03/07/2007

Merubah Konstitusi, Belajarlah dari Venezuela!

Oleh:
Nurani Soyomukti,
Penulis buku “Revolusi Bolivarian: Hugo Chavez dan Politik
Radikal”; aktif di IRED (Institute of Research anad
Education for Democracy) Jakarta; Sarjana Ilmu Hubungan
Internasional


Isu amandemen terhadap UUD 1945 di negeri ini nampaknya
akan terus berlanjut. Tetapi sayangnya, belum ada jawaban
pasti apakah amandemen terhadap dasar negara kita akan
membawa pada perubahan yang lebih substansial bagi nasib
rakyat, terutama kesejahteraan dan demokrasi politiknya.
Konstitusi merupakan landasan yang paling penting. Tetapi
yang lebih penting juga adalah tindakan yang berani untuk
melaksanakan konstitusi itu. Istilah konstitusi berasal
dari bahasa Perancis (constituer) yang berarti membentuk.
Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah
pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan
suatu negara. Sedangkan istilah Undang-Undang Dasar
merupakan terjemahan istilah yang dalam bahasa Belandanya
Gronwet. Perkataan wet diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia undang-undang, dan grond berarti tanah atau
dasar.

Hingga detik ini, konstitusi kita tidak pernah dijalankan
secara murni dan konsekuen oleh elit-elit yang wataknya
oportunis dan pragmatis. Masalahnya, keberadaan konstitusi
tidak dibarengi dengan munculnya kesadaran politik yang
berpilar pada gerakan untuk melaksanakan apa yang
diamanatkan konstitusi. Tak heran jika, karena elit
politik tidak terkontrol oleh kesadaran rakyat dan
keterlibatan aktif mereka dalam politik secara massif,
maka mereka menjadi pengkhianat konstitusi. Kita bisa
menilai dari sebuah contoh khasus pengkhianatan terhadap
amanat pasal 33 konstitusi kita yang mengharuskan segala
kekayaan alam yang ada digunakan untuk kemakmuran ran
kesejahteraan rakyat dengan jalan dikuasai oleh negara,
tentunya negara yang dikontrol secara demokratis. Yang
terjadi, kekayaan alam dan tenaga produktif bangsa yang
menguasai hidup orang banyak justru diserahkan pada
mekanisme pasar. Peran negara terhadap perekonomian
dipreteli.

Artinya, sejarah munculnya konstitusi yang melekat pada
perjuangan melawan penjajahan dan menata sebuah masyarakat
yang adil dan makmurpun juga dikhianati. Kelahiran sebuah
revolusi memang menghasilkan suatu konstitusi sebagai
upaya untuk mengatur bagaimana negara akan dibawa.

Konstitusi Venezuela

Apa yang terjadi di negeri ini bertolak belakang dengan
apa yang terjadi di Venezuela di bawah kepemimpinan Hugo
Chavez. Chavez dan para pendukungnya paham betapa
pentingnya undang-undang (konstitusi) dan bagaimana ia
harus dijaga oleh kekuatan aktif dari bawah. Revolusi di
bawah pimpinan Hugo Chavez telah melahirkan konstitusi
baru yang sebenarnya capaian ini adalah landasan
konstitusional bagi kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya
dalam upaya membawa perubahan struktural Venezuela. Pada
awal naiknya Hugo Chaves dan pembentukan konstitusi baru
tersebut, kesadaran rakyat akan perlunya landasan negara
baru memang cukup tinggi.

Waktu itu, tahun 1998-1999, di mana-mana perdebatan
tentang konstitusi selalu berlangsung. Jika orang luar
negeri melancong ke stasiun kereta bawah tanah di Caracas
(ibukota Venezuela) dan menanyakan pada orang yang
berdiri menunggu kereta di sana, apakah ia membawa buku
saku UUD, ia hampir pasti akan menjawab "Ya." Jurnalis
Barry Lynn dari majalah MotherJones melaporkan bahwa di
hampir tiap sudut Venezuela perdebatan tentang konstitusi
mudah sekali dipicu jika ada seorang saja memberi komentar
tentang interpretasi atas ayat-ayat konstitusi itu. Hampir
tiap orang membawa salinan UUD itu di saku mereka, siap
untuk melayani siapa saja dalam perdebatan.

Rakyat Venezuela, terutama rakyat pekerja dan kaum
miskinnya, sangat mencintai UUD mereka yang baru karena
praktis merekalah yang membuat UUD ini. UUD ini dibuat di
bawah pemerintahan Hugo Chavez, bukan di dalam
gedung-gedung parlemen yang ber-AC, tapi melalui
referendum, pemungutan pendapat rakyat secara nasional.
Dengan demikian, konstitusi ini sangatlah berpihak pada
orang miskin dan rakyat pekerja pada umumnya. 50% isi dari
konstitusi ditulis sendiri oleh rakyat-lewat surat-surat
dan jajak pendapat mengenai apa yang dibutuhkan rakyat.
Konstitusi ini memenangkan 70% suara dalam referendum,
mencakup hak-hak dasar demokratik, sosial dan hak-hak
azasi manusia lainnya yang sangat luas diatas batas-batas
demokrasi parlementer yang dangkal.

Konstitusi Republik Bolivarian Venezuela adalah konstitusi
hasil perubahan Venezuela hingga sekarang. Konstitusi ini
disusun pada tahun 1999 oleh majelis konstitusional yang
dipilih melalui referendum rakyat. Konstitusi 1999 ini
diadopsi pada bulan Desember 1999, menggantikan Konstitusi
tahun 1961-yang telah menjadi, dari 26 konstitusi yang
digunakan Venezuela sejak merdeka pada tahun 1811, dokumen
yang dipaksakan dalam waktu yang paling lama.

Konstitusi tersebut lahiar dari demokrasi rakyat, dan
bukan dari diskusi elit atau tokoh. Konstitusi 1999 ini
merupakan konstitusi pertama yang dibuat dan disetujui
melalui referendum rakyat (popular referendum) dalam
sejarah Venezuela, dan secara ringkas menandai apa yang
dinamakan sebagai “Republik Kelima” Venezuela agar
perubahan sosial ekonomi digariskan dan ditekankan dalam
tiap-tiap halamannya, sebagaimana perubahan resmi terjadi
di Venezuela dari Republik Venezuela (Republica de
Venezuela) menjadi Republik Bolivarian Venezuela
(Republica Bolivariana de Venezuela). Perubahan utama
dibuat dalam struktur pemerintahan dan pertanggungjawaban
Venezuela, sedangkan banyak hak-hak asasi manusia
diabadikan dalam dokumen yang dimaksudkan sebagai jaminan
bagi rakyat Venezuela-yang mencakup pendidikan bebas
hingga tingkat ketiga (tertiary level), pelayanan
kesehatan gratis, akses terhadap lingkungan bersih,
hak-hak minoritas (terutama masyarakat pribumi,
indiginous people) untuk menegakkan budaya, agama, dan
bahasa serta tradisi mereka sendiri di antara kebudayaan
lainnya. Konstitusi 1999 yang berjumlah 350 ayat adalah
yang paling panjang, lengkap, dan komprehensif.
Kebijakan yang berawal dari penentangan terhadap
penindasan neoliberalisme tentu saja merupakan anti-tesis
yang tepat darinya. Neoliberalisme bertahan dengan
segelintir elit yang berusaha mengeruk kepentingan pribadi
dengan menjalankan ekonomi yang dikendalikan oleh
keputusan sedikit orang (oligarki) dan mengorbankan rakyat
mayoritas. Sumber-sumber ekonomi dikuasai oleh kaum modal,
rakyat dianggap tidak memiliki dan hanya bekerja untuk
kepentingan pemilik modal yang menjalankan kegiatan
produksinya. Maka, upaya untuk merebut hak-hak segelintir
elit dan mengembalikannya pada mayoritas rakyat membawa
dampak yang luas dalam hal perasaan solidaritas untuk
berproduksi secara bersama dan hasilnya dinikmati
bersama.

Beberapa kebijakan politik yang ditempuh oleh Hugo Chavez
dilandaskan pada upaya untuk mengembalikan hak-hak
ekonomi, politik, dan kebudayaan pada rakyat. Yang utama
adalah bagaimana aset-aset dan sumber daya ekonomi yang
ada dapat direbut dari tangan pihak swasta yang digunakan
untuk menumpuk keuntungannya sendiri, dan kemudian
dikuasai negara dan digunakan untuk membiayai
program-program sosial dan publik terutama masalah
kesehatan, perumahan, pendidikan, dan pelayanan-pelayanan
publik lainnya.

Apakah kondisi tersebut terjadi di Indonesia? Sayangnya
tidak. Saat ini para elit, tokoh, dan intelektual kita
sedang gencar membahas perubahan (amandemen) konstitusi.
Nampaknya apa yang dilakukan tidak akan sampai pada
capaian yang berujung pada tujuan sejati dari pada
pembentukan konstitusi (baru) itu sendiri. Anasir-anasir
bahwa tidak ada mentalitas elit, tindakan, dan
kebijakannya akan berubah dari oportunis menuju kerakyatan
juga tidak kelihatan sama sekali.

Yang kita butuhkan sebenarnya adalah tindakan tegas yang
menjadi alternatif dari apa yang selama ini dilakukan.
Kebijakan ekonomi pasar bebas (neoliberal) harus diubah
menjadi kebijakan yang radikal seperti yang dilakukan oleh
Hugo Chavez. Benar bahwa Indonesia bukan Venezuela, tetapi
keumuman kontradiksi neoliberalisme di manapun sama, yaitu
menyengsarakan rakyat baik di Asis, Afrika, Amerika Latin,
bahkan juga di negara-negara maju sendiri. Gerakan ekonomi
harus dibarengi dengan keberanian politik yang bertumpu
pada kedaulatan nasional. Menuju bangsa yang kuat,
mandiri, dan berkeadilan karena syarat-syarat material
Indonesia yang kaya memungkinkan untuk itu.***

29/06/2007

Nasionalisasi di Venezuela – Apa Artinya Bagi Kaum Sosialis?

Oleh Alan Woods di Mexico
Jumat, 18 Mei 2007

Berita tentang langkah besar nasionalisasi akan disambut dengan antusias oleh buruh di seluruh penjuru negara. Ini merepresentasikan suatu langkah besar bagi revolusi Venezuela dan pukulan yang serius terhadap kapitalisme dan imperialisme.

Pada hari Selasa tanggal 15 Mei, James Ingham koresponden BBC News di Caracas, mempublikasikan sebuah artikel yang berjudul Nationalisation sweep Venezuela, yang dimulai dengan:

"Para investor swasta dan kelompok oposisi menentangnya, dan para pendukung Presiden Hugo Chavez menginginkannya. Angin puyung nasionalisasi dan ancaman-ancaman untuk perusahaan-perusaha an swasta sedang mengubah iklim ekonomi Venezuela dan mengancam untuk melebarkan ketegangan sosial.

"Mr Chavez meningkatkan kampanyenya untuk mengubah Venezuela menjadi negara sosialis.

"Dia mengambil lebih banyak kendali terhadap aset-aset negara dan memperingatkan perusahaan-perusaha an yang tidak setuju dengan visinya bahwa ia akan mengambil alih perusahaan-perusaha an itu."

Dengan segera setelah memegang kekuasaan, Presiden mengumumkan program nasionalisasi secara luas: "Segala sesuatu yang dulu diprivatisasi akan dinasionalisasi, " katanya. Hingga saat ini, Chavez tetap memegang ucapannya itu.

Nasionalisasi minyak

Pada tanggal 1 Mei, Hari Buruh, perusahaan-perusaha an minyak swasta yang masih tersisa di negara itu diambil alih. Di sebuah upacara di pabrik pengolahan minyak Jose Oil, Presiden Chavez mengatakan kepada buruh yang bersorak-sorai: "Ini adalah nasionalisasi yang sesungguhnya dari sumber-sumber alam kita… Hari ini kita sedang mengakhiri suatu lingkaran setan."

Orinoco Belt Project, yang bertujuan untuk membangun salah satu cadangan minyak terbesar dunia, sebelumnya dikontrol oleh enam perusahaan asing: ConocoPhilips, Chevron dan Exxon Mobil dari Amerika, bekerjasama dengan BP dari Inggris, Statoil dari Norwegia dan Total dari Prancis. Monopoli besar asing ini sedang mempersiapkan keuntungan yang sangat besar dari proyek tersebut. Sekarang perusahaan minyak negara, PDVSA yang akan mengendalikan sekurang-kurangnya 60% dari proyek-proyek tersebut, dan keuntungan dari proyek-proyek itu akan dikembalikan ke Venezuela . Negosiasi masih berlangsung mengenai kelanjutan pemegang saham dan kemungkinan adanya kompensasi atas kilang-kilang minyak tersebut.

Dari sudut pandang sosialis, apakah hal ini diperbolehkan, yakni masuk ke dalam persetujuan dengan para kapitalis asing, atau dengan membayar kompensasi kepada perusahaan-perusaha an yang dinasionalisasi? Itu tergantung pada beberapa faktor. Di awal tahun 1920-an, Lenin siap memberikan kelonggaran bagi para kapitalis asing untuk membangun Siberia , yang pada saat itu Republik Soviet muda belum mampu menggarapnya. Bahkan ada beberapa negosiasi dengan kapitalis-kapitalis Amerika, yang sebagian besar diorganisir oleh pengusaha kaya Amerika, Arnold Hammer. Tetapi negosiasi-negosiasi tersebut sama sekali tidak menghasilkan apa-apa karena para imperialis hanya ingin menghancurkan negara Soviet, bukan berdagang dengannya.

Masalah kompensasi bukan juga merupakan masalah prinsip. Marx mengemukakan adanya kemungkinan untuk membeli seluruh saham kapitalis di Inggris. Trotsky juga pernah mengatakan bahwa di Amerika hal ini dimungkinkan untuk membayar kompensasi kepada para kapitalis dengan jaminan bahwa pabrik-pabrik tersebut diserahkan secara damai dan memperkecil kemungkinan adanya kerusuhan. Tetapi, apa yang tidak dibenarkan adalah ide para reformis untuk membeli perusahaan-perusaha an dengan harga pasar, yang akan menyebabkan seluruh ide mengenai nasionalisasi menjadi tidak mungkin. Satu slogan yang mungkin bisa dikemukan adalah: nasionalisasi dengan kompensasi minimum berdasarkan kebutuhan yang terbukti. Ini akan membayar dalam jumlah tertentu bagi para pemegang saham kecil tetapi sama sekali tidak bagi "kucing-kucing yang gemuk".

Venezuela hanya mempertimbangkan kesepakatan- kesepakatan berdasar pada nilai buku proyek-proyek tersebut, ketimbang berdasarkan nilai bersih mereka yang sangat besar saat ini. Secara prinsipal, ini akan lebih bisa diterima, karena Venezuela memiliki kekayaan yang cukup besar dan mampu membayar kompensasi – dengan syarat bahwa industri-industri tersebut diserahkan tanpa penundaan dan tidak dengan sabotase. Tetapi sangatlah diragukan apakah syarat-syarat ini akan diterima oleh imperialis dan perusahaan-perusaha an besar asing. Paling tidak, sumber-sumber pemerintah sudah mengatakan bahwa dalam beberapa kasus, kompensasi tidak akan diberikan sama sekali.

Koresponden BBC berkomentar sinis: "Ketika Chavez menyatakan pada acara penyerahan bahwa dia telah mengembalikan minyak kepada rakyat dan membebaskan Venezuela dari Imperialis Amerika Utara, para skeptis menyimaknya dengan kekhawatiran. Para analis memprediksikan bahwa PDVSA akan mengalami kesulitan untuk mengelola lading-ladang minyak yang sulit dikelola ini. Mereka mengatakan, tanpa pengalaman dan keahlian dari perusahaan-perusaha an swasta, produksi akan merosot."

Ini adalah lagu lama yang sering kita dengar! Kaum borjuis tidak akan pernah menerima kenyataan bahwa adalah mungkin untuk menjalankan roda ekonomi tanpa bantuan dari bankir swasta dan kapitalis. Tetapi sejarah berkata lain. Pengalaman Rencana Lima Tahun pertama di Uni Soviet tidak hanya membuktikan bahwa bahwa hal ini mungkin untuk menjalankan sebuah negara yang sangat besar tanpa campur tangan kapitalis, tetapi juga bahwa ekonomi yang terencana secara nasional, meskipun dijalankan secara birokratis, bisa memberikan hasil yang cemerlang.

Selama bertahun-tahun para propagandis modal dengan tekun menyebarkan mitos bahwa kapitalisme bekerja lebih baik daripada suatu sistem ekonomi yang terencana dan sebuah dongeng bahwa dalam jangka panjang kesuksesan pasar akan menyelesaikan semua masalah, yang dijawab oleh Keynes: pada akhirnya kita semua akan mati.'

Suatu contoh sejarah yang sederhana dengan segera akan menyangkal tesis utama dari kaum pro-market tersebut. Dalam Perang Dunia II, ketika tentara Hitler sedang menyapu Eropa, dan Inggris menemukan dirinya sendirian dan dengan punggung ke arah tembok, apa yang dilakukan kaum borjuis Inggris? Apakah mereka berkata: Kita harus meninggalkan segalanya kepada perusahaan swasta dan "tangan gaib pasar"? Tidak! Mereka memusatkan ekonomi, memperkenalkan elemen-elemen perencanaan, pendistribusian, pengendalian buruh, dan bahkan menasionalisasi industri-industri yang dibutuhkan untuk memproduksi kebutuhan perang. Kenapa mereka melakukan ini? Karena ini memberikan hasil yang lebih baik

Aplikasi ekonomi pasar di Amerika Latin merupakan petaka besar bagi massa , yang tidak memperoleh keuntungan dari pertumbuhan ekonomi satu dekade yang lalu, yang hanya memberi keuntungan besar bagi para bankir, kapitalis, dan terutama, monopoli raksasa asing seperti Exxon. Kekhawatiran dari para gentleman ini bukanlah bahwa rakyat Venezuela kurang ahli dalam mengolah ladang minyak, tetapi bahwa para pemilik Exxon akan dihilangkan keuntungan besarnya.

Bahkan koresponden BBC ini terpaksa mengakui bahwa langkah ini akan menolong bagian termiskin dari populasi di Venezuela, rakyat yang memilih Chavez dan yang menginginkan perubahan fundamental di dalam masyarakat.

"Rakyat miskin akan tertolong sepanjang semua keuntungan digunakan untuk kepentingan proyek-proyek sosial." Tetapi kemudian dia menambahkan catatan yang berbisa: "Tetapi ada kekawatiran bahwa langkah ini akan mengorbankan investasi jangka panjang dalam bisnis. Perusahaan-perusaha an multinasional tentu dapat tinggal sebagai partner minoritas, tetapi jika mereka tidak mendapat kesepakatan kompensasi yang menguntungkan, mereka akan pergi."

Ini sungguh memalukan! Monopoli-monopoli asing ini telah merampas kekayaan minyak Venezuela selama bergenerasi- generasi. Mereka telah menjarah sumber daya alam dalam jumlah yang besar dengan mengorbankan rakyat Venezuela . Hampir dari seluruh waktunya, mereka bahkan tidak membayar pajak. Sekarang, saat rakyat Venezuela sedang mengambil kembali sesuatu yang adalah miliknya, burung-buruh nasar yang gemuk dan yang manja ini meminta kompensasi. Seharusnya rakyat Venezuelalah yang harus meminta kompensasi dari perusahaan-perusaha an transnasional itu untuk seluruh kekayaan yang telah mereka rampok selama berpuluh-puluh tahun.

Perusahaan-perusaha an besar asing ini sedang menggunakan isu kompensasi untuk memeras Venezuela . Intinya mereka berkata: "Kamu tidak boleh menghentikan kami merampokmu. Ini hak kami dan kami bersikeras untuk meneruskannya. Jika kamu menolak, kami akan menggunakan seluruh otot kami untuk melakukan sabotase terhadapmu. Kami akan keluar dari Venezuela , membatalkan seluruh kontrak dan memutus seluruh investasi eksternal. Kami akan mengorganisir secara internasional untuk memboikot Venezuela . Kami akan meruntuhkanmu. Kami akan membiarkanmu kelaparan supaya kamu tunduk!"

Perusahaan selanjutnya yang ada di daftar nasionalisasi adalah perusahaan telekomunisasi utama Venezuela , CANTV, yang diprivatisasi pada tahun 1991. Semenjak privitasasi itu, perusahaan itu telah menghasilkan keuntungan yang besar bagi pemiliknya, tetapi pelayanannya tidak pernah sampai ke masyarakat paling miskin di negara itu. Kebanyakan rakyat miskin Venezuela menggunakan jaringan telpon dari kedai-kedai telepon yang dikendalikan oleh perusahaan telpon yang dipenuhi dengan stan-stan telpon, atau mereka menelpon dari kios-kios telpon yang ada di jalanan, dimana telpon-telpon genggam ditaruh pada sebuah meja dan para pengguna telpon membayar sewa telpon.

Dari bulan Juni, negara akan mengontrol perusahaan tersebut, merubahnya, dalam kata-kata Presiden Chavez, dari "perusahaan swasta kapitalis ke perusahaan sosialis yang dijalankan oleh negara". Antrian-antrian panjang rakyat yang sedang menunggu untuk menelpon rumahnya akan menjadi masa lalu. Chavez merencanakan untuk menginstal lebih dari sejuta saluran baru dan memotong biaya telepon. "Sebelum tahun 2011, setiap wilayah dengan lebih dari 500 penduduk akan memilki akses ke jaringan telepon," kata Chavez.

Perusahaan-perusaha an lainnya yang akan dinasionalisasi termasuk pemasok listrik utama negara, Electridad de Caracas. Pabrik-pabrik semen dan baja yang mengekspor mayoritas barang-barangnya telah diberitahu bahwa mereka akan diambil alih jika mereka tidak mulai menjual barang-barangnya ke rakyat Venezuela . Yang paling penting dari semua itu, adalah bank, yang berpikir dirinya bebas hingga sekarang, dihadapkan dengan nasionalisasi:

"Perbankan swasta harus memprioritaskan pembiayaan pada sektor-sektor industri Venezuela dengan biaya rendah," kata Chavez belum lama ini. "Jika bank-bank tersebut tidak setuju dengan hal ini, lebih baik mereka pergi, mereka harus menyerahkan bank-bank tersebut kepada saya, kami menasionalisasi dan mengambil bank-bank itu untuk bekerja demi membangun negara, dan bukan untuk spekulasi dan memperoleh keuntungan besar."

