23/02/2008

Sumbangan Revolusi Venezuela kepada Rakyat Dunia

-Mengapa kaum gerakan di Indonesia harus bersolidaritas-
Zely Ariane[1]

Tulisan ini merupakan pokok-pokok pikiran yang mendukung pembangunan Sosialisme Abad 21 di Venezuela. Sumbangan penting Revolusi Venezuela terhadap masa depan perjuangan sosialisme di dunia menuntut tanggung jawab gerakan revolusioner di seluruh dunia untuk memertahankan dan memajukan proses revolusioner di negeri itu; sekaligus membangun solidaritas diantara kaum kiri dan gerakan rakyat di negeri kita sendiri terhadap Revolusi Venezuela.

Sekarang, alternatif itu ada; mari mempertahankan dan memajukannya.

Ada Alternatif

Neoliberalisme telah kehilangan legitimasi dan landasannya, sejak ia tidak bisa “membebaskan pasar dan membiarkan tangan-tangan tak terlihat melakukan pekerjaan” untuk mengglobalisasikan kesejahteraan. Neoliberalisme telah mengkhianati filosofinya sendiri dan terpaksa kembali pada tipe Negara Kesejahteraan (Keynesianism) demi terlihat lebih manusiawi dan dermawan. Millennium Development Goals (MDGs), Corporate Social Responsibility (CSR), sokongan terhadap kebijakan Mikro Kredit (paling jauh) semacam Greemen Bank, adalah diantara formula klise mereka untuk mempertahankan sistem (kapitalisme), namun, tak pernah bisa menanggulangi globalisasi kemiskinan dan kehancuran tenaga produktif dunia saat ini.
Namun sekarang, dunia sudah berubah dan neoliberalisme sedang dipertanyakan. Revolusi Venezuela (bersamaan dengan kemajuan sosialisme Kuba) telah mempercantik dunia, membuat suatu (sistem) alternative menjadi mustahil dan menggugat apa yang dianggap oleh perspektif dominan sebagai akhir dari sejarah. Seiring perlawanan terhadap neoliberalisme di banyak tempat di dunia, perluasan alternative Venezuela telah menjadi isu besar diantara gerakan social: suatu alternative yang mengembalikan revolusi dan sosialisme ke dalam agenda perjuangan rakyat.

Revolusi Venezuela telah memutus rantai involusi di bawah neoliberalisme; merevolusionerkannya melalui proses transfer kekuasaan ke tangan rakyat (dengan demokrasi langsung dan partisipatif) serta mendistribusi kepememilikan pribadi (baik secara bertahap maupun simultan) yang membuka jalan bagi sosialisme abad 21. Sosialisme ini harus sanggup memberi jawaban kongkret bagi kemajuan tenaga produktif yang telah dihancurkan oleh kapitalisme yang rakus di banyak negeri di dunia ketiga; meningkatkan produktivitas rakyat yang selaras dengan keberlanjutan lingkungan; memperjuangkan suatu demokrasi langsung yang partisipatif untuk membangkitkan kesadaran rakyat atas kekuatannya sendiri untuk mengatur Negara dan kehidupannya.

Proses revolusioner yang menempatkan Chavez-Venezuela-Sosialisme Abad 21 sebagai suatu pilihan tandingan dari Bush-Washington-Neoliberalisme, bersamaan dengan kemajuan di Kuba, Bolivia, dan Ekuador, telah menginspirasi banyak kekuatan demokratik dan revolusioner di seluruh dunia. Pada kenyataannya, ada pusaran baru di dunia saat ini; pusaran alternative yang harus dibela oleh kaum kiri dan gerakan social di seluruh dunia.
Sumbangan Revolusi Venezuela

Revolusi sosialis dalam pengertian kongkritnya berupa sosialisasi kepemilikan pribadi, transformasi kesadaran dan kebudayaan, serta peningkatan tenaga produktif, sedang berkembang di Venezeula. Melalui apa yang disebut ‘revolusi damai’, proses tersebut terus berlanjut dan membuat yang dianggap mustahil menjadi kenyataan. Momen-momen penting dan menentukan dalam tahap revolusi adalah 13 April 2002—ketika mobilisasi jutaan rakyat miskin Venezuela berhasil mengalahkan kudeta oposisi sayap kanan—serta keberhasilan perjuangan melawan pemogokan para pemilik bisnis di akhir tahun yang sama.
Sejak itulah, proses revolusioner semakin ditingkatkan, meski beberapa pendapat menganggapnya masih terlalu lamban. Karena sosialisme tidak terjadi lewat dekrit atau deklarasi—walau Chavez sudah mendeklarasikannya di akhir Desember 2005—maka pemahaman terhadap proses revolusi Venezuela sangatlah penting dalam rangka menentukan kesimpulan bersama yang bermanfaat bagi kampanye sosialisme.

Pemenuhan kebutuhan darurat rakyat bukanlah hal mudah bagi negeri-negeri miskin di bawah imperialisme. Kontradiksi antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya membuat propaganda social demokrasi hanya di atas awan. Seperti itulah nasib yang akan terjadi pada masa depan kebijakan MDGs; suatu pajangan ‘niat baik’ di bawah liberalisasi pasar domestic, liberasilisasi pendidikan, kesehatan, perumahan, pertanian dst, di bawah dikte institusi keuangan internasional dan perancang ekonomi konsensus Washington. Venezuela telah meninggalkan involusi ini, dan meradikalisir proses perubahan negerinya dengan memutus hubungan dengan IMF dan Bank Dunia, serta pengambil-alihan alat produksi dari tangan imperialis.

Misi-misi sosial (Missions) Venezuela merupakan program-program transisional darurat untuk memenuhi kebutuhan darurat rakyat sekaligus meningkatkan kapasitas tenaga produktifnya. Sekilas tampak mirip dengan kebijakan-kebijakan sosial demokrasi (Negara kesejahteraan), namun memiliki perbedaan mendasar dalam karakter politiknya, yakni partisipasi/inisiatif rakyat dan sumber pembiayaanya. Misi-misi tersebut dibiayai langsung dari pemasukan minyak (yang sudah dinasionalisasi) dan diatur sendiri oleh rakyat (tidak ada institusi ‘formal’ pemerintah terlibat) melalui berbagai komite seperti komite kesehatan; pendidikan; makanan; perumahan, pertanian, dst.

Penguasaan alat produksi dan distribusi kepemilikan pribadi berlanjut. Dalam beberapa kasus (seperti di Invepal—pabrik kertas, dan Alcasa—pabrik alumunium), tingkat dan tipe penguasaan buruh terhadap produksi dan distribusi pabrik berbeda satu dengan lainnya (lihat wawancara dengan Rafael Rodriguez oleh International Viewpoint, bulan Oktober 2006). Di sector pertanian, reforma agrarian tak hanya meliputi distribusi tanah pada para petani tak bertanah, namun juga peningkatan teknologi dan system produksi pertanian.
Peningkatan tenaga produktif dan teknologi. Venezuela sekarang adalah negeri kedua di dunia (setelah Kuba) yang bebas buta huruf. Program-program peningkatan penguasaan teknologi seperti perangkat lunak gratis, komputerisasi tingkat sekolah dasar, produksi komputer dalam negeri , merupakan sebagian dari langkah-langkah pentingnya.

Praktek demokrasi partisipatoris dan kekuasaan kerakyatan sekarang mulai menantang demokrasi perwakilan. Meski belum begitu jelas bagaimana mekanisme nasional dan otoritasnya terhadap pemerintah, pembentukan ribuan Dewan-dewan Komunitas (lokal) merupakan langkah yang menguntungkan.

Poros internasionalisme baru telah berdiri. Alternatif Bolivarian untuk Amerika Latin (ALBA) dan Bank Selatan (Bancosur) merupakan kampanye yang penting untuk membangun solidaritas yang progressif diantara negeri-negeri miskin di selatan.

Kerja Solidaritas

Pekerjaan solidaritas terhadap pembangunan sosialisme di Venezuela (dan Kuba) adalah tugas penting yang menentukan sukses tidaknya perjuangan untuk pembebasan nasional dan sosialisme di negeri-negeri dunia ketiga. Kekalahan sosialisme di Venezuela akan memundurkan perjuangan untuk sosialisme di negeri manapun di dunia.

Di Indonesia, selama 33 tahun rezim diktator Soeharto berkuasa, telah berhasil menghapus memori sejarah rakyat Indonesia dari pengalaman-pengalaman sejarah revolusionernya; gagasan-gagasan kiri dan sosialis yang subur di masa-masa pergerakan nasional (paruh pertama abad 20) hingga sebelum 1965, hampir-hampir mati potensi. Terima kasih kepada Revolusi Kuba, Revolusi Sandinista, kemenangan Front Popular di Chile, termasuk kemenangan rakyat Vietnam, yang turut menyumbang inspirasi pada kebangkitan kesadaran politik kiri-kerakyatan mahasiswa di era 1970-an, melalui berbagai kelompok studi dan ruang-ruang diskusinya.
Setelah Soeharto dijatuhkan, dan hampir 10 tahun reformasi berjalan, ruang-ruang keterbukaan yang berhasil diperjuangan gerakan mahasiswa dan rakyat belum berhasil dimanfaatkan untuk meluaskan kampanye mengenai kebutuhan dan pembangunan kekuasaan alternative. Banyak aktivis gerakan radikal yang popular di era 90-an (termasuk pimpinan-pimpinan Partai Rakyat Demokratik—PRD, tokoh-tokoh LSM, tokoh-tokoh mahasiswa) , terkooptasi ke dalam politik parlementer di bawah bendera pemerintahan rezim neoliberal, partai-partai sisa lama dan reformis gadungan.. Situasi tersebut telah memperlambat perjuangan untuk menuntaskan reformasi dan mengampanyekan suatu politik alternatif.

Apa yang terjadi di Venezuela di akhir tahun 90-an (1998 dan 1999) serupa dengan situsi politik di Indonesia saat ini, yang ditandai dengan kekecewaan rakyat pada partai politik tradisional. Namun, di Indonesia tidak ada elit politik dan partai politik sisa lama (Orde Baru) dan reformis gadungan di Indonesia yang menyatakan keberpihakan terhadap pembebasan rakyat miskin, seperti yang dikatakan Chavez di banyak pidatonya bahwa pembebasan rakyat miskin adalah satu-satunya cara untuk membangun sebuah bangsa.

Ditengah situasi inilah pekerjaan solidaritas untuk revolusi sosialis di Venezuela mendapatkan momentumnya. Kaum aktivis gerakan (kiri) di Indonesia (seharusnya) merupakan mereka yang berkepentingan untuk menyebarluaskan gagasan-gagasan revolusi Venezuela; meluruskan propaganda sesat tentang demokrasi dan Chavez dari tangan elemen-elemen sisa lama (orba) dan tentara di Indonesia.

Propaganda sesat yang dilancarkan kekuatan lama di Indonesia terhadap Venezuela saat ini adalah, bahwa kesejahteraan rakyat dapat dicapai tanpa demokrasi; dan tentara adalah elemen penting yang berkesanggupan melakukan perubahan. Termasuk di antara elemen sisa orba tersebut adalah Prabowo—pelaku penculikan aktivis gerakan 90-an—dan Wiranto—mantan Jenderal pelanggar HAM—yang mencoba masuk dalam politik nasional kembali dengan menunggangi perubahan di Venezuela di bawah kepemimpinan Chavez.

Demikian pula para politisi reformis palsu seperti Amien Rais—mantan ketua MPR—dan beberapa anggota DPR dari partai-partai reformis gadungan semacam partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP), yang mulai bersuara mengenai nasionalisasi minyak Venezuela. Mereka khususnya mengambil contoh renegosiasi kontrak karya terhadap perusahaan minyak asing di Venezuela. Tapi tentu saja, mereka tidak bicara mengenai demokrasi partisipatif; nasionalisasi di bawah kontrol buruh (rakyat); referendum; dewan-dewan komunal sebagai elemen yang paling penting dari revolusi Venezuela.

Dalam kepentingan inilah pekerjaan solidaritas terhadap Revolusi Venezuela dapat sekaligus memberikan landasan bagi perjuangan pembebasan nasional di Indonesia, yakni perjuangan pembebasan rakyat miskin oleh kekuatan rakyat miskin sendiri. Revolusi Venezuela merupakan bukti bahwa berjuang (untuk perubahan yang mendasar) tidaklah mustahil; bahwa rakyat bisa melakukan perubahan dengan kekuatannya sendiri; bahwa mobilisasi kekuatan rakyat sendiri adalah senjata paling ampuh untuk merebut kekuasaan. Inilah senjata utama revolusi yang tidak boleh dilucuti oleh politik kooptasi dan kooperasi dengan musuh-musuh rakyat.

Banyak kalangan yang skeptis mengatakan bahwa tidak mungkin Indonesia bisa mencontoh Venezuela, oleh karena latar belakang sejarah, ekonomi dan politik yang berbeda. Pertanyaannya adalah, mengapa tidak mungkin? Mengapa membatasi diri? Dalam logika yang sama, banyak masyarakat klas menengah Indonesia tak segan untuk dengan terbuka berkiblat pada mimpi-mimpi Amerika atau Eropa yang bisa maju karena kolonialisme dan imperialisme modern. Atau kagum pada China dan India yang bisa besar karena mengambil madu dari perjalanan sejarah bangsanya yang revolusioner—dari Revolusi Kebudayaan Mao Tsetung dan militansi Gandi. Para pejuang pergerakan nasional Indonesia pun mengambil manfaat sebesar-besarnya dari Revolusi Rusia 1917 dan Nasionalisme Tiongkok, untuk pergerakan rakyat yang lebih modern demi perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Mengapa kita takut untuk membebaskan diri mempelajari Revolusi yang terjadi Venezuela, Kuba, dan Bolivia? Apakah ketakutan itu akibat prasangka terhadap sosialisme yang dijadikan hantu berpuluh-puluh tahun oleh rezim Soeharto? Atau karena kita terperangkap oleh sistem ‘bebas nilai’ dunia akademik yang palsu? Bila benar demikian, maka tamatlah riwayat kita sebagai manusia berilmu yang bertanggung jawab untuk merubah situasi dunia menjadi lebih baik dan manusiawi.

Untuk kepentingan inilah Solidaritas Rakyat Indonesia untuk Alternatif Amerika Latin (SERIAL) didirikan pertengahan tahun 2006 lalu. Meski belum maksimal dalam perluasan propaganda, beberapa aktivitas yang sudah dilakukan antara lain:

· Kegiatan penerbitan
1. Buku: “Perubahan Sejati Terbukti Bisa”, Pidato Presiden Venezuela Hugo Chavez di depan Majelis Nasional bulan Januari tahun 2005. Diterbitkan dalam bahasa Indonesia bulan Agustus 2006.
2. Pamflet: “Strategi Pembangunan Gerakan Perempuan dalam Revolusi Bolivarian”, diterbitkan bulan November, 2006.
3. Mendukung penerbitan buku: “Memahami Revolusi Venezuela”, Wawancara Martha Harnecker dengan Hugo Chavez, Monthly Review Book, Februari 2007.
4. Memberikan teks bahasa Indonesia pada film dokumenter: “A Revolution Will Not be Televised”, tahun 2005.
5. Memberikan teks bahasa Indonesia pada film dokumenter “Bersama Rakyat Miskin Dunia-Con Los Pobres Del Tierra”, tahun 2007”.

· Kegiatan seminar
1. Pelucuran SERIAL, dengan tema: Ada Alternatif, Bercermin dari Amerika Latin, 15 Agustus 2006.
2. Belajar dari Amerika Latin, Solo, Oktober, 2006.
3. Perubahan di Amerika Latin; Apa Manfaatnya Buat Indonesia, 22 Februari 2007.
4. Talk Show di TV Kabel: Q-TV, Venezuela-Chavez dan Indonesia.

Melanjutkan pekerjaan tersebut, pada awal Februari 2008, SERIAL bersama beberapa aktivis dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), Rumah Kiri (RK), dan mahasiswa dari Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, berkumpul dan mendiskusikan suatu proyek kerja bersama untuk membangun komunitas solidaritas Hands Off Venezuela (HOV) di Indonesia. Inisiatif ini segera mendapat dukungan dari banyak pihak seperti: penerbit buku-buku radikal Resist Book- Jogjakarta; Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI); dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi-Politik Rakyat Miskin (LMND-PRM). Pekerjaan terdekat yang akan dilakukan adalah pertunjukan film No Volveran, dan deklarasi Hands Off Venezuela-Indonesia.

Kerja-kerja solidaritas yang masih perlu ditingkatkan meliputi:
· Pembangunan komite-komite SERIAL dan atau HOV di berbagai Universitas di Indonesia.
· Produksi lebih banyak bahan bacaan; subtitling dan pertunjukan film; web site; diskusi publik, dll.
· Aksi-aksi solidaritas.
· Konfrensi-konfrensi taktik diantara aktivis gerakan, belajar dari pengalaman taktik perjuangan di AL.
· Membuka ajang-ajang studi dan perdebatan ilmiah mengenai sosialisme abad 21.

Sedikit disayangkan, bahwa pekerjaan kampanye Venezuela sendiri dalam bahasa Indonesia tidak banyak dikeluarkan oleh Kedutaan Venezuela di Jakarta. Serangkaian pertemuan yang kami lakukan untuk mendorong Kedutaan Venezuela lebih mampu terbuka mengampanyekan perubahan Venezuela, belum membuahkan hasil. Hingga saat ini belum ada satu bentuk kampanye dalam bahasa Indonesia (penerbitan maupun website) yang reguler dikeluarkan oleh kedutaan Venezuela, yang memberitakan kemajuan perjuangan sosialisme abad 21 di negerinya kepada rakyat Indonesia.

Pada akhirnya, kami berharap Rakyat Venezuela dan Pemerintahan Chavez memainkan peran penting untuk mendukung pekerjaan solidaritas diantara gerakan rakyat di seluruh dunia. Penyebarluasan informasi tentang kemajuan sosialisme di Venezuela, Kuba, dan Bolivia, dalam berbagai bahasa, adalah kunci bagi membesarnya gerakan solidaritas terhadap perjuangan sosialisme abad 21 di seluruh dunia.

