pada imperium (AS), saya mengumumkan Mr. [Philip] Goldberg, Duta Besar AS sebagai persona non grata", Morales mengumumkannya pada 11 September, dan menambahkan bahwa: "Dia berkonspirasi melawan demokrasi dan berusaha memecah belah Bolivia." Goldberg acapkali melaksanakan pertemuan-pertemuan rahasia dengan para gubernur "bulan sabit", para pimpinan bisnis dan mantan-mantan pejabat militer, untuk sekongkol melawan pemerintahan Morales.

Presiden Venezuela, Hugo Chavez, mengusir Duta Besar AS untuk Venezuela sebagai solidaritas terhadap Bolivia. Kedua pemerintahan tersebut telah menyatakan bahwa mereka akan meneruskan hubungan diplomatik hanya setelah pemilu presiden AS bulan November nanti.

Sebuah pertemuan darurat Persatuan Bangsa-Bangsa Amerika Selatan (UNASUR), yang digalang oleh Presiden Chile, Michelle Bachelet, bersidang pada 15 September di istana kepresidenan di Santiago, Chile, untuk mendiskusikan krisis yang tak terbendung di Bolivia. Pertemuan luar biasa tersebut secara bulat mendeklarasikan dukungan mereka terhadap pemerintahan Evo Morales. Poin ketiga dalam deklarasi yang diputuskan oleh pertemuan tersebut menyatakan bahwa pemerintahan-pemerintahan UNASUR "mengutuk penyerangan terhadap instalasi pemerintahan dan layananan public, oleh kelompok-kelompok yang ingin mendestabilisasi demokrasi Bolivia, dan menuntut dikembalikannya instalasi-instalasi tersebut dalam kondisi semula sebagai syarat untuk memulai proses dialog". Lebih lanjut, pertemuan tersebut juga mengutuk pembantaian para petani, dan mengumumkan bahwa UNASUR tidak akan mentoleransi sebuah konsolidasi "kudeta-sipil".

Melanjutkan dukungan terbuka dari presiden-presiden Amerika Selatan, gerakan sosial dan serikat-serikat buruh yang membentuk MAS mulai melakukan rangkaian mobilisasi menentang propinsi-propinsi "bulan sabit". Satu dari momen-momen penting dalam pertempuran di jalanan kota Santa Cruz adalah di daerah Plan 3000, yakni daerah ‘dibawah kekuasaan’ MAS tempat 200.000 penduduk. Diluar kawasan "bulan sabit", 20.000 petani melakukan mobilisasi memblokir jalan utama menuju propinsi Santa Cruz.

Pada 17 September, Bolivian Workers Central (COB), organisasi buruh utama, dan Komite Nasional untuk Perubahan (Conalcam), sebuah badan yang menyatukan kelompok-kelompok penduduk pribumi, petani, gerakan sosial dan perkotaan, menandatangani sebuah kesepakatan "untuk mempertahankan demokrasi, persatuan dan integritas negara".

Dukungan dari UNASUR, tekanan dari mobilisasi-mobilisasi kerakyatan dan berbagai ekspresi solidaritas international, telah memberi pukulan politik yang telak bagi oposisi oligarki. Melalui para oposisi di Dewan Demokrasi Nasional (Condale), diketuai oleh Mario Cossio, gubernur dari Tarija, sebuah kesepakatan untuk negosiasi dicapai antara para gubernur "bulan sabit" dan pemerintahan Morales dengan tiga isu—pajak untuk sektor hidrokarbon, otonomi daerah, dan CPE. Negosiasi dimulai pada 18 September di Cochabamba, di Bolivia tengah. Mereka difasilitasi antara laoin oleh PBB dan Organisasi Negara-negara Amerika (OAS). Konfrontasi-konfrontasi kekerasan, untuk sementara waktu, telah mereda namun kedua belah pihak tetap siaga.

Sangat sulit menemukan solusi konflik dengan hanya berdasarkan pada putaran terakhir negosiasi, setelah seluruh pertemuan sebelumnya gagal. Kedua belah pihak memiliki kepentingan ekonomi dan politik yang saling bertolak-belakang, dan sekalipun hanya kesepakatan minimal akan terbukti sulit tercapai. Kaum oposisi telah mengisyaratkan bahwa mereka akan menempuh cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan mereka. Berbagai upaya destabilisasi ekonomi dan politik bertujuan untuk mengganggu implementasi perubahan sosial yang dicanangkan pemerintahan Morales berdasarkan mandat mayoritas pemilih dalam pemilu. Upaya ini serupa seperti yang terjadi di Chile hingga menciptakan landasan bagi kudeta militer tahun 1973.

Namun demikian, kejadian-kejadian terakhir di Bolivia yang bersumber dari suatu proses perjuangan panjang rakyat, telah menunjukkan dukungan yang meluas yang diperoleh pemerintahan Morales. Sebaliknya, pemerintahan Allende tidak pernah merasakan dukungan suara mayoritas rakyat Chile. Dengan suara bulat, mayoritas baru saja mengkukuhkan kembali mandat Morales, dan tampaknya pemerintahannya tidak akan dengan mudah berkompromi dengan oposisi.

Pada 25 September, Morales menolak proposal dari para gubernur oposisi untuk memberi otonomi penuh bagi propinsi mereka selama berjalannya perundingan yang bertujuan untuk mengakhiri krisis politik. Morales menuduh oposannya mencoba mendapatkan kemerdekaan de facto. "Otonomi penuh untuk satu daerah manapun merupakan kemerdekaan secara de facto", ujar Morales pada wartawan di Cochabamba. "Mereka orang-orang yang pro-kudeta", katanya, "tidak akan mendapatkan dukungan nasional ataupun international" untuk gerakan semacam itu. Cassio, berbicara mewakili rekannya dari Beni, Santa Cruz dan Chuquisaca, mengatakan perundingan telah "mencapai satu langkah maju", namun lebih banyak waktu dibutuhkan untuk mengatasi "persoalan sebenarnya" menyangkut pajak daerah.

Diterjemahkan oleh Risna Mathilda (anggota PPRM DKI Jakarta)