28/08/2012

Venezuela. Nasionalisasi, kontrol pekerja: capaian dan pembatasan (Bagian 1)






14 April 2010 oleh  Eric Toussaint
 
Situasi ekonomi, politik dan sosial di Venezuela telah berubah semenjak gagalnya reformasi konstitusional pada bulan Desember 2007, yang merupakan peringatan bagi pemerintahan Chavez.[1] Kegagalan ini bahkan telah berakibat pada hidupnya kembali perdebatan tentang kebutuhan untuk memiliki sebuah perspektif sosialis. Perdebatan tersebut memunculkan beberapa pertanyaan kunci: nasionalisasi yang lebih lanjut, kontrol pekerja, tempat bagi PSUV (Partai Persatuan Sosialis Venezuela), partisipasi rakyat, dll.
Pada hari Minggu, 15 Februari 2009, 54,36% suara rakyat menyatakan “Ya” untuk amandemen konstitusi yang mengijinkan adanya perwakilan politik bisa mencalonkan diri kembali tanpa batasan waktu. [2]Kemudian konstitusi hanya mengijinkan pencalonan kembali sebanyak dua kali: harus ada jeda bagi seseorang untuk menjadi kandidat kembali.[3] Pada tahun 2013, di akhir masa pemerintahannya yang kedua kalinya, Hugo Chavez  akan memiliki kesempatan untuk mencalonkan diri kembali menjadi presiden. Jika ia terpilih kembali, pemerintahannya akan berakhir pada Januari 2019. Inilah mengapa beberapa aktivis Chavist sekarang lebih berkonsentrasi tentang perubahan-perubahan apa saja yang terjadi saat itu yang bisa mengkonsolidasikan capaian selama Chavez berkuasa

Nasionalisasi, kontrol pekerja:capaian dan pembatasan

Pada bulan April 2008, setelah 15.000 pekerja di perusahaan baja SIDOR, bagian dari grup Argentina Techint, telah melakukan pemogokan selama 2 bulan, Hugo Chavez mengumumkan bahwa perusahaan tersebut telah dinasionalisasi. Tuntutan utama pekerja adalah agar 9000 pekerja kontrak diganti menjadi pekerja tetap. Menghadapi pemogokan para pekerja, nasionalisasi adalah jalan terbaik bagi pemerintah untuk menjamin bahwa tuntutan pekerja telah dipenuhi. – sebuah keputusan yang dirasakan para pekerja sebagai kemenangan besar. 

SIDOR didirikan sebagai sebuah perusahaan baja milik negara sejak tahun 1960an, yang kemudian diprivatisasi dan dijual ke asing pada tahun 1997 di bawah presiden Rafael Caldera. Pada bulan April 2008 nasionalisasi kembali  memberikan pengaruh  penting sejak perusahan modern dan efisien ini menjadi alat produksi bagi pemodal Argentina dan Techint. Hal ini mestinya menjadi catatan penting bagi pemerintahan Chaves ketika SIDOR telah memperintahkan polisi untuk merepresi pemogokan semenjak pemogokan itu dimulai. Selain itu, Menteri Tenaga Kerja tidak melakukan apapun untuk mendukung tuntutan pekerja. Sebagai konseuensinya, Chaves memutuskan untuk menasionalisasi perusahaan ini dan mengganti menteri buruh yang dianggap tidak mendukung pekerja. Dan pada waktu yang bersamaan, ia mengumumkan peningkatan upah minimum interprofesional dan upah pekerja sektor publik berbarengan dengan nasionalisasi industri semen, yang selama ini berada di tangan tiga TNC (Lafarge – Prancis, Holcim – Switzerland, dan Cemex – Mexico).
 
Dalam beberapa bulan berikutnya, dan semenjak 2009 pemerintah telah melakukan nasionalisasi industri pangan [4](yang mempengaruhi baik modal nasional – Lacteos Los Andes – maupun perusahaan Gandum TNC Cargill). Pemerintahan membenarkan nasionalisasi ini sebagai hal pokok untuk meningkatkan suplai pangapenn duduk. Akhirnya. Bank Venezuela, salah satu kelompok Bank Swasta terbesar (salah satu dari dua kelompok Bank terutama di Spanyol) juga diambil alih oleh negara. 

Semua nasionalisasi ini, seperti yang telah dilakukan sebelumnya (di sektor listrik, telekomunikasi, ladang minyak Orinoco, dll), mengarah ke kompensasi yang murah bagi pemilik sebelumnya : Venezuela memberikan kompensasi tersebut dari pajak minyak untuk mendapatkan kembali kontrol terhadap sektor ekonomi strategis. Tujuan utama dari kompensasi tersebut adalah untuk menghindari hukuman legal karena tidak mematuhi perjanjian investasi bilateral yang telah ditandatangani oleh Venezuela. Hukum internasional memungkinkan Negara untuk menasionalisasi perusahaan asal mereka memberikan kompensasi  kepada pemilik perusahaan. Venezuela bisa melakukan cara yang lebih radikal jika mencabut tanda tangannya dari perjanjian investasi bilateral, meninggalkan ICSID (Pusat Perjanjian Persoalan Investasi Internasional, Pengadilan Bank Dunia tentang Investasi, dll), dan mengamankan likuiditasnya dan aset lain untuk menghindari penyitaan. Hal ini tentu saja akan lebih meningkatkan permusuhan dalam negara yang sedang mengembangkan industri dan permusuhan dengan TNC di dalam negeri (semua perusahaan transnasional yang ada di Venezuela sekarang adalah General Motors, Mitsubishi, Daimler – Chrysler, dll) 

Jalan yang dipilih oleh Pemerintah tidak akan bisa mencegah sebuah perusahaan seperti Exxon Mobile untuk mencoba memiliki 12 trilliun dolar yang menjadi milik PDVSA (Petroleos de Venezuela Sociedad Anonima) yang disita oleh pengadilan Belanda dan Inggris pada tahun 2008. Ini merupakan satu alasan yang bagus bagi Venezuela untuk membangun aliansi dengan negara lain di bagian Selatan untuk menolak perjanjian bilateral terkait investasi yang memasukkan klausa yang bisa merugikan bagi kepentingan bangsa, untuk menarik diri dari ICSID dan WTO dan untuk membangun sebuah badan multilateral di Selatan untuk mengatasi persoalan – dengan kata lain, sebuah ICSID yamg akan menjadi alternatif di Selatan bagi ICSID Bank Dunia, yang selama ini justru melayani kepentingan perusahaanTNC swasta terbesar.

Pada tahun 2009, nasionalisasi kembali menjadi isu kontrol pekerja. Serikat pekerja sayap kiri dan kolektif pekerja pada kenyataannya menuntut implementasi kontrol mekanisme kontrol pekerja dimana pekerja bisa mengontrol badan perusahaan yang dinasionalisasi. Mereka ingin meyakinkan dengan caranya sendiri bahwa tujuan sesungguhnya dari nasionalisasi ini; mereka juga ingin mencegah managemen yang buruk, pemborosan penggelapan uang, korupsi, dan penyalahgunaan aset perusahaan dengan mendesak pembukuan yang terbuka, industri komersial dan strategis, dan keseimbangan rekening dan kertas laporan.
Mereka dengan benar menyuarakan ketidakpercayaan mereka terhadap para eksekutif yang tinggal pasca nasionalisasi, akan tetapi juga beberapa eksekutif baru yang menjaga kepentingan personal mereka dari pada mencari apa yang baik bagi komunitas. 

Mencapai dan menuntut kontrol atas perusahaan yang dinasionalisasi, meningkatkan kepercayaan diri pekerja dan kapasitas mereka untuk secara kolektif berkontribusi terhadap jenis manajemen yang sosialistik dan hubungan pekerja di satu sisi dan di sisi lain, menciptakan pertentangan di dalam perusahaan di tangan modal swasta. 

Kita melihat contoh pekerja menduduki perusahaan swasta dan menuntut nasionalisasi mereka. Pasti isu kontrol pekerja akan dinaikkan lagi dalam industri minyak. Untuk pertama kalinya isu itu berkobar selama penutupan minyak (Desember 2002 – Januari 2013), ketika pekerja yang ingin melakukan produksi, mengadakan konferensi minyak. Kemudian, Hugo Chavez menolak gagasan kontrol pekerja dalam industri ini dengan alasan untuk kepentingan strategis, dimana tentu saja kontol pekerja sebenarnya bisa saja menjadi alasan yang bagus. Hal yang sama terjadi pada produksi dan distribusi listrik yang juga dinasionalisasi. Pekerja di sektor ini mulai menuntut kontrol atas perusahaan yang dinasionalisasi di bulan September 2009. Suplai listrik di Venezuela sedang kritis semenjak 50% dari hasil produksinya[5] hilang atau dicuri selama proses distribusi. Jumlah produksi listrik yang hilang ini dikarenakan bergantung pada penggunaan peralatannya yang sudah tua, oleh sebab sebelum dinasionalisasi pemerintah Chavez, perusahaan tertentu seperti Electricidad de Caracas (dimiliki oleh AES, US, dimiliki TNC) hampir secara sistematis mencabut investasinya untuk membeli mesin baru. Di sisi lain, perusahaan industri swasta justru  mencuri dan menyia-nyiakan sejumlah besar energi.  Di beberapa wilayah residen memang ada juga yang memakai listrik secara tidak sah, akan tetapi bagi kelas pekerja, yang bukan merupakan konsumen terbesar, pembajakan listrik seperti ini sudah dibatasi. Pekerja di sektor listrik berada dalam posisi terbaik untuk memecahkan persoalan suplai listrik dan untuk memerangi pemborosan dan manajemen buruk para eksekutif senior – dan dengan demikian menghindari pemotongan kekuasaan. Ada beberapa argumen yang dibangun oleh para pimpinan serikat buruh untuk menuntut kontrol pekerja atas perusahaan yang dinasionalisasi. Angel Navas, Presiden Federasi Pekerja Sektor Listrik memberi pernyataan kepada media dalam sebuah demonstrasi yang dilakukan oleh 3000 pekerja di Caracas pada tgl 25 September 2009 : “Kami para pekerja lah yang bersentuhan dengan para pengguna listrik. Kami tahu bagaimana kami bisa memecahkan krisis... Kami harus merubah struktur birokrasi dan struktur manajemen kapitalis menjadi struktur dengan pandangan sosialis. Kami harus merubah hubungan produksi dan membuang jauh- jauh birokrasi yang sedang membunuh perusahaan ini.[6]
 
Selama paruh pertama kekuasaan Hudo Chavez pada tahun 2009, Chavez telah memberikan pernyataan dalam sebuah rapat publik dengan para manajer parik, bahwa ia gembira dengan adanya hukum terkait pemilihan manajer perusahaan yang dinasionalisasi [7], akan tetapi pada prakteknya, tidak satupun komitmen yang disampaikan Chavez menjadi kenyataan.  Perjuangan para pekerja atas kontrol terhadap perusahaan yang dinasionalisasi ini adalah hal yang esensial. Hasilnya sangat menentukan bagi proses yang kini sedang berlangsung di Venezuela.[8]

Bersambung ke bagian ke dua: Perdebatan  dan kontradiksi di dalam PSUV (Partai Persatuan Sosialis Venezuela)

Eric Toussaint, Doktor Ilmu Politik (University of Liege and University of Paris VIII), Presiden  CADTM Belgia(Komite untuk Penghapusan Utang Negeri Dunia ke Tiga, www.cadtm.org ). Ia adalah penulis buku A diagnosis of emerging global crisis and alternatives, VAK, Mumbai, India, 2009, 139p; Bank of the South. An Alternative to the IMF-World Bank, VAK, Mumbai, India, 2007; The World Bank, A Critical Primer, Pluto Press, Between The Lines, David Philip, London-Toronto-Cape Town 2008; Your Money or Your Life, The Tyranny of Global Finance, Haymarket, Chicago, 2005.
Catatan Kaki :


[1] Pada 2 Desember 2007, 51% suara menjawab “Tidak” atas referendum konstitusional Chavez sementara 49% suara menjawab “Ya”.  Pemilihan ini merupakan kemunduran bagi pemilihan Chaves antara tahun 1998 dan 2009.Lihat Toussaint Éric, "Kegagalan 2 Desember 2007 dapat menjadi tuas kuat untuk meningkatkan proses yang sedang berlangsung di Pemerintahan Hugo Chaves Venezuela", Desember 2007, http://www.cadtm.org/The-failure-of
[2] Harus diingat bahwa pasal 72 memberikan kemungkinan warga merecall Presiden Republik dan semua pejabat terpilih lainnya pada setengah masa jabatannya.
[3] Kampanye yang menggambarkan Hugo Chaves sebagai “ penguasa lalim” telah memainkan peran penting dalam skandal pemilihan kembali tanpa batas. Namun beberapa demokrasi Eropa juga bekerja dengan cara yang sama. Lihat saja kasus di Spanyol, Italia, dan Inggris Raya untuk jabatan Perdana Menteri, dan di Jerman untuk jabatan Kanselir (di semua 4 negara ini, kanselir adalah kepala pemerintahan yang sungguh memegang kendali kekuasaan). Di Prancis, pada Juli 2008 mengadopsi hukum hukum konstitusional terkait modernisasi institusi, dimana tidak ada batasan pencalonan diri secara berturut-turut. Sejak itu, pencalonan diri dibatasi hanya menjadi dua kali berturut-turut.
[5] Kita juga harus mencatat, bahwa terdapat sebuah ciri struktural yang sangat positif di Venezuela: llistrik dalam jumlah besar telah diproduksi dari bendungan dan sungai. Minyak bumi fosil jarang digunakan dan tidak ada tenaga nuklir yang   dikembangkan.
[6] Lihat sebuah video demonstrasi yang sangat menarik yang didalamnya terdapat wawancara dengan beberapa pemimpin serikat buruh di te Socialista http://mareasocialista.com/trabajad...
[7] Ini terjadi pada kasus 21 Mei 2009 dalam pertemuan antara Hugo Chavez dan 400 delegasi dari industri baja dan aluminium di Negara Bagian Guayana. Pertemuan ini menghasilkan beberapa kesepakatan yang dilanjutkan dengan pertemuan pada 21 Agustus 2009 dengan tema  “Rencana sosialista Guayana”. Lihat Marea Socialista, no.22 halaman 3
[8] Untuk mengetahui lebih banyak tentang inisiatif atau pernyataan posisi terkait kontrol pekerja di Venezuela, silahkan baca halaman 19, 20, 21 dan 22 dari majalah Marea Socialista, Juli – Agustus 2009, yang mendiskusikan tentang situasi di SIDOR, CorpoElec, Cadafe, karya cement, Cafeaca, Alcasa, Carbonorca... atau lihat http://mareasocialista.com/

10/08/2012

Di Balik Bayang-bayang Kudeta: Mobilisasi Gerakan Sosial untuk Demokrasi


 
Aksi protes melawan Kudeta Photo: Telesur

Ditulis oleh  Benjamin Dangl   
Kamis , 07 August 2012 07:29

Baik cuaca hujan ataupun cerah, setiap kamis di Asuncio, Paraguay, para aktivis melakukan aksi protes terhadap pemerintahan sayap kanan Federico Franco yang memegang tampuk kekuasaan pada 22 Juni 2012, setelah berhasil melakukan kudeta parlementer terhadap Presiden sayap kiri, Fernando Lugo. Aksi protes yang berlangsung mingguan ini membawa sebuah semangat dan strategi protes yang baru pasca kudeta di Paraguay. 

Kudeta telah melahirkan perjanjian korporasi yang baru, represi terhadap hak rakyat dan pembatasan kebebasan pers. Hal tersebut juga tanpa disadari telah menciptakan panorama baru dalam  gerakan dan perjuangan sosial kiri. 

Gerakan untuk demokrasi ini telah bangkit melawan pemerintah dan Negara baru hasil kudeta dan penindasan korporat terhadap hak asasi manusia, lingkungan dan petani kecil. Beberapa aktivis melakukan aksi protes terhadap PHK bemotif politik. Sementara yang lainnya menuntut dibentuknya kontitusi baru. Selain mengkritik pemerintahan Franco, gerakan ini juga meletakkan pendiskusian yang lebih maju yakni tentang jenis Negara seperti apa yang diinginkan rakyat Paraguay, terlepas siapapun yang berkuasa. 

Perlawanan Kolektif

 “Apa yang kita saksikan sekarang ini adalah aksi protes yang terorganisir secara kolektif dan mandiri,” Ucap Gabriella Schvartsman Munoz, juru bicara perempuan unutk Movimiento Kuna Pyrenda, seorang aktivis sosialis dan gerakan politik feminis yang mengorganisir aksi protes kamisan di ibu kota, yang memberi penjelasan pada interview atau wawancara via telpon dari Asuncion. 
Gerakan mobilisasi saat ini lebih bersifat kolektif dan terorganisir  yang merupakan sebuah fenomena yang relative baru untuk demokrasi di Negara tersebut. 

 “Sebelumnya, presiden serikat yang mengorganisir pemogokan rakyat atau seorang pimpinan campesino (petani kecil) yang memimpin aksi massa mobilisasi. Sekarang kita tidak melihat bentuk kepemimpinan tradisional ini”, Jelas Munoz.” Di belakang aksi-aksi massa ini, tidak ada pimpinan politik, tidak ada pimpinan organisasi; aksi mobilisasi massa ini merupakan mobilisasi massa spontan yang sebelumnya tidak pernah terlihat dan sekarang menjadi tokoh utama”   


Perlawanan terhadap kudeta ini meluas di penjuru negeri dan melibatkan aksi masyarakat urban (terbesar ada di Asuncion) yang telah menyatu dengan beragam warna, seni, teater, music, dan puisi sebagai bentuk ekspresi perlawanan. Tercatat, kaum muda banyak yang memimpin pengorganisiran gerakan ini, jaringan social seperti Facebook, dan Twitter memainkan peran kunci yang penting dalam mengajak rakyat untuk bersama – sama melawan pemerintah hasil kudeta. 

“[Gerakan urban] ini mewakili nafas segar dalam sektor gerakan sosial yang lemah dan tidak termobilisasi,” Pengacara Hak Asasi Manusia Paraguay, Orlando Casillo menjelaskan pada ku dalam sebuah interview. “Paraguay sekarang berada dalam periode yang sangat menarik, dimana serentetan kemungkinan baru bisa memperkuat proses gerakan social” 

Di luar perbatasan Negara, gelombang migrant Paraguay, yang selama delapan tahun terakhir  yang jumlahnya telah meroket juga memobilisasi diri melawan kudeta Franco. Castillo berkata,”Rakyat kini telah mengorganisasikan dirinya untuk melakukan perlawanan global. Di luar negeri, aksi mereka telah menjadi wajah internasional melawan kudeta”

Perjuangan untuk Kedaulatan 

Secara nasional, pemerintah Franco tidak menampakkan perbaikan kondisi kelas pekerja yang miskin. “Situasi social secara mendasar sama, tidak ada perubahan (sejak kudeta): kemiskinan dan kemiskinan ekstrim hampir mencapai 57% dari jumlah penduduk” kata Raul Zacarias Fernandez, seorang sosiolog dan Direktur Departemen Ilmu sosial di Universidad Catolica de Paraguay di Debat Revista. Menurut sosiolog tersebut, gerakan rakyat yang tak punya tanah berjuang untuk tanah mereka “mereka sedang mengorganisir kembali dan mempersiapkan pendudukan kembali”

Sementara itu, Franco tidak bertemu dengan gerakan sosial tunggal, urban atau organisasi petani kecil semenjak mengambil alih kekuasaan. Ia lebih memilih focus pada pertemuan – pertemuan dengan pimpinan bisnis. Dalam waktu singkat, ketika ia berada di kantornya, Franco telah melakukan perjanjian controversial dengan Monsanto dan Monttreal – based Rio Tingo Alcan, perusahaan tambang, yang didalamnya terdapat perjanjian yang mengancam hak manusia dan lingkungan dan kedaulatan ekonomi dan kedauilatan Negara. Gerakan ini telah mendorong terjadinya aksi-aksi massa dan perdebatan di seluruh negeri. 

Terkait perjanjian dengan RTA dan Monsanto, ahli ekonomi Paraguay Luis Rojas, menyatakan pada IPS News bahwa “sungguh mencemaskan ketika sebuah pemerintahan yang tidak terpilih dalam pemilu membawa investor asing tanpa kontrol”. Dalam kasus dua perjanjian ini, Franco telah bertindak tanpa melakukan studi sebelum menandatangani dua perjanjian tersebut. 

Pada tanggal 30 Juli, kampanye “Tidak untuk kudeta Rio Tinto Alcan” telah diluncurkan oleh mantan presiden Ludo dan Ricardo Canese, seorang insinyur dan pimpinan organisasi Fornt Guasu sosial. Mereka berupaya untuk mencegah perusahaan asing tersebut masuk ke negeri ini dan mengumpulkan 100.000 tanda tangan melawan perjanjian RTA, yang mereka sebut  membuka jalan bagi kudeta.

Sebagai respon terhadap perjanjian Pemerintah Franco baru –baru ini dengan Monsanto yang mendukung penggunaan benih  kapas genetik , pimpinan campesino, Jore Galeano menyatakan pada AP bahwa penggunaan benih kapas genetic tersebut menyerang ekonomi petani kecil dan akan penggunaan agro kimia hanya akan menguntungkan produksi skala besar. “Hal ini merupakan kondisi komersial yang menyerang konsep perjuangan kita bagi kedaulatan agrikultural Paraguay,” kata Galeano.  

A number of protests and strikes have also been organized by workers and unions to denounce the Franco government’s politically-motivated firing of state employees in a wide range of agencies, ministries, hydroelectric plants and public media outlets. The workers say they are being dismissed for their support for Lugo, or their leftist political beliefs. The fact that this purging of public employees is being committed by an administration that was not democratically-elected has further incensed workers and their supporters. 

Sejumlah aksi protes dan pemogokan juga diorganisir oleh para pekerja dan serikat buruh untuk melawan politik pemerintah Franco yang memecat para pegawai  negeri  yang tersebar di berbagai agensi, kementrian dan departemen tenaga air tanaman dan media publik. Para pegawai tersebut mengatakan mereka dipecat karena mereka mendukung Lugo atau karena mereka berideologi kiri. Fakta bahwa pemerintah Franco telah melakukan pembersihan terhadap pegawai negeri yang mendukung Lugo merupakan tindakan yang tidak demokratis telah membuat para pekerja marah dan mendukung perjuangan pegawai negeri. 

Keluar dari Bayangan Diktator

Banyak perubahan sosial dan politik yang terjadi baru-baru ini bisa dibandingkan dengan bayang-bayang kediktatoran Alfredo Stroessner (1954 -1989), yang masih lekat membayangi bangsa ini. Setelah kejatuhan pemerintahan kediktatoran tersebut pada tahun 1989, banyak politisi yang berwatak sama memasuki dunia politik dengan cara baru, kata Castillo. “Sementara sistem kediktatoran sudah ditinggalkan, sistem kekuasaan tetap utuh” . Dan struktur kekuasaan ini -  bersifat feudal, represif, elitis dan konservatif – masih terus menentukan politik Paraguay hari ini. 

 “Keberhasilan mereka melakukan kudeta, justru telah memposisikan kembali aktor politik, memblejeti topeng mereka, membuat rakyat urban dan miskin kota mampu membedakan mana yang masih mau mempertahankan status quo dan mana yang mau melakukan perubahan terhadap status quo” Kata Castillo.
Pembaharuan kesadaran politik telah termanifestasi dengan sendirinya dengan beragam cara. Menurut Munoz, kudeta telah membuktikan bahwa konstitusi 1992 menjadi tidak berguna ketika dimanipulasi oleh para politisi yang menggunakannya untuk melakukan kudeta parlemen  yang illegal. “Dan kemudian rakyat berkata ‘Tidak '

Ia mengatakan bahwa krisis yang terjadi baru-baru ini tidak bisa dipecahkan dengan pemilu presidensial yang dijadwalkan pada April 2013. Solusinya adalah, menurut Munoz, akan muncul ketika rakyat bisa duduk bersama mendiskusikan masa depan dewan konstitusional. “Ada hal mendesak yang dibutuhkan sekarang,” ia berkata, “untuk membangun mekanisme yang kuat yang menjamin hak rakyat tidak akan ditindas…. Kita akan bergerak ke arah itu, kita akan mendiskusikan paradigm baru.”

***
Benjamin Dangl adalah seorang jurnalis yang focus pada Amerika Latin dan penulis Dancing with Dynamite: Social Movements and States in Latin America (AK Press) dan  The Price of Fire: Resource Wars and Social Movements in Bolivia (AK Press). Ia adalah editor TowardFreedom.com,  a progressive on world events and UpsideDownWorld.org, sebuah website yang meliput tentang segala aktivitas dan politik di Amerika Latin. Email: Bendangl(at)gmail(dot)com

30/07/2012

Pasca Kudeta Paraguay: Sebuah Wawancara dengan Fernando Lugo




Ditulis oleh Johannes Wilm
Rabu, 18 Juli 2012. 

Uskup berhaluan kiri Fernando Lugo terpilih sebagai Presiden Paraguay pada 2008. Dengan terpilihnya Lugo, berakhirlah 61 tahun kekuasaan partai konservatif Partai Colorado. Serupa dengan apa yang terjadi di beberapa negara Amerika Latin beberapa tahun terakhir, pemerintahan baru ini menyusun program sosial dan hubungan jangka panjang dengan Amerika Serikatpun secara perlahan digantikan oleh aliansi dengan negara tetangga.

Selama pemerintahannya, Lugo dihadapkan pada mayoritas anggota parlemen yang menentangnya dan wakil presidennya yang berasal dari partai politik yang berbeda secara terbuka menyerangnya dalam beberapa tahun terakhir. Pada 21-  22 Juni, Lugo disingkirkan dari kepresidenannya melalui  impeachment di parlemen melalui “pengadilan politik”. Impeachment presiden melalui pengadilan politik adalah struktur khusus yang tersedia dalam Konstitusi Paraguay. Konstitusi ini mengijinkan adanya satu majelis parlemen untuk memulai proses impeachment melawan Presiden, dan bagi majelis kedua untuk memberikan penilaian apakah mereka menemukan kesalahan Presiden atas apa yang dituduhkan majelis pertama pada presiden. Pengacara Lugo, Adolfo Ferreiro yang membela Lugo dalam impeachment ini menjelaskan bagaimana sebuah impeachment bisa terjadi pada sang presiden tanpa pelanggaran hukum sekalipun :”Ada pihak yang berada di belakang ini semua untuk membuat suatu pengadilan politik tanpa alasan apapun, hanya karena mereka tidak menyukai sang presiden. Mereka bilang bahwa alasan pengadilan politik tersebut tidaklah penting, selama mereka merasa perlu untuk memenangkan suara supaya terselenggara pengadilan politik. Mereka sekarang sedang mencoba untuk membingungkan hal ini dengan 'mosi tidak percaya ' sebagaimana yang ada dalam beberapa sistem parlemen. Model seperti ini memang ada di beberapa negara Eropa dengan sistem parlementer. Di sana, beberapa pemerintah dipilih oleh parlemen dan bisa disingkirkan melalui perhitungan suara. Di sini, sebaliknya, kita memiliki sistem presidensial, sehingga presiden dipilih langsung oleh rakyat dan tidak ada kaitan langsung antara siapa presiden dan siapa yang mayoritas di parlemen”.

Ferreiro dikenal pada tahun 2008 yang secara terbuka menentang pencalonan Lugo dan dia terus menjadi seorang kritikus sekutu dekat, seperti pemerintah Venezuela. Pembelaannya terhadap Lugo dalam prosedur pembelaan adalah agar secara umum terdapat pembacaan obyektif atas Konstitusi Paraguay.

Lugo sendiri melihat keseluruhan hal ini sebagai sebuah kudeta: “Kau bisa menyebut hal ini sebagai kudeta 2.0, sebuah kudeta parlementer atau sebuah ekspresi kudet – banyak nama untuk hal yang sama, sebuah kudeta yang berbeda dari yang kita saksikan pada tahun 1970an: dimana tidak ada mobil tank di jalanan atau tidak ada orang yang mati di jalanan, dan mereka sangat berhati-hati untuk mencoba mendapatkan legitimasi hukum atas tindakan mereka. Namun, tidak ada yang bisa merubah kenyataan bahwa telah terjadi pelanggarn prinsip-prinsip demokrasi di sini dan sebagai konsekuensinya telah terjadi kudeta”

Repolitisasi institusi pemerintah

Telah terjadi banyak pendiskusian tentang perubahan konkret apa yang akan dilakukan pemerintah hasil kudeta. Satu hal yang paling sering disebutkan adalah isu pekerjaan  di sektor publik. Berikut pernyataan Sekretaris Pekerjaan Umum Lugo hingga bulan Maret ini yakni Lilian Soto, dan ia cukup bangga atas perubahan yang mereka lakukan selama proses perekrutan: “Di bawah Partai Colorado, hanya orang yang memiliki koneksi politik dan keluarga yang bisa memperoleh pekerjaan. Kami melakukan perubahan atas hal itu menjadi sebuah proses formal dalam memeriksa pendidikan dan pengalaman para kandidat ”. Soto berhenti dari pekerjaannya karena hendak menjadi kandidat presiden dalam pemilu 2013 dari sebuah partai feminis dan oleh karena itu ia merasa tidak etis apabila terus melanjutkan pekerjaannya sebagai bagian dari pemerintah Lugo.

Lugo menjelaskan bahwa pemerintah hasil kudeta sekarang sedang mencoba untuk mengembalikan keadaan seperti sebelum pemerintahan Lugo berkuasa- dengan sengaja mengabaikan orang secara massal berdasarkan ideologi politik mereka. Hal ini sudah terjadi di kementrian dan entitas pemerintahan yang bersepakat dengan kontrol agrikultur dan pestisida. Dalam beberapa hari ini serikat buruh di berbagai sektor mulai aktif. Itu akan menjadi pertarungan besar berikutnya.

Geopolitik

Lugo melihat beberapa kemiripan dengan kudeta di Honduras pada tahun 2009, dimana Presiden Mel Zelaya disingkirkan: “Apa yang serupa dari kedua kasus ini adalah pelanggaran terhadap prinsip demokrasi, dan bahwa istilah presiden yang terpilih secara demokratik, dipotong begitu saja”. Akan tetapi ia juga melihat perbedaan besarnya di antara keduanya: “Di Honduras, kita melihat sebuah kudeta yang dekat dengan kudeta di tahun 1970an, dimana militer memegang peranan besar. Juga halnya, ada perbedaan dalam hal lingkungan geo politik. Di Amerika Selatan kita memiliki pengalaman penting dalam hal integrasi regional, seperti perjanjian perdagangan Mercosur dan yang baru-baru ini terbentuk Komunitas Amerika Latin dan Negeri Karibia (CELAC). Hal ini tidaklah begitu penting saat kudeta terjadi di Honduras. Sayapikir beberapa organisasi ini mewakili alternatif dari Organisasi Ameria Serikat (OAS), yang secara cepat menurun. Sayatidak mengingkari bahwa OAS telah memiliki banyak capaian dalam 50 tahun terakhir ini, akan tetapi dengan polarisasi terakhir antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko di satu sisi dan Amerika Selatan di sisi lain, kami kemudian mencoba alternatif persatuan regional lainnya. Kudeta sekarang ini adalah upaya untuk menyerang upaya integrasi regional.”

tak ada satupun dari tiga negara yang bertentangga yakni Paraguay, Bolivia, Brazil dan Argentina yang mengakui pemerintahan baru ini, apalagi menerima proses bagaimana mereka bisa meraih kekuasaan sekarang ini. Bahkan, pemerintahan tersebut merupakan negara-negara yang memiliki kritik besar atas apa yang terjadi. Dari para pendukung kudeta, sebuah solusi umum yang diberikan untuk Paraguay adalah bekerja sama dengan negara-negara lain. Lugo percaya bahwa hal ini memang akan terjadi: “Secara geografi dan politik, adalah mungkin bagi beberapa negara seperti Chile, Peru, dan Kolombia untuk menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan Amerika Serikat. Akan tetapi dalam kasus Paraguay, hal ini sangatlah sulit. Kami tidak memiliki garis pantai kami sendiri. Dan sungai yang ada di bawah kepemilikan bersama. Agar bisa menggunakan sungai ini sebagai rute transportasi untuk kargo kapal, kami bergantung dengan perjanjian bersama Brazil dan Argentina. Selain itu, selama dekade neoliberal pada tahun 1990an, Paraguay sudah kehilangan kontrol atas perusahaan penerbangannya. Semua ini menjadi sulit bagi Paraguay untuk bekerjasama dengan negara lain tanpa bekerja bersama dengan negara- negara tentangganya.
Kedaulatan Nasional vs. Perusahaan Multunasional

Lugo percaya bahwa orang bisa melihat bahwa kudeta ini merupakan pertarungan antara negara dan perusahaan multinasional : “Jika kita melihat hal pertama yang dilakukan pelsayakudeta, adalah cukup jelas: Pertama mereka membuka pintu bagi pangan rekayasa genetika, ke dua mereka memutuskan produksi – Kedelai tidak boleh dipungut pajak, ke tiga perusahaan multinasional Rio Tinto Alcan diijinkan untuk membangun perusahaannya sendiri di Paraguay. Itu adalah 3 keputusan penting yang telah didiskusikan dalam dua tahun proses partisipatif dimana kita mencoba untuk mempelajari konsekuensi dari hal tersebut. Sekarang semua kebijakan tersebut telah dilaksanakan dalam waktu yang luar biasa cepat. Hal ini menunjukkan bahwa seberapa penting masalah kedaulatan nasional dalam proses ini.

Kontrak dengan Rio Tinto Alcan adalah salah satu kebijakan yang dikritik oleh pihak yang beroposisi terhadap pemerintahan hasil kudeta. Partai- partai yang menyepakati kontrak tersebut menandatangani kontrak dengan Rio Tinto Alcan untuk 30 tahun, dimana selama itu perusahaan akan mendapat pembagian listrik yang cukup besar yang diproduksi oleh pembangkit tenaga air besar milik Paraguay. Lugo yakin bahwa perjanjian yang ditandatangani oleh pemerintahan yang baru tidak akan dihargai di masa depan, suatu saat sebuah pemerintahan demokratik akan dibangun kembali: “Sayaragu bahwa rakyat Paraguay akan menghargai sebuah perjanjian yang menjamin sebuah perusahaan besar memiliki hak sepenuhnya atas listrik dengan harga yang rendah. Perjanjian ini benar-benar bermasalah.”


Presiden rakyat dan masyarakat internasional

meski Lugo tidak memiliki kontrol atas aparatus negara, ia masih melihat dirinya sebagai Presiden: “Rakyat melihat saya sebagai Presiden. Pemimpin kudeta, Franco mungkin secara formal mengambil kontrol atas tentara dan polisi, akan tetapi tidak berarti ia bisa mengambil kontrol atas rakyat. Dan pada dasarnya, kami percaya bahwa rakyat memiliki kedaulatan untuk memutuskan siapa yang menjadi Presiden. Sayajuga ragu bahwa Franco benar-benar memerintah negara ini. Disamping penduduk, masyarakat internasional masih melihat saya sebagai Presiden yang legitimate di Paraguay. Dan di jaman kami, itu sangat penting, itulah yang hampir menjadi faktor penentu satu-satunya.”

Franco telah mengindikasi hal ini sesaat setelah kudeta, sehingga ia meminta tolong Lugo supaya meminta kepada negara lain agar tidak memberikan sanksi kepada Paraguay. Lugo tidak berpikir apapun terkait rencana tersebut: “Saya rasa sebagian besar rakyat akan mengerti bahwa kami tidak akan bekerja sama dengan mereka yang mengorganisir kudeta.”

Kepada para individu luas yang ingin membantu demokrasi Lugo di Paraguay, Lugo merekomendasikan: “Jika ada yang ingin mendukung proses demokrasi di sini, kemudian hal terbaik yang bisa kau lakukan adalah mulai mengikuti apa yang sedang terjadi di sini. Jika media memberitakan tentang Paraguay, hal itu sangat membantu demokrasi kami.”

Pemilu Presiden mendatang telah siap diadakan sebelum kudeta tersebut terjadi. OAS telah fokus untuk menemukan kondisi seperti apa yang perlu dipersiapkan bagi pemilu bebas mendatang. Lugo percaya ini tidaklah cukup: “Yang jadi masalah adalah ketika hanya melihat masa depan dan tidak pernah melihat apa yang telah terjadi saat ini. Ini artinya orang melupakan apa yang terjadi sekarang dan bahwa situasi saat ini tidak baik-baik saja – mereka yang sebenarnya bertanggung jawab sekarang tidak menjalankan apa yang dikehendaki rakyat. Itulah mengapa kami akan terus memperjuangkan agar kasus kudeta ini diselesaikan.

Johannes Wilm adalah ssiswa PhD di Kampus Goldsmith, Universitas London jurusan antropologi sosial. Blognya dalam bahasa Inggris bisa didapatkan di http://www.johanneswilm.org dan dalam bahasa Spanyol di  http://johannes.si

Artikel ini diterjemahkan oleh DST