28/05/2007

Venezuela: Revolusi Kini Bermakna Partisipasi


Zely Ariane

Judul Buku: Memahami Revolusi Venezuela, Perbincangan Hugo Chávez dengan Martha Harnecker
Penerbit: Aliansi Muda Progressif (AMP) dan Institut for Global Justice (IGJ)
Februari 2007

dari "Teropong, Pikiran Rakyat, 21 Mei 2007" http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2007/052007/21/teropong/lainnya05.htm

Chávez memahami bahwa rakyat memujanya, namun ia ingin mengubah cinta itu menjadi organisasi … Menurutnya, hanya revolusi lah yang dapat membawa Venezuela keluar dari krisis… (Hal. 18)


Sejak tahun 1998, teori revolusi mendapatkan arena pengujian baru di Venezuela. Sebuah arena dimana jalan damai dan demokrasi dipilih menjadi aturan main utamanya. Sebuah revolusi damai tak berarti kompromi terhadap pengambilalihan (baca: kontrol) sumber-sumber kekayaan negeri dari dominasi asing demi distribusi pendapatan yang lebih adil dan peningkatan produktivitas rakyat. Demokrasi tak berhenti pada putaran-putaran elektoral semu tanpa partisipasi riil rakyat, melalui organisasi-organisasinya; kelompok-kelompoknya; pikiran-pikiran dan kehendaknya. Setidaknya dua gagasan pokok itulah yang dapat saya simpulkan setelah menyelesaikan buku ini.

Revolusi yang semakin terdistorsi maknanya pasca kejatuhan Uni Sovyet dan keruntuhan tembok Berlin 18 tahun lalu, bagi banyak orang sudah dianggap usang. Namun oleh Hugo Chávez Fríaz, Presiden Republik Bolivarian Venezuela, ditegaskan kembali dengan pilihan metode yang sangat mengesankan: demokrasi. Tidak ada satupun negeri demokratis di dunia ini (pun Amerika Serikat) yang pemerintah berkuasa dan berbagai kebijakannya dilegitimasi hingga delapan (8) kali melalui referendum—tak berhenti pada mekanisme perwakilan.

‘Memahami Revolusi Venezuela’ mencoba mengajak kita lebih kritis terhadap tata kehidupan dunia saat ini, bahwa sebuah dunia baru tak mustahil jika kita aktif membangunnya. Buku ini juga menelanjangi berbagai kelemahan dan kesulitan yang dihadapi oleh aparatus pemerintah pro revolusi di tengah ancaman dan sabotase bertubi-tubi dari kelompok oposisi (Bab III dan IV); media-media massa raksasa (Bab VI); dan tentu saja, Amerika Serikat, penopang kepentingan modal terbesar di dunia (Bab V). Padahal jalan kekerasan bisa saja menjadi opsi untuk mengatasinya, namun tokh, kebangkitan partisipasi rakyat melalui berbagai organisasinya, adalah jalan yang sudah terbukti lebih ampuh di tahun 2002 (mengembalikan Chávez dari kudeta oposisi—hal 211) dan 2004 (mengalahkan referendum pemecatan).

Banyak pemberitaan menuduh pemerintah Chávez sebagai diktator militer (karena Chávez dan penopang utama revolusinya adalah tentara), namun tak banyak bukti yang bisa mendukungnya. Tak ada media yang dibredel (kecuali peghentian izin siaran stasiun RCTV yang memang terbukti terlibat kudeta 11 April 2002); organisasi rakyat malah dipromosikan; referendum berulang-ulang; Trias Politica, sebagai pilar demokrasi modern bahkan ditambah dua (Pemilihan Umum dan Warga Negara) menjadi Penta Politica.

Buku ini, oleh Martha Harnecker, tampaknya bukan ditujukan untuk kalangan awam. Seperti yang telah saya sebutkan, bahwa ia bermanfaat bagi para pekerja dan pemikir sosial politik (intelektual, mahasiswa, aktivis, pengajar, politisi, anggota partai, sejarawan, dan seterusnya) yang jujur dan resah terhadap realitas kehidupan mayoritas rakyat yang sengsara akibat kemiskinan struktural yang berkepanjangan. Secara tak langsung Martha juga hendak mengungkapkan bahwa Chávez adalah kunci dalam memahami Revolusi Venezuela.

Revolusi ini memberikan sebuah pilihan jalan keluar melawan dikte kebijakan pro neoliberal. Melalui jalan damai dan demokratis, Venezuela membuat mungkin apa yang tidak mungkin bagi banyak orang: mengambil alih industri migas; membangun industri pokok di bawah kontrol buruh; mendistribusi kekayaan negeri; mengorganisasikan kekuatan rakyat miskin; melakukan referendum; melunasi utang luar negeri; memutus hubungan dengan IMF; dan seterusnya, dan seterusnya.

Tentu saja revolusi jenis ini akan memanen kontroversi di berbagai kalangan yang turut mengimani teori revolusi. Tapi, tak ada pakem dalam revolusi, kecuali bahwa ia merupakan transformasi yang tidak setengah-setengah (menyeluruh) serta berakar pada realitas (hal 70), tidak hanya di dalam ruang-ruang ide yang bisu di hadapan realitas. Revolusi oleh rakyat Venezuela kini dianggap sebagai satu-satunya jalan untuk dapat merubah nasib, sehingga mereka berbondong-bondong mempertahankannya. Revolusi kini bermakna partisipasi; kebangkitan rakyat yang menolak menjadi kuli dan semata-mata dinilai lewat kertas suara. Kini mereka berhendak mengatur negerinya dengan tangan-tangannya sendiri, melalui konstitusi yang mereka tentukan sendiri. “Kami tidak boleh melakukan kesalahan dengan mengambil kekuasaan dari rakyat, sumber dimana kami memperoleh kekuasaan” (hal. 71), pernyataan Chávez ini saya pikir adalah kunci dalam memahami revolusi untuk merubah dunia saat ini. ***

No comments: