28/05/2007

Makna Pengorganisasian Pemuda dan Rakyat Miskin Venezuela bagi Indonesia



Dika M N dan Zely Ariane

· Perjuangan pokok rakyat Venezuela saat ini adalah membebaskan tanah airnya (bahkan mulai meluas ke seluruh penjuru kawasan Amerika Latin) dari imperialisme (perjuangan pembebasan nasional tahap 2/Revolusi Demoratik) sekaligus meletakkan dasar/landasan bagi pembangunan sosialisme abad 21. Perjuangan inilah yang disebut sebagai Revolusi Bolivarian.

· Karakter Revolusi Bolivarian yang demokratik, pasca pemilu 2006 lalu dipertegas sebagai Revolusi Bolivarian untuk Sosialisme, atau yang kemudian disempurnakan menjadi Revolusi Sosialis Bolivarian (saat ini semakin dipertegas dengan perubahan nama negara menjadi Republik Sosialis Bolivarian Venezuela).

· Selain Tentara, Kaum muda dan Orang Miskin (80% dari keseluruhan penduduk—di desa [petani pribumi] dan di kota) adalah motor penggerak bagi Revolusi ini. Perannya sangat jelas terlihat di dalam Film Dokumenter “Revolution Will Not Be Televised” (2003), yang berhasil mengembalikan Chavez ke kursi kepemimpinan nasional, dan menggagalkan (yang hanya bertahan 1 hari) kudeta oposisi pro neoliberalisme.

· Konstitusi Venezuela tahun 1999 dengan jelas dan gamblang menjamin konsolidasi kekuatan rakyat untuk mensukseskan Revolusi. Selain instrumen-instrumen demokrasi formal “Trias Politica”, konstitusi menjamin pelaksanaan referendum rakyat; hak-hak dasar rakyat dan kaum perempuan; serta mekanisme pengambilan keputusan lewat Dewan-dewan Komunal (selain melalui mekanisme Trias Politica yang ada).

· Bahwa kaum muda, yang tulus dan bekerja bahu-membahu bersama rakyat miskin, adalah energi terbesar bagi Revolusi. Di tahap awal Revolusi (1998-2000), selain tentara, organisasi pemuda adalah motor kedua terlaksananya program-program social (Social Mission). Sebuah Institut Pemuda Nasional (INJ) didirikan untuk menyatukan kekuatan dan cara pandang kaum muda (khususnya mahasiswa) terhadap Revolusi dan tugas-tugas perjuangannya. Pada perjalanannya, organisasi-organisasi pemuda revolusioner lainnya berdiri, termasuk pembentukan Front Fransisco De Miranda (FFM). FFM adalah generasi muda baru hasil dari proses revolusi yang secara rutin memperoleh pendidikan politik di Kuba. Di dalamnya bergabung berbagai organisasi pemuda kiri yang sudah lebih dulu berdiri sebelum revolusi.

· Tugas utama kaum muda ini adalah mengadvokasi rakyat miskin. Mendorong rakyat aktif/mengambil peran yang lebih besar dalam proses revolusi, melalui aktivitas-aktivitas di dalam komite-komite program social (komite kesehatan, komite pendidikan, komite perempuan, komite makanan/pasar murah, komite tanah/pertanian kota, dsb). Tugas selanjutnya adalah menjadi tenaga pengajar (program pendidikan dasar Mission Robinson) dan sukarelawan di dalam program-program social. Selain itu, partisipasi mereka di dalam partai-partai politik pro-revolusi juga meningkat. Dimana-mana di seluruh universitas (khususnya universitas-universitas Simon Bolivar dan universitas negeri yang sudah ada) komite-komite mahasiswa berdiri dan mendiskusikan perencanaan advokasi rakyat miskin, persoalan-persoalan pendidikan di kampus, program-program untuk mempertahankan revolusi dan pendalaman mengenai sosialisme (lihat dokumentasi).

· Bersamaan dengan itu, pengorganisasian rakyat miskin melalui misi-misi social, yang pada awalnya didampingi oleh tenaga muda mahasiswa, sedikit demi sedikit mulai melahirkan pemimpin-pemimpin di tingkat komunitas rakyat miskin sendiri (mandiri). Contoh yang paling fenomenal adalah kesuksesan komunitas Barrio 23 de Ennero (Kampung 23 Januari) di Caracas, Venezuela. Sebelum Chavez berkuasa, kampung ini terkenal sebagai kampung yang sudah terbebaskan “Liberated Barrio”. Kampung yang terdiri dari +/- 200.000 KK miskin ini, adalah satu-satunya kawasan yang tidak dapat ditundukkan dengan administrasi/kewenangan (tidak berada di bawah otoritas) pejabat publik setempat. Kantor Polisi (Polsek) yang berada di sekitar kawasan itu sejak lama sudah diduduki dan dijadikan taman bermain anak oleh warga. Ketika Chavez di kudeta (2002), kawasan ini menyumbang dukungan mobilisasi yang luar biasa besar untuk menuntut Chavez kembali berkuasa. Mulai saat itu, pemerintah Chavez adalah satu-satunya pemerintah yang diakui otoritasnya oleh Barrio 23 tersebut.

· Di dalam Pidatonya membuka Festival Pemuda-Mahasiswa Sedunia di Caracas Agustus 2005, Chavez menegaskan, bahwa masa depan revolusi ini bukan berada di tangannya, melainkan di tangan para pemuda mahasiswa, buruh, kaum miskin, petani pribumi dan kaum muda perempuan, yang mengabdikan dirinya untuk pembebasan dan kemajuan rakyat miskin. Kaum muda Republik Ke-Lima merupakan generasi baru revolusi yang akan menggantikan para birokrat korup produk dari Republik Ke-Empat.

· Catatan tambahan sumbangan revolusi terhadap kebangkitan gerakan buruh Venezuela: Pasca proses re-nasionalisasi terhadap PDVSA (Perusahaan Minyak Negara) tahun 2002-2003; proses pengambilalihan berbagai industri dasar, baik yang ditinggalkan/bangkrut oleh para pegusaha pro oposisi, maupun yang memang diambil alih manajemennya dari tangan oposisi tahun 2002-2004; Venezuela memasuki sebuh fase baru yang menguntungkan bagi penguatan gerakan buruh, yang sebelumnya hancur (dalam makna gerakan) akibat de-industrialisasi.

Inspirasi Venezuela yang Saat Ini Dipraktekkan oleh SRMK

· Pelajaran yang dapat kami petik dari perjuangan rakyat di Venezuela adalah : 1. Kemajuan dan kesejahteraan rakyat ternyata terletak pada karakter kekuasaan pemerintah. Sehingga untuk berjuang melawan pemerintahan yang berkarakter pro-modal (baik dalam negeri maupun asing) tidak boleh ada keraguan untuk bertarung merebut kekuasaan di segala medan—parlementer dan ekstraparlementer. 2). Pemerintahan yang merdeka-berdaulat-mandiri adalah syarat bagi terwujudnya program-program kerakyatan. 3). Dukungan, mobilisasi, dan partisipasi demokratik rakyat dalam lingkaran-lingkaran, dewan-dewan rakyat adalah syarat program-program kerakyatan bisa diterapkan dan dipertahankan dari serangan neoliberal dan agen-agen dalam negerinya.

· Di DKI Jakarta, SRMK ada di 4 kotamadya, 11 kecamatan, 16 Kelurahan, 86 Rt, sementara di luar DKI terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogjakarta, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan (Makassar), Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Timur

· Selain aktif menyebarluaskan gagasan perlawanan terhadap neoliberal berserta boneka-nya di negeri ini, kami membuka posko pembelaan bagi rakyat miskin. Dengan kegiatan meliputi: mengkompilasi dan menyiarkan berita-berita persoalan serta perjuangan rakyat (melalui Warta Posko) setiap dua minggu; mengadvokasi hak-hak dasar rakyat, seperti: kesehatan, pendidikan, bahan makanan pokok, sanitasi lingkungan, infrastruktur kampung, layanan administrasi, hingga pengaduan bencana—banjir, penggusuran, dan sebagainya.