Sampai Menang.***

[1] Juru Bicara Hands off Venezuela-Indonesia (HoV Indonesia http://indonesia.handsoffvenezuela.org/); Koordinator Solidaritas Rakyat Indonesia untuk Alternatif Amerika Latin (SERIAL): www.amerikalatin.blogspot.com; Juru Bicara Komite Politik Rakyat Miskin-Partai Rakyat Demokratik (KPRM-PRD): www.kprm-prd.blogspot.com; www.kprm-peoples-democratic-party.blogspot.com

13/12/2007

Chavez: Rakyat Venezuela Dapat Mengajukan Proposal Reformasi yang Baru

Caracas, 5 Desember 2007 (venezuelanalysis.com) - Rakyat Venezuela
punya kapasitas untuk memodifikasi dan mengajukan kembali proposal
reformasi yang kalah dalam referendum 2 Desember, kata Presiden
Venezuela Hugo Chavez melalui telepon saat penayangan program politik
populer La Hojilla (Silet) dalam TV pemerintah Venezuela channel VTV.

Saat telepon Chavez merefleksikan hasil referendum dan menegaskan
bahwa ia kehilangan haknya untuk mengajukan proposal konstitusional.
Namun, katanya, "Rakyat Venezuela punya kekuasaan dan hak untuk
mengajukan permintaan reformasi konstitusional sebelum masa [jabatan
presiden] ini selesai, yang masih tersisa 5 tahun."

Dalam Konstitusi Bolivarian 1999, Presiden, Majelis Nasional atau 15
persen pemilih terdaftar berhak mengajukan proposal reformasi
konstitusional.

Rakyat Venezuela, tekan Chavez, dapat mengajukan proposal reformasi
"tahun depan atau dalam tiga tahun ini."

"Tidak harus sama," lanjutnya, "Bisa mengarah ke hal yang sama, tapi
bentuknya berbeda, lebih baik dan lebih sederhana, karena saya harus
menerima bahwa reformasi yang kami ajukan sangatlah kompleks. Dan
dalam perdebatan itu menjadi lebih kompleks. Ini digunakan oleh
lawan-lawan kami dan kami tidak mampu menjelaskannya."

Proposal reformasi konstitusional Chavez yang asli pada 15 Agustus
memuat perubahaan terhadap 33 pasal; ini kemudian bertambah menjadi
total 69 pasal dalam perdebatan dengan Majelis Nasional.

Dalam pidato konsesinya pada Senin dini hari Chavez menerima bahwa
mungkin momennya salah untuk proposal reformasi. Namun, dengan mengacu
pada batas kemenangan oposisi yang sangat tipis, ia menyatakan dalam
La Hojilla, "Walaupun itu ofensif awal, kita hampir menang!"

"Kita akan mengkonsolidasikan kekuatan ini dan meningkatkan kekuatan
ini dan kemudian akan ada ofensif baru, yang dapat dicapai melalui
cara-cara kerakyatan," ia menjaminnya. Chavez berkata ia berharap
rakyat akan mengambil inisiatif ini sambil mempertahankan tujuan
prinsipilnya; "transformasi negara"

"Diskusi seputar transformasi negara belum usai," lanjutnya, "ini
momen untuk memulai refleksi sesungguhnya dan kritik-diri."

Meskipun peningkatan suara oposisi hanyalah sedikit dari 4,4 juta saat
pemilihan presiden tahun lalu menjadi 4,5 juta menentang reformasi,
tampaknya sebanyak 2,8 juta orang yang memilih Chavez saat pemilihan
presiden memilih abstain saat referendum reformasi konstitusional.

Merefleksikan pendapat bahwa banyak rakyat memilih abstain dalam
voting referendum sebagai protes terhadap kerja-kerja banyak walikota
dan gubernur yang mengambil garis 'Chavismo,' Chavez berkata, "Kalau
sebagian orang tidak memilih karena mereka kesal dengan tidak
diresponnya beberapa tuntutan mereka oleh beberapa pihak, maka ini
bukan saatnya menjelek-jelekkan hal itu, karena proposal itu secara
langsung menyerang keburukkan-keburukkan badan-badan tersebut, seperti
korupsi dan birokrasi yang benar-benar menahan tuntutan rakyat. Rakyat
yang tidak memilih atau memilih menolak reformasi karena kesal atau
kecewa hanyalah merugikan diri mereka sendiri."

Chavez juga mengolok-olok kampanye media internasional yang
mendiskreditkan dan secara pribadi menyerangnya, terutama channel
televisi AS, CNN, yang telah memulai penyebaran informasi tentang
dugaan krisis dalam pemerintah revolusioner sebagai reaksi terhadap
hasil proses pemilihan 2 Desember.

Menegaskan bahwa ia tetap bekerja keras untuk revolusi, Chavez
berkata, "Bagi saya ini bukanlah kekalahan dan saya tidak menganggap
ini sebuah kemenangan kaum oposisi. Kini yang ada adalah menjaga tetap
terbukanya jalan menuju tanah air yang baru. Yang tidak mereka
singgung dalam berita-berita isapan jempol tentang krisis dan rakyat
yang mudah dikalahkan dan bersedih adalah bahwa Chavez masih di sini
untuk sementara."

Ia juga sepenuhnya menyangkal berita versi wartawan El Nacional,
Hernan Lugo-Galicia, yang menduga dalam sebuah wawancara dengan Daniel
Viotto dalam CNN berbahasa Spanyol bahwa Chavez menerima hasil
referendum hanya setelah ditekan oleh Komando Tinggi Militer.

"Mengenai desas-desus bahwa Komando Tinggi Militer siap melanjutkan
rencana destabilisasi yang dipersiapkan kaum oposisi; hanya ada satu
hal yang perlu dijelaskan, bahwa Komando Tinggi Militer saat ini lebih
solid dari sebelumnya karena Revolusi, karena komitmen mereka, karena
penghormatan mereka terhadap Konstitusi." Jendral Jesus Gregorio
Gonzalez Gonzalez, komandan Komando Operasional Strategis juga
menelpon La Hojilla beberapa menit setelahnya untuk mengkonfirmasi
bahwa klaim Lugo-Galicia adalah "isapan jempol."

Diterjemahkan oleh Data B

Evo Morales: "Kami Butuh Mitra, Bukannya Majikan"

Tanya Jawab: "Kami Butuh Mitra, Bukannya Majikan"
Wawancara dengan Evo Morales, Presiden Bolivia

http://www.ipsnews.net/news.asp?idnews=39915

Roma, 3 Nov (07) (IPS) - Presiden Bolivia Evo Morales mengunjungi Italia minggu ini untuk menerima penghargaan khusus bagi komitment pemerintahannya terhadap isu-isu sosial dan kesehatan. Ia menjadikan isu-isu ini suatu "prioritas politik"

Penghargaan diserahkan oleh Pusat Pio Manzu, suatu organisasi riset yang bermarkas di Rimini di timurlaut Italia yang mempelajari kebijakan-kebijakan ekonomi, ilmu pengetahuan dan sosial.

Selain menemui Presiden Italia Giorgio Napolitano dan menteri luar negeri Massimo D'Alema, Morales bertemu dengan 30.000 anggota komunitas Bolivia di Roma, dan berbagai anggota gerakan sosial di Italia.

Morales mengatakan pada warga Bolivia di Roma bahwa sebelum ia dipilih sebagai Presiden pada Desember 2005, Bolivia menerima 300 juta dolar per tahun dalam bentuk penghasilan pajak dari industri minyak. Setelah nasionalisasi cadangan energi, Bolivia kini menerima 2 milyar dolar per tahunnya.

Pendapatan tambahan digunakan untuk pendidikan dan kesehatan, dan untuk penciptaan program mikrokredit, kata Morales.

"Untuk meningkatkan pendapatan tak perlu membuat pajak tambahan," katanya pada Claudia Diez de Medina dari IPS, "tapi cukup memanfaatkan sumberdaya alam dengan lebih baik." Untuk ini, katanya, "kami butuh mitra, bukannya majikan."

Berikut cuplikan wawancara yang dirangkai oleh koresponden IPS Italia, Sabina Zaccaro:

IPS: Minggu ini Anda telah diberikan penghargaan oleh suatu organisasi Italia untuk program-program pemerintah Anda berupa akses lebih baik terhadap kesehatan dan nutrisi, dengan secara khusus memfokuskan anak-anak. Dapatkah Anda berikan beberapa detail langkah-langkah ini?

Evo Morales: Tantangan bagi kami adalah bekerja untuk semua rakyat Bolivia tanpa memprioritaskan suatu sektor, tapi kewajiban pertama saya adalah terhadap rakyat yang membutuhkan; ini adalah anak-anak, kaum tua, dan rakyat miskin. Berbicara tentang anak-anak, kami juga menerapkan kebijakan bernama "Nol Malnutrisi" (Hambre Zero) untuk menjawab isu kesehatan bagi anak-anak.

Langkah kami berikutnya akan berfokus pada nutrisi; tahun ini kami akan menerapkan suatu proyek pembangunan pabrik pemrosesan produk susu yang menghasilkan susu dan yogurt. Telah saya sarankan -- dan semoga hasilnya akan baik -- untuk membuat yogurt dengan quinoa (suatu tanaman yang tumbuh di wilayah Andean di Amerika Selatan dan berkandungan protein tinggi).

Kami akan melatih para walikota untuk membeli produk ini dan memberikannya kepada anak-anak sebagai makanan di waktu sekolah; daripada membeli kue dari Argentina, dari negara lain, kenapa tidak gunakan yang kami miliki.

Kami juga telah mengidentifikasi tiga pabrik pengolahan untuk jus jeruk di beberapa wilayah berbeda yang akan memadukan susu dan jus. Anak-anak akan mendapatkan ini secara gratis untuk makan siang di sekolah. Saya punya beberapa rencana lainnya tapi mereka butuh pengembangan lebih lanjut.

Kami bertujuan memberikan anak-anak kami seperempat liter susu per hari. Kami sudah menyiapkan mesin untuk ini, dan kami akan segera menerima pabrik-pabrik pengolahan lainnya, termasuk yang untuk buah-buahan sitrus.

IPS: Pemerintahan Anda juga telah bekerjasama dengan Kuba untuk memperkuat pelayanan kesehatan...

EM: Kami menguatkan akses terhadap kesehatan di penjuru negeri. Tahun ini kami memiliki 40 rumah sakit 'tingkat dua' (de Segundo nuivel), dan 11 pusat-pusat spesialis mata (opthalmology) yang didonasikan oleh Kuba. Mereka telah menjalankan 100.000 hingga 150.000 operasi mata. Rumah-rumah sakit tersebut juga telah merawat mayoritas besar dari 380.000 rakyat Bolivia yang menderita banjir bulan Februari.

IPS: Apa hasil dari kebijakan-kebijakan ini?

EM: Di Bolivia ongkos operasi mata biasanya berkisar 1.000 dolar, dan di Eropa saya pernah diberitahu sekitar 3.000 hingga 4.000 dolar. Bayangkan besarnya uang yang kami simpan untuk rakyat Bolivia, dan dengan hasil yang baik. Tak hanya untuk rakyat miskin, tapi juga kolonel, jendral, pengacara, kaum kelas menengah.

IPS: Menurut PBB, hampir 40 negeri di dunia telah mengadopsi undang-undang tertentu yang menentang kekerasan domestik dan yang melindungi perempuan. Tigabelas di antaranya di Amerika Latin, Bolivia termasuk. Tapi suatu masyarakat patriarkal masih mengekang emansipasi perempuan. Bagaimana kebijakan Anda di sini?

EM: Satu aksi pertama adalah memperkuat "brigade perlindungan perempuan" (kelompok-kelompok perempuan yang dilatih untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak-anak). Para polisi perempuan juga telah diberikan kekuasaan baru, dan sangat efesien, walaupun kami perlu memperbaiki ini lebih jauh.

Tapi ini adalah permasalahan yang membuat saya malu. Peralatan khusus dibutuhkan untuk pelatihan semacam itu, dan kami masih punya kelemahan finansial. Yang paling lemah dan paling dilecehkan biasanya perempuan dan anak-anak, dan kami butuh melakukan sesuatu yang terpadu bagi keduanya. Kotapraja tidak cukup efesien, mereka tersangkut dalam birokrasi.

Tapi kami telah menyaksikan hasil-hasil yang menarik, dan saya bekerja untuk memperkuat dan mendukung inisiatif demikian. Ada beberapa perbaikan dalam polisi untuk menolong perlindungan terhadap keluarga, dimulai dari kaum perempuan. Dan untuk pertama kalinya, Bolivia memiliki menteri-menteri perempuan.

IPS: Berapa orang menteri perempuan di pemerintahan Anda?

EM: Saya punya lima menteri perempuan -- untuk kesehatan, pendidikan, perusahaan-mikro, pertanian, dan kehakiman. Perempuan punya cara yang lebih baik dalam menganalisa permasalahan sosial dan ekonomi, dan juga bersudut pandang keluarga.

IPS: Rencana-rencana apa yang Anda miliki selain program-program sosial untuk kesehatan dan pendidikan untuk mencapai MDG (millennium development goals -- tujuan pembangunan milenium yang disetujui tahun 2000 untuk membabat kemiskinan dan memperbaiki kesehatan dan pendidikan)?

EM: Dalam lapangan sosial kami mencari persamaan; dalam politik, menghapuskan diskriminasi, dan dalam ekonomi, memanfaatkan sumber daya alam kami sebaik mungkin.

Program pengembangan sosial kami memiliki dua kebijakan penting: satu adalah dana pensiun seumur hidup Bermartabat (Bonus Dignidad) di mana mereka yang berumur di atas 60 diberikan 200 bolivianos per bulan (7.8 bolivianos adalah satu dolar). Di Bolivia hampir 90 persen kaum profesional tidak menerima dana pensiun ketika memasuki usia pensiun.

Kebijakan kedua adalah bonus pendidikan Juancito Pinto, juga sebesar 200 bolivianos per bulan. Ini untuk membeli peralatan sekolah, walaupun setelah kami pelajari bonus tersebut juga digunakan untuk membeli sepatu, yang tanpa bonus itu mayoritas anak-anak di pedesaan tak akan mampu membeli.

IPS: Bicara soal perbedaan pendapatan yang besar, Anda bicara tentang pentingnya mengurangi ketakseimbangan antara negeri-negeri Eropa dan bolivia untuk menghindari migrasi besar. Apa rencana Anda?

EM: Investasi, penguatan ekonomi, menggali sumberdaya alami kami dan mengindustrialisasikannya, untuk memperoleh sumber daya lebih banyak lagi dan untuk mendukung kaum muda dan rakyat miskin agar mereka mendapat gaji lebih besar. Tapi ini tidak mudah. (END/2007)

(Diterjemahkan oleh Data B)

11/12/2007

Sinopsis: Con Los Pobres de la Tierra


Venezuela: Membangun Dunia Baru dengan Revolusi

Sinopsis: Con Los Pobres de la Tierra: "Revolusi, Bersama Rakyat Miskin Dunia"
Sutradara Acevedo Fals; Durasi: 57 menit
Produksi MEPLA 2004
Teks Indonesia oleh SERIAL

Satu lagi film dokumenter tentang Revolusi Venezuela: Con Los Pobres de la Tierra (Revolusi, Bersama Rakyat Miskin Dunia). Film ini mengajak kita untuk mengenal apa itu Revolusi Bolivarian Venezuela. Presiden Hugo Chávez bersama rakyat Venezuela sedang bekerja melanjutkan proses Bolivarian, dan memperkuat perubahan sosial ekonomi melalui jalan damai. Sebuah jalan dimana demokrasi dipilih menjadi aturan main utamanya. Sebuah revolusi damai tak berarti kompromi terhadap pengambilalihan (baca: kontrol) sumber-sumber kekayaan negeri dari dominasi asing demi distribusi pendapatan yang lebih adil dan peningkatan produktivitas rakyat. Demokrasi tak berhenti pada putaran-putaran elektoral semu tanpa partisipasi riil rakyat, melalui organisasi-organisasinya; kelompok-kelompoknya; pikiran-pikiran dan kehendaknya.

(Revolusi) Ini merupakan suatu proses sui generis (unik), didukung oleh kaum miskin, tentara revolusioner, dan sebagian sektor kelas menengah, yang bertahan sambil memikul beban krisis luar biasa akibat pemerintahan-pemerintahan masa lalu. (Revolusi) Ini adalah sebuah proses yang terus maju, meski dengan oposisi kuat dari kaum oligarki (pemodal); korupsi aparatus kelembagaan, serta media-media massa raksasa: para dalang kontra-revolusi

Sedikit banyak, film ini membuka berbagai kelemahan dan kesulitan yang dihadapi oleh aparatus pemerintah pro revolusi di tengah ancaman dan sabotase bertubi-tubi dari kelompok oposisi; media-media massa raksasa; dan tentu saja, Amerika Serikat. Padahal jalan kekerasan bisa saja menjadi opsi untuk mengatasinya, namun tokh, kebangkitan partisipasi rakyat melalui berbagai organisasinya, adalah jalan yang terbukti lebih ampuh di tahun 2002 (mengembalikan Chávez dari kudeta oposisi—hal 211) dan 2004 (mengalahkan referendum pemecatan).

Setelah Revolution Will Not Be Televised, film produksi MEPLA ini —oleh arahan Martha Harnecker, seorang aktivis kiri Amerika Latin—dapat menjadi suatu bahan kajian berikutnya untuk memahami Revolusi Venezuela. Revolusi ini memberikan sebuah pilihan jalan keluar melawan dikte kebijakan pro neoliberal. Melalui jalan damai dan demokratis, Venezuela membuat mungkin apa yang tidak mungkin bagi banyak orang: mengambil alih industri migas; membangun industri pokok di bawah kontrol buruh; mendistribusi kekayaan negeri; mengorganisasikan kekuatan rakyat miskin; melakukan referendum; melunasi utang luar negeri; memutus hubungan dengan IMF; dan seterusnya, dan seterusnya.

Revolusi oleh rakyat Venezuela kini dianggap sebagai satu-satunya jalan untuk dapat merubah nasib, sehingga mereka berbondong-bondong mempertahankannya. Revolusi kini bermakna partisipasi; kebangkitan rakyat yang menolak menjadi kuli, dan semata-mata dinilai lewat kertas suara. Kini mereka berkehendak mengatur negerinya dengan tangan-tangannya sendiri, melalui konstitusi yang mereka tentukan sendiri, sambil bersuara dengan lantang: “Berjuang itu Tidak Mustahil!”.

DATANG & HADIRI....

Resist book bekerjasama dengan SERIAL dan Toga Mas Yogya:
mengadakan Pemutaran Film & Diskusi

Los Pobres Del Tierra
(Revolusi bersama rakyat miskin dunia)

Pembicara:
- Eko Prasetyo (Penulis buku "Inilah Presiden Radikal dan "Jadilah intelektual Progresif")
- Dian Novita (SERIAL Yogya)

18 Desember 2007
15.00- selesai
Toga Mas Yogya


07/12/2007

Sosialisme di Abad 21

Haiman El Troudi telah menjabat berbagai posisi dalam pemerintahan
revolusioner Venezuela. Ia pernah menjadi direktur Kantor Presiden
(2005-2006) di bawah Hugo Chavez dan sekretaris Komando Nasional
Maisanta saat referendum penurunan presiden pada Agustus 2004. Kini ia
menjadi bagian dari tim investigasi dalam Pusat Internasional Miranda
yang bermarkas di Caracas, di mana ia mengepalai program "Sosialisme
dalam Abad 21". Troudi berbicara kepada Sam King dari majalah Links
pada 14 Juni.

Menurut Anda apa saja pelajaran-pelajaran positif dari Sosialisme Abad
20 yang relevan dalam membangun sosialisme Abad 21?

Itu tergantung dari konteks dalam perkembangan tiap-tiap revolusi yang
terjadi. Kita tak dapat berbicara tentang satu "sosialisme" yang unik,
tapi perlu membicarakan tentang "sosialisme-sosialisme" karena
terdapat independensi, yang tergantung pada tempat terjadinya proses
revolusioner, yang berkembang dalam bentuk-bentuk sosialis tertentu.
Contohnya, yang kini terjadi di Venezuela tidak sama dengan yang
terjadi Bolivia, atau Ekuador, atau Nikaragua, karena mereka terjadi
dalam kenyataan obyektif yang berbeda dan karena subyek-subyek
sosialnya berbeda. Aktor revolusioner utama dalam revolusi Bolivia
adalah penduduk asli. Dalam kasus Venezuela, adalah
komunitas-komunitas yang terorganisir. Dan di antara keduanya tidak
ada kepeloporan kaum pekerja yang mengambil kepemimpinan dalam
revolusi-revolusi ini. Karena ini kita harus berbicara tentang
"sosialisme-sosialisme".

Berkaitan dengan abad kemarin, tanpa ragu, aspek pertama yang perlu
kita gali adalah ide bahwa semua sosialisme di Eropa Timur berhubungan
dengan kondisi manusia. Sosialisme di sana adalah tentang
memberdayakan lelaki dan perempuan atas modal dan atas pekerjaan.
Sosialisme di sana adalah tentang menstimulasi proses pembebasana,
meningkatkan derajat kebudayaan dan juga memenuhi kebutuhan dasar.
Dapat dikatakan mereka membuka jalan bagi pembangunan manusia baru
yang, dalam langkah-langkah yang baik, dapat mengatasi kondisi
kehidupan mereka secara material maupun kultural.

Kita juga harus menggali kembali, contohnya, pengalaman Yugoslavia
dan...bentuk-bentuk pengelolaan-diri (self-management) dan
pengelolaan-bersama (co-management) yang berkembang di dalam
pabrik-pabrik [umum]. Dalam kenyataannya, ini salah satu proses
terbaik kontrol pekerja yang muncul dari kubu sosialis di abad kemarin
karena selama tahun-tahun tersebut tidak saja terjadi peningkatan
terhadap produktivitas, tapi juga terhadap kesadaran ekologis dan
organisasi, dan terhadap partisipasi pekerja di perusahaan-perusahaan.
Terdapat juga hubungan antara pengalaman kaum pekerja ini dengan
organisasi sosial (umum). Dengan kata lain, kerja-kerja untuk
pembebasan tidak sekedar diserahkan di dalam pabrik atau di dalam
perusahaan tapi dibawa ke tempat para pekerja tersebut tinggal dan
beraktivitas secara politik dan sosial.

Kita perlu menggali kembali kemajuan-kemajuan yang dibuat Kuba di
bidang sosial, di mana terdapat jaminan kehidupan yang bermartabat
bagi para penduduk Kuba meskipun diblokade Amerika Serikat, [yang
mengakibatkan besarnya] pembatas bagi kemampuan revolusi untuk
melangkah lebih jauh secara ekonomi. [Meski demikian] terdapat
kemajuan-kemajuan besar dalam pendidikan, kesadaran dan kebudayaan
rakyat Kuba. Mayoritas rakyat Kuba telah menyelesaikan pendidikan
sekolah atas. Ini kemajuan yang sangat penting bagi Revolusi Kuba.
Dalam kesehatan dan dalam kebudayaan dan olah raga, terdapat
kemenangan-kemenangan sosial yang sangat penting.

[Penduduk Kuba] adalah rakyat yang telah bangkit, rakyat yang sadar,
rakyat yang berpolitik dan yang telah membentuk sayap pertahanan bagi
Revolusi Kuba. Ini hasil dari efek pendidikan dan kebudayaan dalam
mentransformasi rakyat. Penduduk Kuba adalah rakyat yang terkepung,
yang terblokade, yang dikucilkan oleh aktivitas ekonomi dunia. Rakyat
Kuba telah menghadapi bencana ekonomi dalam periode khusus [menyusul
keruntuhan Uni Soviet] dan menang. Agar pemerintahan revolusioner
tetap kokoh dalam kondisi-kondisi demikian, pemerintah itu harus
secara fundamental berdasar pada kesadaran rakyat, suatu kesadaran
yang dipercikkan oleh kepemimpinan Revolusi Kuba.

Secara fundamental, perjuangan sosialisme di abad kemarin telah
memungkinkan kita untuk memahami semua kejahatan yang disajikan oleh
model kapitalis. Tanpa pengalaman-pengalaman sosialisme di abad
sebelumya, dengan segala kesalahan dan kebenarannya, kita tak akan
mampu memahami besarnya ketidakadilan yang berkembang dalam sistem
kapitalis.

Apa pelajaran-pelajaran negatifnya?

Pengalaman negatifnya sudah banyak didiskusikan. Kita perlu memahami
kesalahan. Karena sangat lekat dengan metode Marxis dalam menganalisa
sejarah dan dialektika proses-proses tersebut,

nya, kita perlu memahami bahwa dalam satu hal kami beruntung dapat
mulai mengembangkan revolusi sosialis pertama yang dimulai sejak
keruntuhan kubu sosialis di abad kemarin. Yang lain-lain, seperti
Kuba, Cina, Vietnam dan Korea Utara adalah revolusi-revolusi sosialis
yang terjadi pada abad 20, yang dipertahankan hingga abad 21, namun
revolusi pertama di abad 21 yang menyatakan karakternya yang sosialis
adalah Revolusi Bolivarian. Jadi kami merasa beruntung karena kami
dapat menengok masa lalu dan melihat apa-apa saja kesalahan yang telah
dibuat, apa yang harus ditinggalkan, apa saja kegagalannya.

Contohnya, kami sadar bahwa kami tak dapat mengulangi model
kapitalisme negara (state capitalism) di mana negara mengontrol
totalitas alat-alat produksi, menciptakan perusahaan-perusahaan umum
milik negara untuk mengelola alat-alat produksi. Bentuk yang diambil
perusahaan-perusahaan ini dalam menjalankan fungsinya mereproduksi
logika dan dinamika yang sama dengan kapitalisme - eksploitasi manusia
oleh manusia, alienasi kerja dan pembagian kerja teknis. Jadi untuk
apa memiliki perusahaan negara bila karakteristik internalnya sama
dengan perusahaan kapitalis? Secara fundamental ini terjadi dalam
proses-proses di masa lalu tersebut dan ini juga terjadi dalam
proses-proses yang sedang kami jalani. Jadi kita perlu memahami bahwa
kerja membutuhkan proses emansipasi bukannya penindasan.

Pelajaran lainnya, yang tidak mau kami ulangi, adalah negasi terhadap
kemungkinan perkembangan rakyat secara demokratik. Masyarakat
diorganisir ke dalam partai, partai tunduk pada biro politik dan sang
pemimpin akan mengontrol biro politik. Partai mengontrol negara,
sementara pemimpin partai mengontrol partai dan negara. Inilah yang
jelas-jelas terjadi pada Stalinisme di Uni Soviet. Jadi rakyat di
negeri-negeri sosialis tersebut sekedar mendelegasikan semua keputusan
kepada perwakilan mereka, kepada para pemimpin politik mereka, dan
juga kepada pemerintah, dan mereka dibuat jadi penonton pasif. Penting
bagi kami untuk menggali proses perkembangan demokratik yang mendalam
sebagai sesuatu yang internal terhadap proyek sosialis yang
mengorganisir masyarakat. Tidak sekedar rumusan demokratik, karena
demokrasi perwakilan melahirkan suatu sistem ketatanegaraan yang
vertikal dan dalam kebanyakan kasus melucuti kesempatan warga untuk
berpartisipasi dalam permasalahan umum dalam negara. Kami percaya
bahwa sistem demokrasi partisipatif yang terbuka, di mana rakyat
mengambil bagian dalam permasalahan umum dan juga membuat keputusan
dalam bidang-bidang yang dikuasai mereka dan dalam permasalahan mereka
sendiri. Kami tidak percaya bahwa revolusi sosialis Bolivarian perlu
memproklamirkan diri sebagai ateis karena ini akan menolak dukungan
yang telah memberikan sumbangsih terhadap perjuangan sosialis di
Amerika Latin, seperti Teologi Pembebasan. Lebih baiknya negara
mengadopsi posisi sekuler dan menyerahkan keputusan tentang
kepercayaan agama apa yang harus dianut ke tangan rakyat.

Kami tidak berniat mengulangi skenario totalitarianisme dengan
sentralisme demokratiknya yang berlebihan karena rakyat, bila mereka
akan berpartisipasi lebih aktif, perlu diberi kesempatan untuk
mengintervensi dalam semua permasalahan umum dan semua permasalahan
negeri tempat mereka tinggal. Bahwa negara dapat merencanakan segala
sesuatu yang ada dalam masyarakat tidaklah terbayangkan karena begitu
banyak hal-hal yang memang berada di luar kontrol negara - karena
kompleksitasnya, terutama dalam dunia yang begitu mengglobal seperti
kini. Contohnya, beberapa perusahaan tertentu yang dapat dikelola
sebagai kepemilikan sosial dan kolektif untuk semua, tapi yang tidak
dikelola oleh negara, melainkan dikelola secara langsung oleh
komunitas yang terorganisir. Komunitas ini bukanlah pemilik entitas
itu tapi menjalankan administrasinya tanpa intervensi negara.

Negara, bersama-sama rakyat yang terorganisir, merupakan penentu dalam
merumuskan kebutuhan-kebutuhan riil penduduk yang butuh dipenuhi. Ini
berarti [negara] bersifat fleksibel dalam memainkan peranannya sebagai
pengontrol dan memiliki kepercayaan lebih terhadap rakyat, dan dalam
kasus ini bukan sekedar mempercayai partai atau teknokrat.

Kami tak dapat mengulangi format perencanaan pusat [yang lalu]. Di
satu sisi kapitalisme mengatakan bahwa tangan gaib [invisible hand]
pasar melakukan regulasi-diri. Kontra-posisi sosialisme menyatakan
bahwa ekonomi perlu direncanakan secara nasional. Namun, kami tidak
meyakini resep tertentu, seperti ekonomi harus direncanakan secara
vertikal, di mana semuanya ditentukan oleh sekelompok teknokrat atau
ilmuwan dari negara [yang] menentukan apa yang akan terjadi dalam
ekonomi, dalam produksi atau dalam pengembangan suatu lokalitas
tertentu, dsb. Dengan demikian, kami percaya akan perencanaan tapi
bukan perencanaan yang harus dan secara absolut tersentralisir dan
vertikal. Lebih baik menciptakan suatu sistem perencanaan sosialis
yang memberikan kemungkinan kepada rakyat untuk mendiagnosa kenyataan
mereka sendiri sementara di saat yang sama menyusun rencana-rencana
untuk lokalitas mereka sendiri. Dalam kenyataan, rencana-rencana ini
akan lebih erat berhubungan dengan dunia nyata.

Saya hendak menekankan kalimat ini: "Rakyat adalah perencana yang
lebih baik daripada perancana terbaik dari pemerintah ataupun
akademia". Rakyat tahu kenyataan mereka. Tak perlu untuk sekedar
mendiagnosa atau melakukan studi terhadap dunia tempat mereka tinggal.
Seorang intelektual, seorang akademisi, seorang perencana, seorang
teoretisi perlu keluar dan mengamati kenyataan untuk memahaminya.
Rakyat tahu kenyataan mereka sendiri dan dapat merencanakan lebih baik
kenyataan mereka. Kita perlu membalikkan piramida perencanaan yang di
masa lalu telah menempatkan para ahli dan perencana di puncaknya dan
rakyat di dasarnya. Hubungan di antaranya berupa subyek dan obyek.
Perlu ada hubungan yang berupa subyek dan subyek.

Kini, rakyat berada di puncak piramida perencanaan. Di dasarnya adalah
kaum teknokrat, yang semata-mata fasilitator dalam hal-hal teknis.
Piramida itu kini terbalik dengan rakyat di atas, pemerintah di tengah
dan kaum intelektual, teknokrat dan teoretisi di pucuk bawah. Para
teknokrat ini, melalui pemerintah, perlu membantu pengorganisiran
rakyat dalam menjalankan keputusan-keputusan mereka. Idenya adalah
rencana-rencana berskala kecil di tingkat komunitas akan berkombinasi,
satu sama lain, untuk membentuk rencana-rencana yang mencakup wilayah
yang lebih besar dan ini akan kemudian menyatu untuk membentuk basis
perencanaan nasional. Dengan cara demikian, perencanaan berjalan dari
bawah ke atas, bukan dari atas ke bawah. Jadi kami tidak mau
mengulangi fokus perencanaan totalitarian.

Kesalahan terakhir yang saya hendak sampaikan adalah perlombaan
senjata yang dijalankan saat periode pemerintahan sosialis abad
kemarin. Jelas terjadi Perang Dingin dan responnya [kubu sosialis]
adalah mencoba mencegah Imperialisme Amerika Utara yang berupaya
mengontrol seluruh dunia dan menerapkan kapitalisme dan neoliberalisme
dengan menciptakan penyeimbang. Kini tak ada pembenaran untuk Perang
Dingin [yang baru] karena yang diingkan [oleh revolusi Bolivarian]
adalah menciptakan strategi multi-polar, di mana banyak bangsa,
pemerintahan dan wilayah dapat bertindak sebagai penyeimbang yang
penting. Mereka harus dihubungkan bersama secara mutual dan saling
melengkapi untuk menjamin bahwa [mereka] penyeimbang terhadap
imperialisme. Dalam jangka panjang, kita akan mematahkan imperialisme.

Saya berbicara tentang suatu strategi non-perlombaan senjata dalam
pengertian bahwa revolusi Venezuela dan Bolivarian tidak berupaya
menimbun senjata demi menjalankan perjuangan melawan imperialisme.
Tidak. Kami hanya akan mempertahankan kedaulatan kami, kami pikir Iran
dapat mempertahankan kedaulatannya, Kuba mempertahankan kedaulatannya,
rakyat Afrika dapat mempertahankan kedaultannya, dan Rusia dapat
mempertahankan kedaulatannya, Cina mempertahankan kedaulatannya, dan
begitu juga dengan India, Malaysia dsb. Berbagai kutub rakyat dalam
tempat-tempat yang berkembang akan jauh lebih kuat daripada
imperialisme. Dengan begini akanlah mustahil bagi imperialisme untuk
mengontrol rakyat-rakyat tersebut.

Bagaimana Anda memandang peran sektor swasta di Venezuela dalam jangka
panjang, contohnya, dalam 20 hingga 50 tahun ke depan?

Aspek paling kompleks bagi tiap revolusi sosialis adalah memajukan
[periode] transisinya. Kami dalam revolusi Bolivarian tidak percaya
bahwa sekarang penting bagi kami untuk menetapkan apa yang akan
menjadi rejim kepemilikan. Ini bagian dari perdebatan global yang
telah berlangsung selama periode yang panjang dan belum juga
dituntaskan - kepemilikan pribadi seluruhnya, kepemilikan publik
seluruhnya atau suatu ekonomi campuran - inilah perdebatan [yang
dihadapi oleh] setiap pengalaman [revolusioner] dan perkembangan
spesifiknya bergantung pada kenyataannya. Cina telah menyusuri jalan
ekonomi campuran; ada model-model lain yang masih berupa kepemilikan
publik, seluruhnya milik negara. Kami percaya bahwa jalan menuju
sosialisme adalah jalan kepemilikan sosial bagi semua alat-alat
produksi, tapi ini tidak dapat dibangun dari satu saat ke saat
berikutnya - kami perlu berjalan menuju arah tersebut. Bagi kami
kepemilikan kolektif terhadap alat-alat produksi adalah idealnya. Itu
tujuan yang kami harap dapat dicapai, tapi tidak semata-mata melalui
pengelolaan kepemilikan oleh negara.

Kami pikir negara harus mengelola bagian kepemilikan strategis yang
lebih besar. Juga rakyat yang terorganisir secara kolektif memiliki
kemungkinan untuk mengelola kepemilikan publik, bukannya menjadi
pemilik, tapi pengelola. Rakyat, bukannya sektor swasta, akan
didelegasikan menjadi bagian dari konsesi ini untuk mengembangkan,
mengelola, mengeksploitasi barang-barang. Anggota dari koperasi atau
perusahaan sosialis ini tidak akan menyimpan hasil produksi atau
keuntungan yang didapat melainkan akan mereinvestasikannya ke
perusahaan. Saya ulangi, mereka bukan pemilik.

Untuk menuju tahap tersebut masih ada jalan panjang di depan kami yang
harus ditempuh. Dalam jalan panjang ini, revolusi Bolivarian harus
mengadaptasi bentuk ekonomi campuran karena, ingatlah bahwa revolusi
ini yang sedang kami buat, kami hendak jalankan dalam bentuk damai dan
bila kami hendak membuat revolusi yang damai, karena kami tak dapat
memaksakan apa pun, kami butuh mencari konsensus umum. Kami perlu
mencari suatu konsensus aktif dari semua penghuni negeri ini dan
konsensus ini menyertakan pengakuan terhadap perbedaan kelas. Bila
kami berkeputusan untuk menasionalisasi semua alat-alat produksi,
revolusi akan memasuki fase kontradiksi kelas, dan dengan tak
terhindarkan juga konfrontasi dan bentrokan antar kelas. Ini akan
sangat mempersulit pengembangan revolusi secara damai. Atas alasan
ini, kami perlu memasuki suatu periode transisi yang panjang yang
memungkinkan kami untuk memenangkan dan mengkonsolidasikan lapangan
baru ini. Ini bukan sekedar masalah pengambil alihan kepemilikan demi
kepemilikan, sekedar berkata "ini milik negara dan semua masalah kita
terselesaikan". Tidak!

Permasalahannya haruslah tentang apakah aktivitas ekonomi yang
dijalankan produktif, dan apa itu berlaku bagi semua orang. Di atas
segalanya, aktivitas itu harus untuk keuntungan kolektif karena kami
tak menginginkan perusahaan-perusahaan yang bangkrut. Karena kami
menginginkan kesejahteraan yang dihasilkan oleh perusahaan untuk
diinvestasikan kembali ke penduduk. Ini tidak mudah karena, di antara
lain hal, kami punya warisan budaya, suatu tradisi dalam pemerintahan,
yang kami warisi dari Republic Keempat yang tak efesien, korup dan
birokratis. Ada banyak kepemilikan negara di Venezuela. Pemerintah
Venezuela mengontrol hampir 70% dari aktivitas ekonomi nasional. Ini
sangat besar, tapi kami punya banyak kesalahan karena dalam perusahaan
kami, institusi publik kami, pemerintahan kami, kementrian kami, dsb,
terdapat banyak birokratisme, ketidakefesienan dan korupsi. Lebih
lagi, mereka mengeksploitasi kaum buruh, merampas hasil produksi
mereka dan terjadi pembagian kerja secara teknis dan sosial. Jadi
kenapa, saat ini, negara harus mengontrol 30% sisa aktivitas ekonomi
yang berada di tangan swasta?

Dan juga sebagian dari kepemilikan pribadi ini merupakan kepemilikan
kolektif, seperti kolektif-kolektif yang ada - mereka mengambil bentuk
[kepemilikan] campuran dan pertengahan. Jadi kenapa negara mengontrol
30% sisanya jika kami tak punya jaminan bahwa kami dapat mengelolanya
dengan efesien dan mengontrolnya? Jadi kami harus mensubsidinya? Atau
membangkrutkannya? tidak. Kami hendak membiarkan sektor swasta
mengupayakan pembangunan aktivitasnya dan meraih kepercayaan bagi
revolusi sambil secara progresif mencari jalan agar sektor ini dapat
memproduksi di atas segalanya bagi keuntungan kolektif, bukannya
pribadi. Saya akan ulangi tujuannya. Setelah satu generasi - 50 tahun
mungkin - kita dapat tiba pada suatu keadaan yang sepenuhnya
kepemilikan sosial dan sebagaimana saya telah jelaskan, negara
bersama-sama dengan sektor-sektor masyarakat yang terorganisir akan
mengontrolnya, bukan hanya negara.

Dapatkah Anda berbicara tentang dewan komunitas dan dewan pabrik
sebagai organ kekuasaan rakyat (popular power)?

Anda menanyakan tentang partisipasi protagonis rakyat. Ini
diekspressikan melalui bentuk-bentuk organisasi sosial tertentu dari
basis. Salah satunya adalah dewan komunitas, tapi terdapat juga
bentuk-bentuk lainnya seperti contohnya, dewan perencanaan publik
lokal. Kami juga memiliki komite kesehatan, komite teknis air, dan
komite pendidikan. Komite moral dan pencerahan terdiri dari
brigadistas yang aktivitasnya untuk meningkatkan kesadaran politik.
Terdapat juga banyak koperasi dan perusahaan produksi sosial (EPSs),
sebagai bentuk-bentuk partisipasi dalam produksi sosial.

Benar bahwa salah satu hal prinsipil yang dapat ditampilkan Revolusi
Bolivarian sebagai capaian mendalam, yang memberikan revolusi karakter
sosialisnya, adalah pembangunan kekuasaan rakyat. Dengan kata lain,
menurunkan kekuasaan sekali lagi kepada rakyat sehingga rakyat dapat
mengatur dan mengontrol negara. Kita telah bicara secara substansial
tentang pembangunan negara baru di mana rakyat terorganisir pada
saatnya akan mengambil alih kontrol negara ini melalui berbagai banyak
bentuk organisasi. Tapi tidaklah gampang memberikan kekuasaan kepada
rakyat karena tidaklah mungkin belajar mengelola kekuasaan cuma
semalam. Itu merupakan suatu proses pendidikan rakyat yang permanen
dan konstan.

Jadi kini kami berada pada fase pendidikan yang indah, tidak hanya
pendidikan teori tapi pendidikan berdasarkan praktek. Ini telah
menghasilkan sangat banyak pengalaman bagi partisipasi kerakyatan.
Partisipasi kerakyatan yang diekspresikan dalam dinamika di mana
beragam subyek sosial berkembang untuk bantu mendorong pembangunan
revolusi. Revolusi Bolivarian terdiri atas keberagaman subyek-subyek
sosial. Dan lebih baik lagi, itu merupakan subyek sosial kolektif.

Biasanya dalam revolusi sosialis subyek sosialnya adalah kelas
pekerja. Dalam Revolusi Bolivarian bukanlah ini yang jadi
kenyataannya. Pekerja, proletariat Venezuela, adalah salah satu dari
[subyek-subyek] yang mengintervensi revolusi. Sektor-sektor lainnya
yang penting adalah komunitas penduduk asli, komunitas keturunan
Afrika, perempuan, pemuda dan juga rakyat-rakyat yang terorganisir
dalam dewan-dewan komunitas. Bersama-sama mereka membentuk subyek
kolektif Revolusi Bolivarian.

Subyek kolektif baru ini, dalam area aktivitasnya masing-masing, dalam
bidang politik, sosial, ekonomi, pekerja di pabrik, di komunitas
mereka, mahasiswa di universitas, kaum perempuan di rumah-rumah
mereka, aktivis di jalanan, penduduk asli di wilayah mereka dsb. Tiap
subyek ini, dalam area aksinya masing-masing, menerima sebagian dari
kekuasaan untuk dikelola secara langsung. Bentuk yang digunakan dalam
menurunkan kekuasaan ini adalah melalui suatu model bernama dewan.
Dewan komunitas, dewan pabrik, dewan mahasiswa, dewan penduduk asli,
dsb. Setiap orang dalam suatu kampung (barrio), semua buruh dalam
suatu pabrik dsb. diorganisir menjadi majelis ini dan memilih delegasi
mereka, yang akan membawa pendapat kolektif ke eselon-eselon [negara]
yang lebih tinggi. [Delegasi-delegasi yang terpilih] juga
bertanggungjawab [terhadap dewan]. Dewan dapat menarik kembali
pimpinannya. Mereka dapat merubah keputusan yang tidak dikehendaki
mayoritas. Ini satu instrumen demokrasi langsung di dalam dewan. Jadi
sangatlah menarik bahwa subyek sosial dalam berbagai bidang
mendapatkan kekuasaan. Kekuasaan ini dikelola melalui dewan, yang
berfungsi dalam bentuk demokrasi langsung. Yang kami inginkan adalah
berbagai ragam dewan membentuk suatu jaringan yang nantinya akan
menjadi konfederasi dewan-dewan dan mengambil kontrol secara nasional.

Ini berarti perencanaan dan kekuasaan berasal dari basis. Aspek
terpenting dari kekuasaan rakyat adalah bahwa dewan dapat
mengorganisir dan merencanakan nasibnya sendiri dari basis dan dapat
mengambil keputusan tentang hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan
mereka. Lebih lagi, kini mereka dapat menjalankan tugas-tugas dan
mengambil alih kontrol sosial. Inilah keutamaan kekuasaan rakyat. Ini
berarti kesadaran dan organisasi. Tugas-tugas kekuasaan rakyat ketika
kesadaran tercapai adalah untuk mengorganisir rakyat, kemudian untuk
memobilisir rakyat, kemudian mendiagnosa situasi, kemudian membuat
rencana untuk mengubah realitas tersebut, kemudian mengambil keputusan
[tentang langkah yang akan diambil], kemudian mengelola aksi-aksi dan
menerapkan kontrol sosial.

Dapatkah Anda berbicara tentang hubungan antara bentuk-bentuk
organisasi kerakyatan dan aparatus negara yang lama?

Maksud utamanya adalah untuk membangun negara baru. Kami hendak
meninggalkan hal-hal yang tidak berjalan dan menggantinya dengan
sesuatu yang dapat berjalan. Kami perlu memikirkan tentang penyebab
tidak berfungsinya negara yang lama. Di antara beberapa alasannya,
negara tidak berfungsi karena tidak bertanggung jawab (not
accountable) terhadap masyarakat. Negara dikontrol oleh sekelompok
fungsionaris, birokrat. Lebih-lebih lagi negara lah yang menciptakan
politik klientelisme. Partai-partai dalam Republik Keempat, dalam
rangka menjinakkan kaum militan mereka, menawarkan mereka
posisi-posisi dalam pemerintahan dan kementrian. Jadi penunjukkan
fungsionaris ini merupakan produk hasil pemberian suatu partai. Secara
progresif, negara dirubah menjadi gajah putih, sangat gemuk dan tak
dapat beroperasi. Di atas segalanya negara tidak bertanggungjawab atau
menjalin hubungan dengan rakyat. Kita tak dapat mengulangi
permasalahan dan kesalahan yang sama. Solusinya sangat sederhana:
negara yang baru perlu dikonstruksi oleh rakyat, dengan rakyat dan
untuk rakyat. Itu tak dapat dibangun dari atas, melainkan perlu
dibangun dari bawah.

Saya berikan satu contoh. Menteri kesehatan tidak dapat menyelesaikan
masalah kesehatan penduduk. Hal itu harus dilangkahi dengan
menciptakan Mision Barrio Adentro [Misi Masuk Kampung (Barrio)]. Misi
ini dimungkinkan berkat rakyat yang terorganisir dalam komite-komite
kesehatan. Misinya dijalankan secara langsung dalam komunitas mereka.
Tidak perlu pergi ke rumah sakit, atau ke ibukota atau suatu kota, ini
dilakukan di [wilayah lokal] situ sendiri. Dalam tiap komunitas
terdapat fasilitas kesehatan yang pembangunannya dan keberhasilannya
melibatkan rakyat. Dengan demikian itu adalah pembangunan oleh rakyat.
Mereka telah membangun suatu institusi negara baru yang secara efektif
berfungsi. Ini bukan produk politik klientelisme atau birokratisme.
Rakyat tidak dibayar untuk ini, tidak pula menerimanya sebagai
pemberian dari suatu partai. Rakyat dengan sukarela beraksi karena
hanyalah rakyat yang terorganisir itu sendiri yang berkapasitas
menyelesaikan permasalahan mereka sendiri.

Hal yang sama terjadi dengan misi-misi lainnya seperti Mercal [yang
pelaksanaannya mendistribusikan makanan] dan Robinson [bertujuan awal
menangani buta huruf dan kini memberikan pendidikan dasar bagi mereka
yang tidak menyelesaikan sekolah]. Siapa yang datang ke kelas-kelas di
Mission Robinson? Siapa yang meminjamkan rumah mereka, ruang tamu
mereka, kamar tidur mereka kepada rakyat sekitar yang tak dapat baca
atau tulis? Komunitas lah, rakyat itu sendiri yang mengorganisir
respon ini. Pendidikan adalah masalah yang menjadi tanggung jawab
negara, namun selama 40 tahun demokrasi representatif dijalankan oleh
Republik Keempat belum pernah tercapai tingkat baca-tulis sepenuhnya.
Revolusi Bolivarian mampu mencapai ini dalam waktu satu setengah
tahun. Kenapa? Karena kami menciptakan misi dengan rakyat dan
rakyatlah yang mencapai kesuksesan tersebut. Jadi idenya adalah
melangkahi institusi negara yang tidak berfungsi. Sekarang yang perlu
kita pastikan adalah misi-misi yang telah kita ciptakan dengan rakyat
ini agar saling bergabung, satu sama lain untuk mengambil alih
kementrian yang lama, sehingga yang lama digantikan oleh yang baru.
Inilah strateginya: kita harus menyudahi negara yang lama dan
membangun yang baru.

Bagaimana Kaitan Revolusi Bolivarian dengan revolusi Amerika Latin?

Setiap revolusi sosialis, bila hendak mencapai kemenangan, perlu
menyaksikan banyak revolusi sosialis. Tidak bisa sosialisme dalam satu
negeri. Karenanya kami berkeyakinan terhadap perspektif internasional
dan kebutuhan menstimulasi semua proses-proses revolusioner di Amerika
Latin dan dunia. Revolusi butuh menjadi internasional. Dalam arah ini
kami mendorong untuk menghubungkan revolusi kami dengan banyak
proses-proses emansipatoris yang berjalan di negeri lain - proses dari
bawah, tidak hanya dari atas, tapi secara fundamental dari bawah.
Terdapat berbagai inisiatif dalam gerakan sosial dan kelompok politik
akar-rumput (grassroots) di rakyat lainnya. Tidak hanya hubungan
politik tapi juga dukungan. Revolusi Bolivarian untungnya diberikan
banyak sumber daya yang telah kami gunakan untuk kepentingan
pembebasan rakyat-rakyat lainnya, contohnya melalui ALBA (Alternatif
Bolivarian untuk Benua Amerika).

Kami mencoba mendemonstrasikan bahwa terdapat bentuk kerjasama ekonomi
yang beda dari globalisasi pasar bebas, suatu bentuk yang tidak
berdasarkan kompetisi - melainkan [kolaborasi] dan saling
menguntungkan. Dengan ALBA, kami mencoba menemukan suatu bentuk baru
yang membantu proses emansipasi.

Terdapat juga beberapa perjuangan-perjuangan internasionalis yang kami
tempuh melalui misi-misi sosial, beraliansi [dengan] revolusi Kuba.
Contohnya, kami memprakarsai kampanye melek huruf di Bolivia dengan
brigadistas Venezuela dan Kuba. Sejak lama kami telah mengembangkan
misi internasional Mision Milagro [Misi Keajaiban] untuk mengatasi
kebutaan di seluruh dunia. Kami telah mengarahkan sumber daya energi
yang kami miliki untuk kepentingan rakyat di dunia.

Kami menyediakan bahan bakar bersubsidi kepada penduduk New Orleans
setelah bencana Badai Katrina, dan kepada kaum miskin di Chicago dan
New York saat musim dingin. Subsidi yang tidak diberikan oleh
pemerintah mereka sendiri, pemerintah yang memiliki jauh lebih banyak
sumber daya daripada Venezuela. Kami yakin bahwa kami harus melebarkan
tangan solidaritas dan persaudaraan kepada seluruh rakyat di dunia.
Jelas, apa yang dapat kami lakukan sangatlah kecil tapi itu juga agar
rakyat dapat melihat dimensi kejahatan dan ketaksetaraan kapitalisme
dan melihat tandingannya yang berdasarkan cinta dan solidaritas yang
dikedepankan oleh sosialisme.

Apakah ALBA dan kebijakan integrasi ekonomi yang ditempuh pemerintah
Venezuela merupakan aksi revolusioner?

Ya tanpa sedikitpun keraguan. Ini persoalan kebanggaan besar. Melalui
mekanisme ini kami menemukan bentuk-bentuk alternatif, bentuk-bentuk
yang sangat baru, dari integrasi rakyat-rakyat. Sangatlah sulit
merencanakan integrasi dalam semalam. Sangatlah sulit bagi Amerika
Latin untuk menjalankan proyek integrasi seperti di Eropa karena itu
proses integrasi ekonomi. Aspek politiknya dipandang sebagai rencana
sekunder. Kami hendak membuat proses integrasi yang secara setara
mencakup semua sektor: integrasi budaya, integrasi sosial, integrasi
energi, integrasi ekonomi, integrasi politik, dan jika memungkinkan,
integrasi teritorial. ALBA adalah pendekatan awal bagi proses ini yang
kita harapkan untuk secara kolektif ditemukan antara rakyat-rakyat dan
pemerintahan-pemerintahan revolusioner di benua Amerika.

Contohnya, kami sedang mencari tahu apakah mungkin memulai proses
pertukaran ekonomi secara barter, walaupun barter tidak dapat
berkembang dalam semua bidang ekonomi nasional atau dunia karena
sulitnya menetapkan dengan pasti bagaimana menjalankan pertukaran ini
di pasar. Kami berharap ALBA akan sukes menghasilkan
aktivitas-aktivias pertukaran. Ini suatu sistem, suatu bentuk barter
baru berdasarkan kesepakatan pemerintah-pemerintah yang berpartisipasi
yang dijalankan secara berdaulat tanpa intervensi pasar maupun
organisasi multilateral seperti, contohnya, World Trade Organisation
(WTO).

Dengan Uruguay kami menukar minyak dengan ternak. Dengan Bolivia kami
menukar minyak dengan kedelai. Dengan Argentina kami menukar minyak
dengan teknologi medis. Sekarang, nilai yang kami gunakan dalam
menukar minyak dengan ternak Uruguay ditentukan tanpa menuruti dikte
WTO. Ini suatu bentuk ekonomi saling harga-menghargai yang menarik.
[Buku dan tulisan El dapat dibaca dalam bahasa Spanyol di
<>. Wawancara dilakukan
dalam bahasa Spanyol dan diterjemahkan ke Inggris oleh Sam King dan
Romain Migus.]

(Diterjemahkan oleh Data B)