Bank-bank di Venezuela telah memperoleh keuntungan besar dalam periode terakhir ini. Majalah The Economist (8 Mei) berkomentar: "Mungkin sulit bagi bank-bank untuk protes atau melawan, terutama karena mereka sudah melaporkan pertumbuhan laba yang meningkat – hingga 33% di tahun 2006 – berkat meledaknya permintaan kredit domestik di tengah-tengah ekspansi ekonomi yang cepat (rata-rata lebih dari 12% dalam tiga tahun terakhir ini). Bahkan selain nasionalisasi, kabarnya pemerintah sedang berpikir untuk mengimplementasikan perbaikan-perbaikan di dalam sektor tersebut, yang mungkin termasuk suatu batasan pada keuntungan bank (kelebihannya untuk proyek-proyek sosial), dan kontrol langsung atas suku bunga dan alokasi kredit."

Bahkan jika Chavez menunda nasionalisasi atas bank-bank dan memperkenalkan kontrol seperti itu, ini akan membuat jalannya bank-bank tersebut di atas dasar kapitalis menjadi tidak mungkin dan maka dari itu akan berakhir dengan nasionalisasi. Nasionalisasi bank merupakan syarat mutlak jika Venezuela ingin putus dengan kapitalisme. Bank-bank merupakan instrumen esensial dari kebijakan ekonomi dan penggerak yang sangat kuat. Kontrol terhadap kredit merupakan elemen esensial di dalam sebuah ekonomi terencana sosialis, dan harus berada di tangan negara. Ini akan memungkinkan negara untuk mengalokasikan sumber-sumber dan investasi menurut kebutuhan masyarakat secara umum, bukan menurut keuntungan bagi segelintir para parasit yang kaya.

Masalah kelas

Mr. Ingham menyimpulkan reaksi terhadap pengumuman nasionalisasi tersebut: "Ini adalah saat yang menggelisahkan bagi para investor dan perusahaan-perusaha an swasta. Tetapi bagi berjuta-juta rakyat yang menyandarkan hidupnya pada presiden dan pertolongan finansialnya, mereka akan gembira karena uang tampak bergerak dari orang-orang kaya ke orang-orang miskin." Perkataan ini dari seorang musuh revolusi Bolivarian dan sosialisme cukup mengekspresikan realitas konflik kelas yang telah berkembang di Venezuela lebih dari satu dasawarsa dan sekarang telah sampai pada titik perubahan yang kritis. Masalah nasionalisi ada di pusat tahapan yang kritis ini, dan masa depan revolusi Bolivarian tergantung dari penyelesaian masalah ini.

Berita nasionalisasi ini diterima dengan sorak-sorai oleh para pekerja, petani, dan rakyat miskin Venezuela , yang berharap Chavez akan memenuhi janjinya untuk membuat revolusi Venezuela menjadi sebuah revolusi yang tidak dapat dibalikkan arahnya. Ini hanya dapat dilakukan dengan menantang secara langsung apa yang dinamakan dengan hak suci kepemilikan pribadi. Tanpa mengambil alih kekuatan ekonomi dari tangan kelas oligarki yang kontra revolusioner, revolusi Bolivarian tak akan pernah bisa memperoleh kemenangan dan segala sesuatu yang diperoleh dari revolusi tidak akan pernah langgeng.

Satu hal yang juga tidak mengejutkan adalah respon imperialis di setiap negara. Di sana sedang ada gonggongan protes dari semua pihak. Media massa penuh dengan cerita mengerikan tentang ancaman "diktator komunis" di Venezuela. Mereka mengabaikan detil kecil bahwa Presiden Hugo Chavez dalam 10 tahun terakhir ini menang dalam pemilihan, referendum, dan pemilihan-pemilihan umum lainnya lebih dari pemimpin politik manapun di dunia. Dalam pemilihan presiden Desember yang lalu Chavez menang dengan perolehan suara terbesar dalam sejarah Venezuela .

Para "demokrat" seperti George W. Bush dan Tony Blair hanya setuju dengan demokrasi selama demokrasi tidak mengancam kepentingan para bankir, tuan tanah, dan kapitalis. Tetapi ketika rakyat memilih sebuah pemerintah yang mencoba mengubah masyarakat dan mengancam kekayaan serta hak istemewa, dengan cepat sikap mereka berubah. Pada bulan April 2002, CIA merencanakan sebuah kudeta di Venezuela yang akan melantik seorang diktator berlumuran darah seperti Pinochet di Chile. Esok harinya, Washington mengakui pemerintah baru tersebut, yang dipimpin oleh seorang pengusaha, Carmona, yang sama sekali tidak pernah dipilih oleh siapapun. Inilah kredensial-kredensi al "demokratis" dari imperialisme Amerika.

Apa yang sebenarnya ditakuti oleh mereka adalah, bahwa untuk membawa revolusi Bolivarian maju ke depan, Hugo Chavez mulai mengambil tindakan tegas melawan kepemilikan pribadi, dengan menasionalisasi perusahaan-perusaha an dan tanah yang dimiliki oleh kaum oligarki Venezuela dan perusahaan-perusaha an transnasional asing yang besar. Mereka takut contoh ini akan diikuti di negara lain (ini sudah terjadi) dan bahwa buruh Eropa dan Amerika akan mulai menuntut langkah yang sama melawan perusahaan-perusaha an besar yang mengeksploitasi buruh-buruhnya guna merauk keuntungan yang besar, merusak lingkungan dengan tumpahan minyak dan pencemaran dalam bentuk lain dan menutup pabrik-pabrik seolah-seolah mereka hanyalah sebuah kotak korek api guna mengeruk keuntungan besar dengan merampok negara-negara miskin.

Hingar Bingar "kemerdekaan pers"

Yang benar-benar menjijikkan, khususnya, adalah reaksi Media Barat. Sementara saya sedang menulis artikel ini di Mexico City, televisi pada semua saluran sedang menyiarkan, setiap setengah jam, riuh protes mengenai tidak diperpanjangnya ijin siar RCTV, yang diberitakan sebagai serangan terhadap "kebebasan berekspresi" . Perusahaan yang sedang dibicarakan ini, selama bertahun-tahun, telah memuntahkan propaganda yang paling menjijikkan dan penuh dusta melawan pemerintah terpilih, termasuk serangan-serangan personal melawan presiden, yang difitnah berulang kali sebagai orang gila dan fitnah-fitnah lainnya yang lebih parah. RCTV telah berulangkali menyiarkan panggilan-panggilan untuk menggulingkan pemerintahan Venezuela dan membunuh presiden Chavez.

Ini bukanlah hanya beberapa kelompok jurnalis televisi yang tidak bersalah yang sedang berdiri untuk mempertahankan kebebasan. Sebaliknya, perusahaan ini telah lama menjadi pusat kontra revolusioner yang bersekongkol untuk mengganggu kestabilan dan mengguling pemerintah yang dipilih secara bebas oleh rakyat. Pada bulan April 2002, ia merupakan pusat riil dari usaha kudeta, meminta kepada rakyat Venezuela untuk mendukung kudeta tersebut, mengeluarkan berita palsu tentang pembantaian oleh pemerintah. Perusahaan ini menolak mentah-mentah untuk mengijinkan para menteri yang terpilih untuk menjelaskan diri mereka sendiri di televisi.

Dengan kata lain, RCTV merupakan salah satu instrumen penting untuk persiapan sebuah kup yang bermaksud melantik kediktaturan di Venezuela yang akan meminta korban jiwa yang tak terhitung jumlahnya. Ia merupakan salah satu instrumen oligarki dan CIA. Di negara lain manapun, stasiun tersebut sudah pasti akan ditutup sejak dulu dan para direkturnya sudah dibawa ke pengadilan. Di Venezuela tak seorang pun ditangkap – yang mana mereka seharusnya sudah ditangkap – dan stasiun TV tersebut sudah diijinkan untuk beroperasi sampai ijin siarnya kadaluwarsa. Pemerintah sungguh pantas menolak untuk memperpanjang ijinnya, yang mana secara sah mereka berhak melakukannya. Inilah kenyataannya. Oleh karena itu, seluruh kebisingan dan kemarahan yang dibangkitkan oleh pers yang menjijikkan ini mengenai apa yang dinamakan serangan atas kebebasan pers di Venezuela harus ditolak dengan jijik untuk kemunafikannya yang penuh dusta.

Apa yang dinamakan pers bebas dunia barat dalam kenyataannya merupakan milik pribadi segelintir orang-orang media super kaya seperti Rupert Murdoch. Jauh dari pejuang kebebasan berpendapat, kaum reaksioner yang keras ini merupakan juru bicara imperialis, bank dan monopoli besar. Mereka dengan tekun membela status quo, yaitu, suatu perbudakan rakyat seluruh dunia oleh segelintir parasit-parasit kaya. Mereka adalah musuh-musuh yang paling keras dari kemerdekan dan kemajuan dimana-mana.

Buruh di seluruh dunia tidak akan bisa dikelabui oleh kampanye yang bersuara nyaring di media ini. Mereka akan mengerti bahwa apa yang dipertaruhkan adalah perjuangan hidup-dan-mati antara kelas-kelas yang bertentangan, yang sedang terjadi pada skala dunia. Mereka dengan segera akan memahami fakta bahwa pers pengecut ini, yang secara sistematis berdusta dan memfitnah para buruh setiap kali mereka mogok untuk membela kepentingannya melawan bos-bos, mempunyai alasan tersendiri untuk menyerang Chavez dan Venezuela, dan bahwa alasan-alasan ini tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang tertulis di koran-koran mereka.

Revolusi Amerika Latin

Di seluruh Amerika Latin, massa sedang berkobar. Di Ekuador, kita mempunyai pemilihan Rafael Correa, yang disebut-sebut memodelkan dirinya seperti Chavez. Dia terkunci dalam sebuah konflik dengan Kongres dan memilki dukungan lebih dari 80% rakyat. Di Bolivia, Evo Morales, yang terinspirasi oleh nasionalisasi di Venezuela , sedang mengangkat masalah nasionalisasi sumber-sumber alam milik Negara:

"Pemerintah- pemerintah neo-liberal sudah menyerahkan secara gratis konsesi-konsesi atas bukit-bukit, sungai-sungai, dan tambang-tambang. Kita harus mulai mengambil kembali konsesi-konsesi tersebut," kata Morales sebelum memulai proses nasionalisasi industri gas. Sebagaimana di Venezuela, pemerintah Bolivia dihadapkan dengan perlawanan sengit dari oligarki, dengan Washington dan perusahaan-perusaha an transnasional di belakangnya. Koresponden BBC di Caracas mengekspresikan ketakutan imperialis ini:

"Perubahan-perubaha n di Venezuela sedang direfleksikan di tempat lain di Amereika Latin. Sekutu-sekutu Chavez di Bolivia dan Equador sedang membuat gerakan-gerakan yang sama."

Di Bolivia, perusahaan energi negara YPFB mengatakan bahwa mereka akan mengontrol produksi dan pemasaran minyak dan gas alam di negara tersebut. Dalam sambutannya di peringatan May Day tahun ini, Morales berjanji untuk mengambil kontrol yang lebih besar terhadap ekonomi dari perusahaan-perusaha an asing:

"Kawan-kawanku, jika kita benar-benar ingin hidup di Bolivia yang bermartabat maka kita harus mengambil jalan anti-imperialisme, anti-liberalisme dan anti-kolonialisme, " kata Morales.

Pemerintahan Bolivia berharap untuk menyelesaikan nasionalisasi perusahaan telkom sebelum May Day, tetapi pembicaraan dengan Telecom Italia – yang memiliki separuh perusahaan telkom terbesar itu – terhenti untuk saat ini. Telcom Italia mengatakan minggu lalu bahwa ia berpikir untuk mencari arbitrasi internasional atas penjualan Entel setelah Bolivia mengeluarkan dua keputusan yang bertujuan menasionalisasi kembali perusahaan tersebut. Demikian, para imperialis menggunakan berbagai macam trik dan manuver guna menggagalkan keinginan rakyat dan menyabotase usaha mereka untuk memperoleh kembali kontrol atas sumber-sumber daya alam mereka. Tetapi gerakan untuk nasionalisasi tetap berkembang, mendapatkan dorongan dari rakyat Venezuela . Ini dilihat oleh Washington sebagai suatu usaha oleh Chavez untuk mengekspor revolusi.

Peluncuran Telesur, saluran televisi seluruh Amerika Latin yang disiarkan dari Caracas untuk jutaan rakyat di seluruh penjuru benua dan di luar itu, merupakan respon langsung terhadap kontrol atas siaran televisi yang digunakan imperialis Amerika melalui CNN. Chavez juga sudah mengatakan bahwa dia ingin mengeluarkan Venezuela dari IMF dan Bank Dunia.

Presiden Chavez mengatakan bahwa dia sudah memerintahkan Menteri Keuangan, Rodrigo Cabezas, untuk memulai kerja formal guna menarik diri dari dua lembaga internasional tersebut. Presiden Chavez telah mengutarakan keinginannya untuk mendirikan apa dia yang dinamakan Bank of the South, yang disokong oleh penghasilan minyak Venezuela , yang akan membiayai proyek-proyek di Amerika Selatan. Langkah ini juga akan dipandang sebagai ancaman terhadap cengkraman yang dimiliki oleh imperialisme terhadap benua Amerika Latin melalui institusi-institusi finansial ini (baca IMF dan Bank Dunia). Contoh diatas mudah menjalar. Di Nikaragua, Ortega telah berkata dia sedang melakukan negosiasi dengan IMF "untuk meninggalkan IMF" dan bahwa dia berharap untuk "keluar dari penjara" hutang IMF.

Para ahli strategi imperialis mencapai kesimpulan yang sama sebagaimana seorang Marxis: Kondisi-kondisi sudahlah matang untuk sebuah gerakan revolusioner secara umum di Amerika Latin yang akan memilki konsekuensi yang sangat besar di Amerika dan pada skala dunia. Pusat gerakan revolusioner tersebut ada di Venezuela, dimana, setelah satu dasawarsa perjuangan, revolusi sedang mencapai titik yang tak dapat dibalik.

Di sini di Mexico , kebijakan-kebijakan yang diumumkan oleh Chavez sudah melemahkan kelas penguasa, yang telah dihadapkan dengan sebuah pemberontakan massa yang tak ada henti-hentinya sejak kecurangannya dalam pemilihan tahun lalu. Seorang kawan dari Mexico berkata kepadaku: "Ini benar-benar mengejutkan. Mereka sedang menyerang pemerintahan Chavez setiap setengah jam pada seluruh saluran dan membela hak-hak jurnalis Venezuela , seolah-olah mereka sedang berbicara mengenai kejadian di Mexico ." Kata-kata ini masuk ke inti persoalan. Dari pihak imperialis dan antek-anteknya di Amerika Latin, ada alasan yang sangat kuat bagi kegarangan serangan-serangan melawan Venezuela itu. Mereka mempunyai alasan yang tepat untuk takut bahwa revolusi Venezuela tidak akan berhenti di perbatasan Venezeula, tetapi akan menyebar ke negara lain. Nasionalisasi- nasionalisasi baru-baru ini memberikan suatu contoh yang ingin diikuti oleh negara-negara lain. Ini mengakibatkan alarm di koridor kekuasaan dari Washington ke Mexico city dan sekitarnya berdering.

Di sini di Mexico , Calderon menduduki jabatannya sebagai presiden melalui kecurangan dalam pemilihan tahun lalu, setelah protes rakyat secara besar-besaran yang melibatkan jutaan buruh dan petani. Pada tanggal 31 Juli, tiga juta rakyat turun ke jalan menuntut pengakuan kandidat PRD Lopez Obrador sebagai presiden terpilih. Di Oaxaca, ada pemberontakan yang bertahan selama berbulan-bulan, termasuk pendirian soviet-soviet (APPO), milisi rakyat, dan pengambilalihan televisi.

Pemberontakan Oaxaca dihancurkan dengan kekerasan yang brutal dan tak diketahui jumlah yang dibunuh oleh pasukan keamanan. Tentu saja tidak ada satu kata pun tentang ini di "pers bebas" kita, yang hanya berteriak tentang "kediktatoran" ketika kepentingan kaum kaya terancam. Setiap orang di Mexico tahu bahwa Lopez telah memenangkan pemilihan dan Calderon secara demokratis tidak terpilih. Tetapi Washington dan London mengakui Calderon dan sedang mencoba dengan segala cara untuk tetap menjaga kekuasaannya, meskipun mereka tidak akan berhasil.

Gerakan di Mexico belumlah berhenti. Ia baru saja mulai. Pada tanggal 2 Mei terjadi pemogokan umum yang memperoleh dimensi yang sangat besar. Sebuah komite pemogokan nasional sudah dipersiapkan untuk mengorganisir pemogokan umum yang lain. Ada suatu gelora di serikat-serikat buruh, dimana pemimpin-pemimpin sayap kanan "charro" dikalahkan oleh anggota-anggotanya secara konsisten. Seluruh situasi disini siap meledak. Adakah sesuatu yang mengherankan bila kelas penguasa Mexico , dan majikan-majikannya di Washington, takut dengan apa yang sedang terjadi di Venezuela ?

Akan tetapi, opsi-opsi dari imperialisme di Venezuela saat ini adalah sangatlah terbatas. Imperialisme Amerika, dengan seluruh kekayaan dan kekuatan militernya, menemukan dirinya dalam keadaan lumpuh. Di masa lalu mereka sudah akan mengintervensi langsung, dengan mengirim pasukan Marinir. Tetapi ini tidak mungkin untuk saat sekarang ini. Mereka terlibat dalam perang di Irak yang tidak popular dan yang tidak dapat dimenangkannya. Saat ini Bush adalah presiden yang paling tidak disukai di dalam sejarah Amerika. Oposisi terhadap perang Irak sedang berkembang pada semua level. Adalah tidak terpikirkan bila bahkan orang yang tolol seperti Bush akan melancarkan serangan militer ke Amerika Latin pada saat ini.

Tersisa opsi pembunuhan, yang pasti telah dipersiapkan oleh CIA cukup lama. Tetapi bahkan opsi ini mengandung resiko serius bagi imperialisme Amerika. Ini akan menyebabkan gelombang kemarahan di Amerika Latin dan di seluruh dunia, di mulai dari Venezuela , yang mana akibat pertamanya adalah pemutusan suplai minyak ke Amerika. Ini akan menyebabkan gelombang kemarahan dan reaksi di seluruh benua tersebut. Kemungkinan, tidak akan ada satupun kedutaan Amerika yang tersisa di kawasan tersebut. Kebencian terhadap Amerika akan bertahan selama bergenerasi- generasi dan mengakibatkan pemberontakan- pemberontakan dan ledakan-ledakan sosial selanjutnya.

"Appetite comes with eating"

Ada peribahasa kuno: "appetite comes with eating" (nafsu makan datang dari makanan). Jumlah buruh di Venezuela yang sedang menuntut kontrol buruh dan nasionalisasi semakin bertambah. Hal ini terjadi di Inveval, dimana buruh telah mengambil alih pabrik dan menjalankannya dengan sukses di bawah kontrol buruh. Hal yang sama terjadi di Sanitarios Maracay , seperti yang telah kita laporkan dalam artikel sebelumnya. Pabrik-pabrik ini dan yang lainnya telah mengorganisir Freteco, front pendudukan pabrik, yang sedang meluaskan pengaruhnya dan meningkatkan kampanye untuk nasionalisasi. Pernyataan-pernyata an Presiden Chavez akan memberikan dorongan baru bagi gerakan ini.

SIDOR adalah pabrik baja terbesar di kawasan Andean dengan kapasitas 4.2 juta ton per tahun. SIDOR memproduksi kawat dan pipa, termasuk berbagai jenis pipa yang dibutuhkan industri nasional Venezuela, dan menurut laporan perusahaan tersebut, 63% dari produksi ditujukan untuk pasar Venezuela dan 37% untuk ekspor.

Perusahaan ini merupakan perusahaan milik negara sejak berdirinya di tahun 1962 hingga 1998 ketika perusahaan itu diprivatisasi. 60 persen sahamnya diperoleh oleh suatu konsorsium yang bernama Amazonia, yang terdiri dari perusahaan Argentina Techint sebagai partner mayoritas, juga Hylsamex dari Mexico, Uniminas dari Brazil, dan perusahaan Venezuela, Sivensa sebagai partner minoritas. Pemerintah Venezuela menguasai 20 persen saham dan sisa 20 persen diberikan kepada buruh pabrik.

Chris Carlson melaporkan dalam Venezuelanalysis. com bahwa pada tanggal 9 Mei para pekerja di Mérida mengadakan protes di luar pabrik baja SIDOR di Puerto Ordaz, menuntut pemerintah menasionalisasi perusahaan itu. Pekerja-pekerja dari serikat buruh SIDOR berkumpul di luar pabrik kemarin, memblokir jalan, menghalangi pintu masuk pabrik sejak pagi hari.

Chávez telah memperingatkan bahwa ia akan menasionalisasi perusahaan tersebut jika mereka tidak memenuhi kebutuhan industri domestik dan tetap mengekspor ke pelanggan asing, walaupun untuk saat ini perusahaan tersebut tampaknya masih akan berada di tangan swasta.

"Sebagai buruh kita meminta suatu jawaban yang pasti mengenai situasi ini," kata Ulmaro Ramos, sekretaris serikat buruh SIDOR, pada stasiun radio lokal. Seorang jurubicara serikat buruh menyatakan bahwa buruh mendukung niat presiden untuk menasionalisasi perusahaan tersebut.

"Kita mendukung maklumat presiden tentang kemungkinan untuk membebaskan perusahaan ini yang telah diperbudak kapitalisme neo-liberal selama 8 tahun terakhir," kata José Meléndez, anggota serikat buruh Alianza Sindical de Sidor. Meléndez berkata bahwa ketika pabrik tersebut diprivatisasi, ada 11,600 karyawan dan sekarang hanya ada 5,700 buruh yang "dieksploitasi tanpa sedikitpun memperoleh keuntungan."

"Kita tidak terpecahkan dan kita dengan sepenuhnya setuju bahwa presiden perlu mengendalikan perusahaan ini agar secepatnya dapat dialihkan ke kontrol oleh buruh," kata Meléndez

Sekarang apa?

Chávez telah menunjukkan bahwa adalah mungkin bagi para pejuang revolusioner untuk menggunakan institusi demokrasi formal borjuis guna mengerahkan massa untuk perubahan. Dia telah menjalankan suatu kebijakan cerdas yang sudah memungkinkan dia untuk memenangkan banyak pemilihan, mendasarkan dirinya pada suatu program tuntutan-tuntutan yang demokratis revolusioner dan perubahan-perubahan yang tidak melewati batasan kapitalisme tetapi menyatukan dan mengorganisir berjuta-juta buruh dan petani untuk mengubah masyarakat.

Kemenangan-kemenang an ini sudah melemahkan semangat dan mendemobilisasi kekuatan-kekuatan kontra-revolusioner . Kelompok oposisi, yang berusaha keras mengerahkan kekuatannya untuk mengusir Chávez pada bulan Desember, kini terpecah-pecah secara menyedihkan dan mengalami disorientasi. Mood sayap kanan saat ini sedang tertekan dan merasa kalah. Sekarang, kelompok oposisi tidak memiliki wakil di Majelis Nasional sebagai hasil dari keputusan mereka untuk memboikot pemilihan tahun 2005. Kemenangan telak Chávez's (yang bahkan pengamat borjuis internasional tidak berani mempertanyakan) memberinya suatu tangan yang sangat kuat untuk terus maju dengan sebuah program sosialis. Dia hanya melakukan itu, dan dia harus diberi pujian atas hal ini.

Akan tetapi, Revolusi ini masih belum melewati titik kritis dimana kuantitas menjadi kualitas. Kekuatan-kekuatan yang besar sedang berusaha untuk menghentikan Revolusi ini dan melemahkannya dan menyabotasenya dari dalam. Kekuatan kontrarevolusioner borjuis terlalu lemah untuk melakukan tugas ini. Ini sedang dilaksanakan oleh kaum birokrasi Bolivarian – sayap kanan yang merepresentasikan Fifth Column dari kontrarevolusi dari dalam Gerakan Bolivarian ini, dan secara konsisten bekerja untuk mengisolasi Presiden dan menyabotase keputusan-keputusan nya.

Venezuela masih belum memutuskan hubungan dengan kapitalisme tetapi berdiri di posisi separuh jalan yang mengkhawatirkan. Ada bahaya yang sangat besar di sini. Adalah mustahil untuk membuat sebuah revolusi yang setengah-setengah. Bahaya ini adalah bahwa, dengan memperkenalkan beberapa langkah nasionalisasi dan perubahan progresif lain, Chávez akan membuat operasi kapitalisme menjadi mustahil, tanpa meletakkan mekanisme-mekanisme perencanaan dan pengendalian yang merupakan kondisi awal bagi suatu sistem ekonomi sosialis.

Sedang ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan yang menunjukkan bahwa tidak semuanya sehat di dalam ekonomi. Inflasi sedang meningkat, yang mana akan memukul kaum yang termiskin dengan sangat keras, dan kekurangan-kekurang an produk sedang bermunculan pada tingkat yang berbeda-beda. Kapitalis sedang merespon dengan menghentikan modal dan ada perluasan sabotase, korupsi dan halangan birokratis. Majalah The Economist berkomentar:

"Dengan pendapatan yang besar dari ekspor minyak dalam tahun-tahun terakhir ini – hasil minyak menghasilkan hampir 59 milliar US$ di tahun 2006 – dan membengkaknya cadangan valuta asing, administrasi Chávez mempunyai dana untuk dibelanjakan. Akan tetapi, manakala dikombinasikan dengan pengeluaran belanja lainnya, khususnya program-program dan subsisi-subsidi sosial yang mahal, ini akan menambah tekanan lebih lanjut terhadap defisit anggaran yang telah melebar. Defisit ini setara dengan 1.8% GDP di tahun 2006, dan Economist Intelligence Unit memproyeksikan defisit ini akan berkembang menjadi 4.9% GDP tahun ini. (Keadaan fiskal yang sebenarnya lebih buruk, karena beberapa pengeluaran disalurkan off-budget via perusahaan minyak milik negara dan dana pembangunan nasional). Pertumbuhan GDP sendiri sedang melambat – mencapai 5.8% tahun ini dan 3.2% di tahun 2008, menurut ramalan kami.

"Radikalisasi kebijakan di bawah pemerintahan Chávez, yang dikombinasikan dengan tanda-tanda pertumbuhan ekonomi yang tertekan – yang terbukti tidak hanya oleh pemburukan keuangan publik dan pertumbuhan yang lambat tetapi juga inflasi double-digit, yang paling tinggi di Amerika Latin – sedang membangitkan semakin banyak rasa takut diantara para investor. Indeks pasar bursa Caracas tengah merosot beberapa hari terakhir ini. Penanaman modal-langsung swasta juga telah mengalami kemunduran dalam beberapa tahun, dan tren ini mungkin akan memburuk sejak Januari. Penanaman modal-langsung asing adalah negatif tahun lalu. Pengurangan investasi akan semakin menurunkan pertumbuhan GDP melebihi term medium

"Dan lagi, premi yang dibayar untuk transaksi dolar pada pasar gelap tengah meningkat, dengan melemahnya mata uang bolívar sampai sekitar Bs3,950:US$1 (dibandingkan dengan kurs ofisial yang telah dipatok Bs2,150:US$1) , mendekati poin yang rendah pada bulan Januari sekitar Bs4,000:US$1. Ini akan meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk mendevaluasi kurs ofisial, meskipun pemerintah akan ragu untuk melakukan hal itu, mengingat inflasi tahunan yang mendekati angka 20%."

Kita menyambut dengan antusias langkah-langkah nasionalisasi. Pada saat yang sama, kita harus meminta dengan tegas bahwa nasionalisasi itu harus berjalan bergandengan dengan kontrol dan manajemen buruh yang benar-benar demokratis. Roda ekonomi harus dijalankan oleh buruh untuk buruh dan langkah-langkah harus diambil untuk menghentikan kaum birokrat mengambil kontrol.
.
Kita juga harus menunjukkan bahwa pada tahap ini, proses revolusi masih belumlah selesai. Samasekali tidak benar pandangan, yang seperti para birokrat dan reformis katakan, bahwa kita harus maju pelan-pelan dan secara berangsur-angsur agar tidak menggusarkan kaum borjuis dan memprovokasi imperialisme. Kaum borjuis telah cukup terganggu dan imperialis lebih dari itu.

Dengan menunda konflik yang tak terelakkan antara kelas-kelas, kita hanya akan memberikan waktu bagi kekuatan kontrarevolusioner untuk menyusun kembali dan mengorganisir rencana-rencana baru melawan revolusi. Lebih serius lagi, membiarkan kapitalis untuk melanjutkan sabotasenya, menciptakan kelangkaan barang secara artifisial dan mengacaukan produksi, ada bahaya bahwa massa akan menjadi lelah oleh kekurangan-kekurang an barang dan jatuh ke sikap apatis dan acuh tak acuh. Inilah yang benar-benar diingini oleh kelompok reaksioner. Segera setelah keseimbangan dari kekuatan-kekuatan itu mulai bergerak melawan revolusi, kelompok kontrarevolusioner akan menyerang lagi. Dan mereka memilliki banyak sekutu-sekutu terselubung di dalam kepemimpinan Gerakan Bolivarian yang ingin menghentikan revolusi dan sedang menunggu kesempatan untuk berbalik melawan Presiden. Bahaya ini masih ada. Oleh karena itu, kita harus bertindak dengan cepat untuk menyelesaikan masalah-masalah ini sampai pada akar-akarnya.

Perjuangan melawan birokrasi

Nasib akhir dari Revolusi Bolivarian akan ditentukan oleh suatu perjuangan internal untuk membersihkan gerakan dari elemen-elemen kelas yang asing dan mengubahnya ke dalam suatu instrumen yang siap untuk merubah masyarakat. Peluncuran Partai Persatuan Sosialis (PSUV) memberikan para buruh revolusioner, para petani, dan pemuda satu kemungkinan untuk melakukan hal ini. Mereka harus memperkuat partai tersebut dan merekrut lapisan-lapisan revolusioner baru dari massa dan mengabdi sepenuhnya kepada sosialisme. Mereka harus menyingkapkan dan mengusir elemen-elemen korup, pengejar karir, dan para birokrat yang ikut pergerakan hanya untuk kepentingan mereka sendiri dan akan berkhianat segera setelah ada kesempatan.

Partai baru ini bisa menjadi partai buruh revolusioner sejati hanya jika ia sangat demokratis. Anggota-anggota partai tersebut haruslah memutuskan semua permasalahan dan kepemimpinan harus dipilih, dapat diberhentikan dan terdiri dari elemen-elemen yang terbukti kejujurannya dan dedikasinya terhadap sosialisme dan kelas buruh.

Serikat-serikat buruh adalah unsur kunci yang lain dalam perumusan ini. Kaum Marxis berjuang untuk kesatuan serikat buruh, dan pada saat yang sama berjuang untuk gerakan serikat buruh yang demokratis militan. Serikat-serikat buruh harus memberi dukungan kepada pada langkah-langkah progresif pemerintah, terutama nasionalisasi, dan berjuang untuk memperluas semua langkah-langkah yang meningkatkan standar hidup rakyat dan memukul kaum oligarki. Tetapi serikat-serikat buruh harus mempertahankan independensi total dari negara. Hanya serikat yang merdeka dan independen yang bisa membela kepentingan buruh, dan pada saat yang sama secara serentak membela pemerintah revolusioner melawan musuh-musuhnya.

Dua musuh kembar tersebut adalah oportunisme dan sektarianisme. Perang melawan oportunisme pada satu pihak adalah perang melawan korupsi, karirisme dan birokratisme, di pihak yang lain, perang melawan ide-ide asing yang merasuk ke dalam gerakan, dan terutama menyangkut bagian-bagian kepemimpinan, yang sudah bertekuk lutut kepada pengaruh reformisme dan meninggalkan garis revolusioner.

Apa artinya ini?

Dari sudut pandang kelas buruh dunia, pentingnya perkembangan- perkembangan di Venezuela adalah nyata. Sejak kejatuhan Uni Soviet, borjuis sudah mengorganisir suatu kampanye yang sangat hebat melawan ide-ide sosialisme dan Marxisme. Mereka dengan khidmat mendeklarasikan akhir komunisme dan sosialisme. Mereka sangatlah percaya diri sampai-sampai mereka mendeklarasikan akhir sejarah. Tetapi sejarah belumlah berakhir. Ia baru saja mulai.

Setelah satu setengah dasawarsa, buruh sedunia bisa melihat realitas kasar dari dominasi kapitalis. Mereka menjanjikan kedamaian dunia, demokrasi dan kemakmuran. Sekarang semua ilusi dari borjuis ini sedang berada dalam reruntuhan. Semakin banyak masyarakat menjadi sadar bahwa kapitalisme tidak memberikan masa depan bagi kemanusiaan.

Ada permulaan kebangkitan di mana-mana: buruh, petani, pemuda, sedang bergerak. Ide bahwa sosialisme dan revolusi adalah jauh dari agenda telah terbukti salah di dalam praktek. Revolusi sudah dimulai di Venezuela, dan sedang meluas ke seluruh Amerika Latin, seperti ketika sebongkah batu besar dilempar ke kolam. Gelombang dari revolusi di Venezuela sedang mulai dirasa di Eropa dan Amerika. Di Pakistan dan India, di Rusia dan Ukraina, rakyat sedang bertanya: apakah yang sedang terjadi di Venezuela dan apa artinya ini?

Tidaklah perlu untuk seratus persen setuju dengan Hugo Chávez, atau mengidealisasi Revolusi Bolivarian guna memahami signifikansi kolosal dari peristiwa-peristiwa ini. Di sini untuk pertama kalinya dalam beberapa dasawarsa, seorang pemimpin dunia yang penting telah memproklamasikan kebutuhan akan sosialisme dunia dan mengutuk kapitalisme sebagai perbudakan. Dia telah berbicara secara publik di depan jutaan rakyat tentang perlunya membaca Marx, Lenin, Rosa Luxemburg dan Trotsky.

Yang terpenting dari semua itu, Chávez telah memobilisasi jutaan buruh, petani, dan pemuda di bawah panji revolusi sosialis. Dan dia sedang mencoba untuk mengantarkan suatu program nasionalisasi yang, jika diselesaikan hingga akhir, akan menandai kemenangan revolusi sosialis di suatu negara kunci di Amerika Latin dan akan menyebarkan api revolusi ke seluruh benua dan di luarnya.

Pentingnya revolusi ini dimengerti oleh kaum imperialis, yang sedang mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menghancurkan revolusi yang baru saja lahir. Mereka sedang mengerahkan kekuatan besar untuk menghancurkan revolusi Venezuela. Buruh di seluruh dunia harus mengerahkan kekuatan dari gerakan buruh internasional untuk menghentikan mereka.

Pertahankan Revolusi Venezuela!

Hidup Sosialisme!

Hands Off Venezuela!

Mexico City, Jumat 18 Mei 2007

*Diterjemahkan oleh Shane, diedit oleh Ted Sprague, 26 Juni 2007

28/05/2007

Venezuela: Revolusi Kini Bermakna Partisipasi


Zely Ariane

Judul Buku: Memahami Revolusi Venezuela, Perbincangan Hugo Chávez dengan Martha Harnecker
Penerbit: Aliansi Muda Progressif (AMP) dan Institut for Global Justice (IGJ)
Februari 2007

dari "Teropong, Pikiran Rakyat, 21 Mei 2007" http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2007/052007/21/teropong/lainnya05.htm

Chávez memahami bahwa rakyat memujanya, namun ia ingin mengubah cinta itu menjadi organisasi … Menurutnya, hanya revolusi lah yang dapat membawa Venezuela keluar dari krisis… (Hal. 18)


Sejak tahun 1998, teori revolusi mendapatkan arena pengujian baru di Venezuela. Sebuah arena dimana jalan damai dan demokrasi dipilih menjadi aturan main utamanya. Sebuah revolusi damai tak berarti kompromi terhadap pengambilalihan (baca: kontrol) sumber-sumber kekayaan negeri dari dominasi asing demi distribusi pendapatan yang lebih adil dan peningkatan produktivitas rakyat. Demokrasi tak berhenti pada putaran-putaran elektoral semu tanpa partisipasi riil rakyat, melalui organisasi-organisasinya; kelompok-kelompoknya; pikiran-pikiran dan kehendaknya. Setidaknya dua gagasan pokok itulah yang dapat saya simpulkan setelah menyelesaikan buku ini.

Revolusi yang semakin terdistorsi maknanya pasca kejatuhan Uni Sovyet dan keruntuhan tembok Berlin 18 tahun lalu, bagi banyak orang sudah dianggap usang. Namun oleh Hugo Chávez Fríaz, Presiden Republik Bolivarian Venezuela, ditegaskan kembali dengan pilihan metode yang sangat mengesankan: demokrasi. Tidak ada satupun negeri demokratis di dunia ini (pun Amerika Serikat) yang pemerintah berkuasa dan berbagai kebijakannya dilegitimasi hingga delapan (8) kali melalui referendum—tak berhenti pada mekanisme perwakilan.

‘Memahami Revolusi Venezuela’ mencoba mengajak kita lebih kritis terhadap tata kehidupan dunia saat ini, bahwa sebuah dunia baru tak mustahil jika kita aktif membangunnya. Buku ini juga menelanjangi berbagai kelemahan dan kesulitan yang dihadapi oleh aparatus pemerintah pro revolusi di tengah ancaman dan sabotase bertubi-tubi dari kelompok oposisi (Bab III dan IV); media-media massa raksasa (Bab VI); dan tentu saja, Amerika Serikat, penopang kepentingan modal terbesar di dunia (Bab V). Padahal jalan kekerasan bisa saja menjadi opsi untuk mengatasinya, namun tokh, kebangkitan partisipasi rakyat melalui berbagai organisasinya, adalah jalan yang sudah terbukti lebih ampuh di tahun 2002 (mengembalikan Chávez dari kudeta oposisi—hal 211) dan 2004 (mengalahkan referendum pemecatan).

Banyak pemberitaan menuduh pemerintah Chávez sebagai diktator militer (karena Chávez dan penopang utama revolusinya adalah tentara), namun tak banyak bukti yang bisa mendukungnya. Tak ada media yang dibredel (kecuali peghentian izin siaran stasiun RCTV yang memang terbukti terlibat kudeta 11 April 2002); organisasi rakyat malah dipromosikan; referendum berulang-ulang; Trias Politica, sebagai pilar demokrasi modern bahkan ditambah dua (Pemilihan Umum dan Warga Negara) menjadi Penta Politica.

Buku ini, oleh Martha Harnecker, tampaknya bukan ditujukan untuk kalangan awam. Seperti yang telah saya sebutkan, bahwa ia bermanfaat bagi para pekerja dan pemikir sosial politik (intelektual, mahasiswa, aktivis, pengajar, politisi, anggota partai, sejarawan, dan seterusnya) yang jujur dan resah terhadap realitas kehidupan mayoritas rakyat yang sengsara akibat kemiskinan struktural yang berkepanjangan. Secara tak langsung Martha juga hendak mengungkapkan bahwa Chávez adalah kunci dalam memahami Revolusi Venezuela.

Revolusi ini memberikan sebuah pilihan jalan keluar melawan dikte kebijakan pro neoliberal. Melalui jalan damai dan demokratis, Venezuela membuat mungkin apa yang tidak mungkin bagi banyak orang: mengambil alih industri migas; membangun industri pokok di bawah kontrol buruh; mendistribusi kekayaan negeri; mengorganisasikan kekuatan rakyat miskin; melakukan referendum; melunasi utang luar negeri; memutus hubungan dengan IMF; dan seterusnya, dan seterusnya.

Tentu saja revolusi jenis ini akan memanen kontroversi di berbagai kalangan yang turut mengimani teori revolusi. Tapi, tak ada pakem dalam revolusi, kecuali bahwa ia merupakan transformasi yang tidak setengah-setengah (menyeluruh) serta berakar pada realitas (hal 70), tidak hanya di dalam ruang-ruang ide yang bisu di hadapan realitas. Revolusi oleh rakyat Venezuela kini dianggap sebagai satu-satunya jalan untuk dapat merubah nasib, sehingga mereka berbondong-bondong mempertahankannya. Revolusi kini bermakna partisipasi; kebangkitan rakyat yang menolak menjadi kuli dan semata-mata dinilai lewat kertas suara. Kini mereka berhendak mengatur negerinya dengan tangan-tangannya sendiri, melalui konstitusi yang mereka tentukan sendiri. “Kami tidak boleh melakukan kesalahan dengan mengambil kekuasaan dari rakyat, sumber dimana kami memperoleh kekuasaan” (hal. 71), pernyataan Chávez ini saya pikir adalah kunci dalam memahami revolusi untuk merubah dunia saat ini. ***

Makna Pengorganisasian Pemuda dan Rakyat Miskin Venezuela bagi Indonesia



Dika M N dan Zely Ariane

· Perjuangan pokok rakyat Venezuela saat ini adalah membebaskan tanah airnya (bahkan mulai meluas ke seluruh penjuru kawasan Amerika Latin) dari imperialisme (perjuangan pembebasan nasional tahap 2/Revolusi Demoratik) sekaligus meletakkan dasar/landasan bagi pembangunan sosialisme abad 21. Perjuangan inilah yang disebut sebagai Revolusi Bolivarian.

· Karakter Revolusi Bolivarian yang demokratik, pasca pemilu 2006 lalu dipertegas sebagai Revolusi Bolivarian untuk Sosialisme, atau yang kemudian disempurnakan menjadi Revolusi Sosialis Bolivarian (saat ini semakin dipertegas dengan perubahan nama negara menjadi Republik Sosialis Bolivarian Venezuela).

· Selain Tentara, Kaum muda dan Orang Miskin (80% dari keseluruhan penduduk—di desa [petani pribumi] dan di kota) adalah motor penggerak bagi Revolusi ini. Perannya sangat jelas terlihat di dalam Film Dokumenter “Revolution Will Not Be Televised” (2003), yang berhasil mengembalikan Chavez ke kursi kepemimpinan nasional, dan menggagalkan (yang hanya bertahan 1 hari) kudeta oposisi pro neoliberalisme.

· Konstitusi Venezuela tahun 1999 dengan jelas dan gamblang menjamin konsolidasi kekuatan rakyat untuk mensukseskan Revolusi. Selain instrumen-instrumen demokrasi formal “Trias Politica”, konstitusi menjamin pelaksanaan referendum rakyat; hak-hak dasar rakyat dan kaum perempuan; serta mekanisme pengambilan keputusan lewat Dewan-dewan Komunal (selain melalui mekanisme Trias Politica yang ada).

· Bahwa kaum muda, yang tulus dan bekerja bahu-membahu bersama rakyat miskin, adalah energi terbesar bagi Revolusi. Di tahap awal Revolusi (1998-2000), selain tentara, organisasi pemuda adalah motor kedua terlaksananya program-program social (Social Mission). Sebuah Institut Pemuda Nasional (INJ) didirikan untuk menyatukan kekuatan dan cara pandang kaum muda (khususnya mahasiswa) terhadap Revolusi dan tugas-tugas perjuangannya. Pada perjalanannya, organisasi-organisasi pemuda revolusioner lainnya berdiri, termasuk pembentukan Front Fransisco De Miranda (FFM). FFM adalah generasi muda baru hasil dari proses revolusi yang secara rutin memperoleh pendidikan politik di Kuba. Di dalamnya bergabung berbagai organisasi pemuda kiri yang sudah lebih dulu berdiri sebelum revolusi.

· Tugas utama kaum muda ini adalah mengadvokasi rakyat miskin. Mendorong rakyat aktif/mengambil peran yang lebih besar dalam proses revolusi, melalui aktivitas-aktivitas di dalam komite-komite program social (komite kesehatan, komite pendidikan, komite perempuan, komite makanan/pasar murah, komite tanah/pertanian kota, dsb). Tugas selanjutnya adalah menjadi tenaga pengajar (program pendidikan dasar Mission Robinson) dan sukarelawan di dalam program-program social. Selain itu, partisipasi mereka di dalam partai-partai politik pro-revolusi juga meningkat. Dimana-mana di seluruh universitas (khususnya universitas-universitas Simon Bolivar dan universitas negeri yang sudah ada) komite-komite mahasiswa berdiri dan mendiskusikan perencanaan advokasi rakyat miskin, persoalan-persoalan pendidikan di kampus, program-program untuk mempertahankan revolusi dan pendalaman mengenai sosialisme (lihat dokumentasi).

· Bersamaan dengan itu, pengorganisasian rakyat miskin melalui misi-misi social, yang pada awalnya didampingi oleh tenaga muda mahasiswa, sedikit demi sedikit mulai melahirkan pemimpin-pemimpin di tingkat komunitas rakyat miskin sendiri (mandiri). Contoh yang paling fenomenal adalah kesuksesan komunitas Barrio 23 de Ennero (Kampung 23 Januari) di Caracas, Venezuela. Sebelum Chavez berkuasa, kampung ini terkenal sebagai kampung yang sudah terbebaskan “Liberated Barrio”. Kampung yang terdiri dari +/- 200.000 KK miskin ini, adalah satu-satunya kawasan yang tidak dapat ditundukkan dengan administrasi/kewenangan (tidak berada di bawah otoritas) pejabat publik setempat. Kantor Polisi (Polsek) yang berada di sekitar kawasan itu sejak lama sudah diduduki dan dijadikan taman bermain anak oleh warga. Ketika Chavez di kudeta (2002), kawasan ini menyumbang dukungan mobilisasi yang luar biasa besar untuk menuntut Chavez kembali berkuasa. Mulai saat itu, pemerintah Chavez adalah satu-satunya pemerintah yang diakui otoritasnya oleh Barrio 23 tersebut.

· Di dalam Pidatonya membuka Festival Pemuda-Mahasiswa Sedunia di Caracas Agustus 2005, Chavez menegaskan, bahwa masa depan revolusi ini bukan berada di tangannya, melainkan di tangan para pemuda mahasiswa, buruh, kaum miskin, petani pribumi dan kaum muda perempuan, yang mengabdikan dirinya untuk pembebasan dan kemajuan rakyat miskin. Kaum muda Republik Ke-Lima merupakan generasi baru revolusi yang akan menggantikan para birokrat korup produk dari Republik Ke-Empat.

· Catatan tambahan sumbangan revolusi terhadap kebangkitan gerakan buruh Venezuela: Pasca proses re-nasionalisasi terhadap PDVSA (Perusahaan Minyak Negara) tahun 2002-2003; proses pengambilalihan berbagai industri dasar, baik yang ditinggalkan/bangkrut oleh para pegusaha pro oposisi, maupun yang memang diambil alih manajemennya dari tangan oposisi tahun 2002-2004; Venezuela memasuki sebuh fase baru yang menguntungkan bagi penguatan gerakan buruh, yang sebelumnya hancur (dalam makna gerakan) akibat de-industrialisasi.

Inspirasi Venezuela yang Saat Ini Dipraktekkan oleh SRMK

· Pelajaran yang dapat kami petik dari perjuangan rakyat di Venezuela adalah : 1. Kemajuan dan kesejahteraan rakyat ternyata terletak pada karakter kekuasaan pemerintah. Sehingga untuk berjuang melawan pemerintahan yang berkarakter pro-modal (baik dalam negeri maupun asing) tidak boleh ada keraguan untuk bertarung merebut kekuasaan di segala medan—parlementer dan ekstraparlementer. 2). Pemerintahan yang merdeka-berdaulat-mandiri adalah syarat bagi terwujudnya program-program kerakyatan. 3). Dukungan, mobilisasi, dan partisipasi demokratik rakyat dalam lingkaran-lingkaran, dewan-dewan rakyat adalah syarat program-program kerakyatan bisa diterapkan dan dipertahankan dari serangan neoliberal dan agen-agen dalam negerinya.

· Di DKI Jakarta, SRMK ada di 4 kotamadya, 11 kecamatan, 16 Kelurahan, 86 Rt, sementara di luar DKI terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogjakarta, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan (Makassar), Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Timur

· Selain aktif menyebarluaskan gagasan perlawanan terhadap neoliberal berserta boneka-nya di negeri ini, kami membuka posko pembelaan bagi rakyat miskin. Dengan kegiatan meliputi: mengkompilasi dan menyiarkan berita-berita persoalan serta perjuangan rakyat (melalui Warta Posko) setiap dua minggu; mengadvokasi hak-hak dasar rakyat, seperti: kesehatan, pendidikan, bahan makanan pokok, sanitasi lingkungan, infrastruktur kampung, layanan administrasi, hingga pengaduan bencana—banjir, penggusuran, dan sebagainya.

· Kegiatan di atas merupakan taktik untuk membangkitkan perjuangan rakyat miskin. Dari serangkaian pengalaman advokasi tersebut, kami menyempurnakan konsep pengorganisasian rakyat miskin: dari melayani menjadi memandirikan; dari anggota posko menjadi anggota SRMK. Posko hanyalah jembatan untuk memajukan kesadaran rakyat agar mandiri. Rakyat sendirilah yang harus berupaya agar ia didengarkan, dihargai, hingga kemudian setara di muka hukum. Kami menyadari betapa sulitnya membangkitkan rakyat miskin kota yang telah lama dicekoki budaya oportunisme dan terima beres. Oleh karena itu metode Multi-Level Organizer (MLO) diterapkan.

· Para Kader yang menggerakan pengorganisiran di tingkat pusat adalah para pemuda miskin. Di tingkat kampung umumnya dipimpin oleh Ibu-ibu. Mayoritas massa yang terlibat dalam kegiatan ini adalah kaum ibu yang bekerja sebagai tenaga cuci-gosok, pemulung, kaki lima, pengamen, buruh, ibu rumah tangga, bahkan preman (yang mengalami kekerasan oleh aparat saat diinterogasi dan ditahan).

· Pekerjaan lainnya yang juga secara reguler (3-4 bulanan) dan bertahap, serta simultan dilakukan bersama advokasi adalah mengorganisir aksi menuntut. Ada tiga tahap yang harus dilalui sebelum melakukan aksi menuntut reguler. Pertama, melakukan investigasi isu-isu dan tuntutan mendesak rakyat setempat dan, selain itu, juga tentang kadar semangat perlawanan, kesadaran politik, sosial dan budaya mereka; kedua, penyadaran (untuk mengatasi problem-problem yang didapati saat investigasi) melalui berbagai aktivitas kampanye (propaganda), biasanya dengan pendidikan di ruang tertutup; selebaran; warta posko; debat publik di gang-gang kampung; press release; dan sebagainya; dan yang terakhir adalah mobilisasi sebagai perwujudan kesadaran kolektif untuk memperjuangkan hak-haknya. Warga sudah sangat paham bahwa jika mereka hanya berpangku tangan maka tidak akan ada perubahan nasib yang dengan sendirinya jatuh dari langit. Tiga aktivitas bertahap tersebut secara simultan dibarengi juga dengan aktivitas pengumpulan dana juang (Rp.500,- per hari per warga/anggota) dan perluasan—geografis/teritorial dan pembangunan front.

· Kami menyadari bahwa untuk merubah arah kebijakan dan administrasi pemerintahan dengan cepat membutuhkan partisipasi dalam bentuk mobilisasi rakyat yang sangat besar dan luas. Masih kuatnya ilusi dan sogokan terhadap rakyat miskin oleh pemerintah SBY-JK membuat upaya perubahan ini mengalami banyak hambatan, termasuk ancaman pemerintah bahwa pencabutan mandat harus dilakukan lewat pemilu. Oleh karena itu, sebagian besar anggota SRMK mendukung inisiatif kami, bersama berbagai organisasi massa dan partai politik radikal, membentuk Partai Persatuan Pembebasan Nasional (PAPERNAS), sebagai upaya konstitusional untuk merubah arah kebijakan negara menjadi pro-rakyat miskin, dan sebagai cara/taktik lain, parlementer (baca: mendapatkan kekuasaan) untuk mempermudah mencapai tujuan perjuangan.

· Sekali lagi, jalan parlementer tersebut kami pahami sebagai pilihan lain dalam metode perjuangan, yang bisa dimanfaatkan untuk mempercepat keberhasilan perjuangan, tapi bukan satu-satunya metode perjuangan.


***

09/05/2007

Belajar Dari Sandinista di Nikaragua (Bagian 3-Habis)

Paska revolusi 19 Juli 1979, Sandinista berkuasa secara demokratik hanya selama satu dekade. Pada 29 Februari 1990, melalui sebuah pemilu, Sandinista kalah dalam perolehan suara dari UNO (National Union of the Opposition). Presiden Daniel Ortega Seevadra dari Sandinista pun turun tahta. Penggantinya adalah bekas kompatriotnya di Junta, Violeta Barrios de Chamorro, yang kini berbendera UNO. Kekalahan Sandinista dalam pemilu kedua ini telah mendatangkan banyak perdebatan, baik secara ideologis, politis, maupun organisasi. Bagi kalangan anti Sandinista kekalahan ini pertanda bahwa FSLN telah gagal dalam mengemban amanat kepercayaan rakyat, bahwa FSLN gagal dalam mewujudkan kemakmuran ekonomi yang dijanjikannya. Pada tataran ideologis, kekalahan Sandinista ini merupakan tabuhan lonceng selanjutnya bagi kematian sebuah alternatif pembangunan di luar jalan kapitalisme. Analisa lain menyatakan, kekalahan Sandinista lebih disebabkan oleh intervensi yang sangat sistematis dan berskala besar yang dilakukan pemerintahan Amerika Serikat di bawah sang koboi, Ronald Reagan.

Politik Kolaborasi Kelas?

Dari berbagai analisa, saya melihat ada dua penjelasan yang bisa membantu kita untuk melihat kegagalan Sandinista dalam pemilu 1990. Pertama, penyebab yang datang dari watak revolusi 1979, dan kedua sebagai akibat dari kebijakan luar negeri AS yang agresif.

Penyebab pertama, berangkat dari kritik internal kalangan Marxis terhadap ideologi yang diusung FSLN dan dampaknya pada level kebijakan politik dan ekonomi. Sebagian kalangan Marxis berpendapat, revolusi 1979 lebih mencerminkan revolusi nasional, popular, demokratik dan anti-imperialis dimana tuntutan perjuangan kelas bukan merupakan kebutuhan mendesak dikedepankan. Bagi kalangan ini, adalah salah jika menyatakan revolusi 1979 merupakan revolusi sosialis, dimana kepemimpinan revolusi berada di tangan proletariat perkotaan yang didukung oleh kaum tani. FSLN sendiri pada dasarnya adalah sebuah organisasi yang didominasi oleh borjuis kecil yang radikal dan nasionalis, dimana secara historis FSLN memang dibangun di atas basis petani dan mahasiswa. Menilik ciri dasarnya ini, sejak awal revolusi 1979 itu telah ditakdirkan untuk gagal.

Karena merupakan revolusi nasional, popular dan demokratik, maka revolusi ini tidak menuntaskan misinya dalam wujud pengambilalihan hak milik borjuasi dan menjadikan revolusi tersebut bersifat internasional. Revolusi 1979 berhenti sebagai revolusi demokratik yang tetap mempertahankan sistem politik demokrasi borjuasi. Jika kita merujuk pada tesis Lenin tentang ciri dari revolusi sosialis seperti (1) tidak adanya tentara yang terpisah, melainkan sebuah tentara rakyat; (2) seluruh pejabat, manager dan sebagainya secara reguler dipilih oleh organisasi buruh, dengan hak untuk dipecat sewaktu-waktu; (3) seluruh pejabat menerima upah yang sama sebagai buruh terlatih; dan (4) partisipasi rakyat dalam seluruh tugas-tugas administrasi; dengan manajemen dan kontrol langsung masyarakat melalui dewan-dewan buruh (Soviets), maka revolusi Sandinista hanya berhasil membentuk sebuah tentara rakyat yang berada di bawah kontrol FSLN.

Pada level politik, sebagai hasil dari revolusi yang berwatak nasional dan demokratik itu, FSLN membangun sebuah koalisi yang lebih tepat disebut sebagai kolaborasi kelas. Dalam rangka perjuangan menumbangkan Somoza, misalnya, FSLN tidak bersungguh-sungguh menumbuhkan sebuah kekuatan kelas pekerja yang independen dan mandiri tapi, lebih cenderung membangun aliansi besar dengan kalangan borjuasi dan demokrat liberal dengan konsesi yang luas. Ini, misalnya, terlihat dari lima komposisi keanggotaan junta dimana FSLN hanya kebagian jatah dua orang. Padahal kekuatan terbesar dan terkuat dari junta adalah FSLN. Akibatnya, ketika FSLN mencoba memperluas pengaruhnya dalam junta dengan memperbanyak jumlah anggota dewan nasional, dengan segera terjadi keretakan di tubuh Junta. Violeta Barrios de Chamorro dan Alfonso Rebelo Callejas kemudian menyatakan mundur dari junta. Keduanya lalu digantikan oleh politisi non-Sandinista yang lebih konservatif.

Perpecahan ini memang telah diramalkan sejak awal. Bagi kalangan liberal, revolusi 1979 telah usai seiring dengan hengkangnya diktator Somoza. Kini saatnya untuk membangun kembali institusi politik (demokrasi liberal) dan institusi ekonomi (pasar bebas) yang menjamin hak kepemilikan pribadi. Dalam nada berkelakar, Sklaar menyatakan bahwa setelah revolusi para demokrat liberal itu berpikir bagaimana memperoleh beasiswa untuk belajar ke universitas-universitas terkemuka di AS dan Eropa Barat. Sementara bagi FSLN, revolusi 1979 justru merupakan sebuah awal untuk membangun ekonomi rakyat dan membangun partisipasi politik rakyat yang kuat. Yang mereka inginkan bukan hanya hengkangnya Somoza tapi juga Somocisme tanpa Somoza.

Politik kolaborasi kelas ini paling tampak dan menyumbang terbesar bagi kekalahan FSLN adalah kebijakan "Ekonomi Campuran/Mixed Economy." Bagi kalangan Marxis ortodoks, kebijakan ini sungguh sangat aneh dan membingungkan kalau tidak, malah merupakan penyelewengan terhadap konsepsi dasar Marxian. Kebijakan ini menjelaskan bahwa FSLN adalah penganut reformisme, dimana esensi reformisme adalah gradualisme. Konsepsi ini dipandang lebih merefleksikan konsepsi borjuis kecil yang hendak memaksimalkan pembangunan ekonomi nasional melalui pengkombinasian kapitalisme dengan kepemilikan kolektif. Dengan tetap mempertahankan bentuk ekonomi borjuis, maka Nikaragua di bawah Sandinista tetap merupakan sebuah negara borjuis karena FSLN pada hakekatnya tetap mempertahankan kepemilikan borjuis. Toh walaupun demikian, borjuasi Nikaragua yang tidak memiliki kekuatan signifikan secara politik tapi menguasai sektor ekonomi, dalam perkembangannya sering memboikot kebijakan-kebijakan FSLN yang populis. Di samping itu, walaupun borjuasi memperoleh insentif dari pemerintah namun, karena mereka tidak memiliki bargaining politik yang kuat, mereka selalu merasakan secara politik kedudukannya tidak stabil. Sebagaimana alasan yang dikatakan oleh salah seorang eksekutif muda yang melarikan uangnya ke luar negeri, "pemerintah memang memberikan insentif ekonomi tapi, yang kami butuhkan adalah kepercayaan pada iklim politik" (Sklaar, 1988).

Hasil selanjutnya dari revolusi nasional dan demokratik ini, FSLN terjebak untuk melakukan kompromi dengan imperialisme AS. Ketika presiden Reagan menghembuskan isu bahwa FSLN melakukan ekspor revolusi ke negara-negara Amerika Tengah lainnya, FSLN dengan bersungguh-sungguh membantah isu tersebut. Padahal menginternasionalkan revolusi merupakan salah satu prasyarat utama untuk melindungi revolusi 1979 dari serangan imperialisme AS. Politik moderat dan kompromis terhadap AS ini, juga disebabkan oleh tekanan yang dilakukan oleh Uni Sovyet di bawah Gorbachev dan Kuba. Dan bukan kebetulan jika Sovyet dan Kuba saat itu sedang keteteran dalam menghadapi perang dingin melawan Washington.

Agresi AS

Tetapi, tidak semua kalangan Marxis bersepakat dengan analisa di atas. Sebagian menyatakan bahwa secara ideologis FSLN tidak keluar dari garis Marxisme. Menyebut bahwa pemerintahan Sandinista yang merupakan pemerintahan buruh-tani sebagai sebuah penyelewengan, justru bertentangan dengan konsepsi Lenin tentang "pemerintahan buruh dan tani" dalam artikelnya yang berjudul "The Revolutionary-Democratic Dictatorship of the Proletariat and the Peasantry." Bagi pembela FSLN, kritik yang menyatakan bahwa FSLN dikuasai oleh para pemimpin yang berideologi borjuis kecil, lebih merupakan refleksi dari kelompok Trotsky yang avonturis, sektarian dan ahistoris. Kekalahan FSLN dalam banyak segi lebih disebabkan oleh politik agresi AS yang berbasiskan pada Doktrin Monroe-Reagen, dimana politik dalam negeri sebuah negara asing merupakan subyek yang harus dikontrol oleh AS. Di bawah pemerintahan Jimmy Carter, AS memang terus berupaya untuk meminimalisir peran FLSN paska revolusi. Tapi, strategi yang dipakai oleh Carter bersifat moderat, tujuannya adalah menjinakkan FSLN agar sesuai dengan garis kepentingan AS. Ketika Washington kehilangan kontrol terhadap FSLN, pemerintah Carter membatalkan bantuan dana kepada Nikaragua dalam bidang sosial dan kesehatan.

Setelah Reagan menempati Gedung Putih pada 1980, kebijakan luar negeri terhadap Nikaragua berjalan semakin agresif. Reagen menentang seluruh proyek bantuan terhadap Nikaragua, dan mengusulkan agar Washington bergerak lebih maju dengan mengaplikasikan teori domino. Kata Reagan, "I disagree with...the aid that we have provided...I think we are seeing the aplication of the domino theory...and I think it's time the people of the United States realize....that we're the last domino," (Sklaar, 1988).

Bagi Washington, keberadaan FSLN di Nikaragua yang berpenduduk sekitar 3 juta jiwa itu merupakan batu loncatan bagi Uni Sovyet untuk menguasai Amerika Tengah. FSLN dengan demikian tidak dilihat sekadar karena ia merupakan organisasi yang beraliran Marxis, yang menerapkan garis politik moderat terhadap borjuasi dan yang berusaha untuk mengakomodasi politik luar negeri AS, tapi, dilihat dalam konteks perang dingin. Karena itu pula, FSLN menjadi target untuk dilikuidasi.

Dalam kebijakan yang agresif ini, menurut Mark Major (The Sandinista Revolution and the "Fifth Freedom," 2005), pemerintahan Reagan menerapkan tiga kebijakan yang berjalan serempak dan seiring. Pertama, melancarkan agresi militer dengan membantu melatih dan mempersenjatai gerakan kontrarevolusi Contra. Contra merupakan sebuah gerakan kontrarevolusi yang sebagian besar beranggotakan mantan prajurit Garda Nasional, yang bergerak menyerang target-target yang dipesan oleh AS. Sasarannya terutama target ekonomi dengan tujuan memboikot dan mengakhiri harapan rakyat atas pembangunan ekonomi dan reform sosial yang dijalankan oleh FSLN.

Namun demikian, ada kepercayaan yang kuat di Washington bahwa Contra tidak akan sanggup mengalahkan FSLN yang didukung oleh mayoritas rakyat Nikaragua. Karena itu, strategi kedua adalah melancarkan perang ekonomi. Di sini, pemerintahan Reagan selain memutuskan seluruh bantuan yang dijanjikan oleh Carter, juga melakukan tekanan keras untuk memaksa Bank Dunia dan Inter-American Development Bank agar menghentikan seluruh proyek dan bantuan kepada Nikaragua. Tujuannya untuk menghancurkan apa yang disebut OXFAM sebagai "contoh bagus yang mengancam." Dengan hancurnya sektor ekonomi, maka popularitas FSLN dimata rakyat akan anjlok dan memberi pembenaran bagi tindakan kontrarevolusi yang dilancarkan oleh Contra. Ketiga, sebagai tambahan dari perang militer dan ekonomi, Washington juga melancarkan perang propaganda melalui media, yang dikoordinasikan oleh State Department's Office of Public Diplomacy for Latin America and the Caribbean (S/LPD). Faktanya, S/LPD ini berada di bawah arahan the National Security Council. Tujuan dari perang propaganda ini adalah "a vast psychological warfare operation of the kind the military conducts to influence a population in enemy territory," dimana musuh ini tidak hanya Nikaragua tapi juga adalah publik AS (khusunya adalah Kongres). The S/LPD membanjiri media massa AS dengan berita, lembaran-lembaran op-ed, bocoran rahasia dan pidato-pidato yang isinya berupa kebohongan dan pemutarbalikkan.

Hasilnya memang luar biasa. Walau tak sepenuhnya sukses, perang propaganda itu telah membutakan rakyat AS terhadap praktek kotor pemerintahan Reagan di kawasan Amerika Tengah. Sebagaimana ratapan Reagan dalam otobiografinya, "For eight years the press called me the 'Great Communicator.' Well, one of my greatest frustrations during those eight years was my inability to communicate to the American people and to Congress the seriousness of the threat we faced in Central America." Serangan gencar AS secara berlapis ini pada akhirnya memaksa FSLN untuk mengambil sejumlah langkah kompromi. Perang militer menyebabkan proyek partisipasi politik langsung dari bawah terpaksa dilikuidasi. Dalam menghadapi Contra yang bersenjata dan terlatih, FSLN kembali mengaktifkan struktur organisasi yang ketat dengan kepemimpinan yang disiplin. Langkah ini jelas menyebabkan organisasi bersifat hierarkhis dan hubungan FSLN dengan organisasi massa menjadi bersifat top-down. Sementara perang ekonomi menyebabkan proyek-proyek sosial FSLN berjalan tersendat-sendat. Pada tahun 1989 misalnya, FSLN terpaksa mengambil langkah tidak populer yakni, memberlakukan kebijakan pengetatan ekonomi. Itu artinya, FSLN memotong bantuan subsidi bagi pengembangan ekonomi rakyat yang mengakibatkan anjloknya taraf hidup rakyat miskin. Protes pun mulai bermunculan dan FSLN merespon protes tersebut sebagai gerakan kontrarevolusioner.

Pada akhirnya, FSLN tunduk pada tekanan dunia internasional yang berada di bawah pengaruh AS. Pada 1990 Sandinista kembali menggelar pemilu kedua paska revolusi 1979. Kali ini, Dewi Fortuna tidak berpihak kepada FSLN. Dan seiring kemenangan UNO dan naiknya Violeta Chamoro, Nikaragua membuka pintu terhadap pemberlakuan kebijakan neoliberal. Seluruh proyek sosial yang dijalankan FSLN pun digunting habis hingga kini. Hasilnya, Nikaragua tetap menjadi jawara negara termiskin di Amerika Tengah.***