· Kegiatan di atas merupakan taktik untuk membangkitkan perjuangan rakyat miskin. Dari serangkaian pengalaman advokasi tersebut, kami menyempurnakan konsep pengorganisasian rakyat miskin: dari melayani menjadi memandirikan; dari anggota posko menjadi anggota SRMK. Posko hanyalah jembatan untuk memajukan kesadaran rakyat agar mandiri. Rakyat sendirilah yang harus berupaya agar ia didengarkan, dihargai, hingga kemudian setara di muka hukum. Kami menyadari betapa sulitnya membangkitkan rakyat miskin kota yang telah lama dicekoki budaya oportunisme dan terima beres. Oleh karena itu metode Multi-Level Organizer (MLO) diterapkan.

· Para Kader yang menggerakan pengorganisiran di tingkat pusat adalah para pemuda miskin. Di tingkat kampung umumnya dipimpin oleh Ibu-ibu. Mayoritas massa yang terlibat dalam kegiatan ini adalah kaum ibu yang bekerja sebagai tenaga cuci-gosok, pemulung, kaki lima, pengamen, buruh, ibu rumah tangga, bahkan preman (yang mengalami kekerasan oleh aparat saat diinterogasi dan ditahan).

· Pekerjaan lainnya yang juga secara reguler (3-4 bulanan) dan bertahap, serta simultan dilakukan bersama advokasi adalah mengorganisir aksi menuntut. Ada tiga tahap yang harus dilalui sebelum melakukan aksi menuntut reguler. Pertama, melakukan investigasi isu-isu dan tuntutan mendesak rakyat setempat dan, selain itu, juga tentang kadar semangat perlawanan, kesadaran politik, sosial dan budaya mereka; kedua, penyadaran (untuk mengatasi problem-problem yang didapati saat investigasi) melalui berbagai aktivitas kampanye (propaganda), biasanya dengan pendidikan di ruang tertutup; selebaran; warta posko; debat publik di gang-gang kampung; press release; dan sebagainya; dan yang terakhir adalah mobilisasi sebagai perwujudan kesadaran kolektif untuk memperjuangkan hak-haknya. Warga sudah sangat paham bahwa jika mereka hanya berpangku tangan maka tidak akan ada perubahan nasib yang dengan sendirinya jatuh dari langit. Tiga aktivitas bertahap tersebut secara simultan dibarengi juga dengan aktivitas pengumpulan dana juang (Rp.500,- per hari per warga/anggota) dan perluasan—geografis/teritorial dan pembangunan front.

· Kami menyadari bahwa untuk merubah arah kebijakan dan administrasi pemerintahan dengan cepat membutuhkan partisipasi dalam bentuk mobilisasi rakyat yang sangat besar dan luas. Masih kuatnya ilusi dan sogokan terhadap rakyat miskin oleh pemerintah SBY-JK membuat upaya perubahan ini mengalami banyak hambatan, termasuk ancaman pemerintah bahwa pencabutan mandat harus dilakukan lewat pemilu. Oleh karena itu, sebagian besar anggota SRMK mendukung inisiatif kami, bersama berbagai organisasi massa dan partai politik radikal, membentuk Partai Persatuan Pembebasan Nasional (PAPERNAS), sebagai upaya konstitusional untuk merubah arah kebijakan negara menjadi pro-rakyat miskin, dan sebagai cara/taktik lain, parlementer (baca: mendapatkan kekuasaan) untuk mempermudah mencapai tujuan perjuangan.

· Sekali lagi, jalan parlementer tersebut kami pahami sebagai pilihan lain dalam metode perjuangan, yang bisa dimanfaatkan untuk mempercepat keberhasilan perjuangan, tapi bukan satu-satunya metode perjuangan.


***

No comments: