07/12/2007

EVO MORALES – PRESIDEN PRIBUMI

YANG BERASAL DARI PETANI DAUN KOKA

Juan Evo Morales Ayma yang dikenal sebagai Evo Morales, presiden Republik Bolivia ke-80, lahir pada tanggal 26 Oktober 1959 (sekarang 48 tahun) di Orinaca, Bolivia Selatan. Dia merupakan presiden yang unik dan konsekuen dari Bolivia, berasal dari petani daun koka (bahan utama pembuatan cocaine) dan presiden pribumi pertama Republik Bolivia yang berasal dari suku Indian Aymara 470 tahun setelah penjajahan Spanyol. Karier politik Evo Morales dapat dijadikan pengalaman berharga para politisi muda Indonesia yang sedang melakukan berbagai kesibukan menjelang pemilihan umum tahun 2009. Yang paling baik untuk dijadikan contoh adalah bagaimana pemerintahan yang didukung oleh para pemodal besar dan modal asing (Amerika Serikat) dapat dikalahkan oleh kandidat yang berasal dari rakyat jelata yang didukung masyarakat dan komunitas sederhana.

Yang menarik dan perlu disimak dengan baik adalah perjalanan karir politik Evo Morales mulai dari kegiatan politik yang mendasar hingga dia terpilih sebagai presiden Bolivia pada tanggal 22 Januari 2006. Dia mengalami dan merasakan sendiri bagaimana dia ditindas, diasingkan, dipecat sebagai anggota Kongres. Sebetulnya kejadian semacam ini merupakan “politik Amerika Serikat” yang memanfaatkan semua kekuatan, terutama uang dan kekuasaan untuk melawan musuh politiknya dan merampas kembali kekuasaan yang telah dimilikinya. Dalam kasus Bolivia dengan Evo Moralesnya, kita dapat mengambil pelajaran bahwa uang dan kekuasaan bukanlah segalanya untuk meraih kemenangan. Tetapi kesadaran politik masyarakat merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan.

Sebagai contoh dapat diambil kasus, bagaimana para petani daun koka yang perkebunannya akan dihabisi oleh Amerika Serikat, ditentang habis-habisan oleh para petani (cocaleros), walaupun dalam kegiatan ini dilibatkan Duta Besar Amerika Serikat di Bolivia – Manuel Rocha. Dalam hal ini kita harus mengamati kegiatan yang dilakukan oleh Evo Morales sejak dia menjadi Ketua Partai Gerakan Sosialis (MAS – Movimiento al Sosialismo) menjadi partai yang disegani lawan-lawan politiknya, padahal sebelumnya mereka memberi gelar “partai politik gurem” kepada MAS. Evo Morales melihat dan memperhitungkan bahwa perjuangan sosial dikalangan petani-petani koka perlu ditingkatkan menjadi gerakan politik dan Evo menjadikan MAS sebagai pengambil gagasan sehingga MAS menjadi kekuatan terbesar dan terkuat di Bolivia. Melalui kampanye politiknya, Evo Morales mengutuk kejahatan-kejahatan perusahaan multinasional, praktek-praktek kecurangan IMF, Bank Dunia dan WTO. Diapun secara terang-terangan tidak menyukai kapitalisme, neo-liberalisme dan globalisasi yang sarat dengan kecurangan dan ketidakadilan. Dia merasakan dan melihat, bagaimana perusahaan-perusahaan multinasional mengeruk kekayaan alam Bolivia yang berupa timah, minyak dan gas alam. Keuntungan yang diperolehnya dipakai oleh perusahaan-perusahaan tersebut bersama-sama kroninya dan tentunya sebagian dipakai untuk “uang pelicin” agar semua kebijakan dapat dikontrol dan mereka secara leluasa mengeruk kekayaan alam Bolivia. Tidaklah mengherankan kalau Evo Morales sangat kuat untuk melaksanakan nasionalisasi dan mengontrol pajak perusahaan-perusahaan multi-nasional yang selama ini mengenyam kekayaan alam Bolivia, sedangkan rakyatnya sendiri masih hidup dalam kemiskinan. Sebetulnya kondisi makro ini tidak jauh berbeda dengan kondisi Indonesia, bedanya ialah kekuasaan politik Evo Morales sangat konsekuen dan tegas serta berpihak pada ekonomi kerakyatan, dalam tindakannya apabila masalah-masalah telah menjadi konsensus bersama mereka tidak ragu-ragu untuk melakukannya.Betul kata peribahasa bahasa Inggeris yang mengatakan :”If you start hesitating, you start to make a mistake”.

Salah satu keberanian Evo Morales yang dilaksanakan secara kosekuen adalah nasionalisasi perusahaan-perusahaann minyak dan gas alam multi-nasional, dia mengumumkan nasionalisasi ini di Tarija yang berada di Selatan Bolivia yang merupakan pusat eksploitasi minyak dan gas alam yang dioperasikan oleh Petrobas (perusahaan Brazil) yang bekerjasama dengan perusahaan Spanyol dan Perancis (Repsol dan Total). Pelaksanaan nasionalisasi ini dipimpin langsung dilapangan minyak dan gas alam oleh Evo Morales sendiri! Dalam pelaksanaan ini, dia memerintahkan Angkatan Bersenjata Bolivia untuk menjaga dan mengawasi asset yang berharga tersebut.Selain perusahaan minyak tersebut, perusahaan minyak Inggeris BG Plc dan BP Plc, Total SA (Perancis), perusaahaan Amerika Serikat Exxon. Perusahaan-perusahaan multi-nasional tersebut dalam massa enam bulan harus menyetujui deklarasi tersebut atau angkat kaki dari Bolivia. Kepada mereka, pemerintah Bolivia memberikan persetujuan untuk memiliki 18% saham, yang sebelumnya adalah 50% dan kemungkinan kepemilikan ladang-ladang minyak dan gas sepenuhnya.

Sementara itu, Evo Morales juga mengumumkan dekrit yang berisi agar perusahaan-perusahaan minyak dan gas multi-nasional menyerahkan seluruh hasil produksinya kepada Yaciminetos Petroliferos Fiscales Bolivianos (YPFB). Dia juga mengumumkan, bila diperlukan akan dikerahkan Angkatan Bersenjata, bila ada yang membangkang proses nasionalisasi ini. TV Bolivia menyiarkan tayangan gambar yang memperlihakan Angkatan Bersenjata Bolivia berjaga-jaga di 56 lokasi instalasi perminyakan dan daerah operasinya disebelah Selatan Kota Santa Cruz. Wakil Presiden Alvaro Garcia Linera memberikan komentar :”Bahwa mulai hari ini habislah ekspolitasi mutlak atas minyak dan gas bumi oleh perusahaan-perusahaan multi-nasional!”.

Dalam World Social Forum 2017 di Nairobi, Presiden Evo Morales membuat pernyataan yang sangat berani:”I hope this forum will issue proposals to stop neo-lberalism model”. Dari pernyataan ini jelas sekali sikap pemerintah Bolivia dibawah Presiden Evo Morales sangat anti neo-leberalisme yang tentunya akan diikuiti oleh negara-negara berkembang lainnya. Dalam forum tersebut Evo Morales menyatakan bahwa pada waktu ini ada dua group kekutan yang mempergunakan persenjataan, group pertama terdiri dari mereka yang mempertahankan kehidupan yang aman dan damai diatas bumi ini. Dan group kedua,adalah mereka yang mempergunakan persenjataan untuk menghancurkan kehidupan diatas bumi dengan dalih hak asasi manusia dan anti terorisme.

Sebagai Presiden yang masih muda, Evo Morales memperlihatkan hobby-nya yang luar biasa, yaitu bermain bola. Tetapi kali ini dia bermain diatas puncak pegunungan setinggi 21.463 kaki. Dia tidak setuju dengan keputusan FIFA dibawah kepemimpinan Sepp Blatter yang melarang untuk bermain bola ditempat yang tinggi. Ada kemungkinan hal inilah yang menyebabkan tidak lolosnya Brazil menjadi tuan rumah Kejuaraan Sepak Bola Dunia, padahal main bola merupakan kegemaran seluruh penduduk dan masyarakat Amerika Latin. Begitu tingginya penghormatan Evo Morales pada olah raga yang menjadi kegemaran masyarakat Amerika Latin. Bagi Presiden Evo Morales, Olah Raga dan Kegiatan Kepemudaan merupakan target pekerjaan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan bangsa. Demikian juga, dia sangat memperhatikan pendidikan, diantaranya adalah penggunaan komputer dan informasi teknologi bagi rakyat kecil dan penduduk pedesaan.

Keberanian lainnya dari Presiden Evo Morales adalah menghentikan bantuan Amerika Serikat kepada Bolivia, selama ini tentara Amerika Serikat berkeliaran dimana-mana dengan alas an untuk menumpas perdagangan narkotika. Menurut catatan Badan Narkotika Amerika Serikat, Bolivia adalah penghasil cocaine terbesar nomor tiga setelah Columbia dan Peru. Amerika Serikat tahun 2006 memberikan bantuan sebesar US 91 juta untuk peberantasan narkotik dan pengalihan mata pencaharian dari petani daun koka menjadi petani produk lainnya. Presiden Evo Morales mengatakan:” Akhirnya berakhirlah sudah keterlibat pasukan asing di Bolivia dan kita tidak akan melihat lagi mereka berkeliaran dimana-mana”. Kalau Negara-negara lain mengundang Amerika Serikat menjadi “polisi dunia”, Bolivia mengusir mereka dari negerinya.

Tulisan dan contoh-contoh sebagaiman diuraikan secara singkat diatas hanyalah merupakan contoh, bahwa polisi dunia seperti Amerika Serikat tidak selamanya dapat bertindak dan menindas negara-negara berkembang seperti Bolivia dan negara-negara lainnya didunia. Segala tipu muslihat dan kebiadaban ada batasnya dan yang penting kita dapat belajar dari negara lainnya. Selamat bekerja, siapa takut? (AM).

No comments: