13/04/2015

Wawancara Dengan José Mujica dari Uruguay : Dari Perjuangan Bersenjata Hingga ke Kursi Kepresidenan (1)

Jose Mujica


Senin, 23 Maret 2015 20:18



Catatan Penulis :  Presiden "Pepe". Ini terdengar seperti slogan pemilihan umum;tapiJoséMujica sudah hampir berakhir masa jabatannya  – terhitung sejak 1 Maret  – dan dia lebih "Pepe" daripada sebelumnya.  Dalam lebih dari setengah abad sebagai wartawan,  saya telah berkesempatan bertemu atau bergaul dengan segala macam pemimpin, mulai dari Ronald Reagan sampai Raul Alfonsín, Fidel Castro, Mijail Gorbachov, "Lula", François Mitterand, Sandro Pertini, Michèle Bachelet dan Carlos Menem, tapi "Pepe"memecahkan rekor.  Pada tanggal 11 Februari jam 10:00 pagi, wartawan Swiss Camilla Landbö, fotografer Oscar Bonilla, koordinator Fasano Mertens, sekretaris pers kepresidenan Uruguay Joaquín Costanzo dansaya tiba di pertanian "Pepe" yang sangat sederhana dan subur, hanya beberapa mil di luar Montevideo. Presiden keluar menyambut kami,dengan baju yang bagian bawahnya tak dimasukkan ke celana dan lengannya tergulung,celana jeans, sepatu yang temalinya separoh tak terikat dan topi baseball. Dia bilang halo, menjabat tangan kami,dan mengajak kami duduk di bawah pohon. Di sana dia mengambil termos dan menyajikan kopi "mate" untuk semuanya. Dari waktu ke waktu dia memotong pembicaraan untuk meminta dari Bonilla tembakau dan kertas untuk melinting rokok.Berbeda dari kesan yang mungkin dimunculkan deskripsi di atas, sebetulnya tak ada sedikit pun yang dibuat-buat, atau"dipoles" mengenai "Pepe" Mujica. Bernafas, berkeringat, dia memancarkan otentisitas yang dibuktikan dalam semua aspek kehidupannya, dan, tentunya, terutama melalui perbuatan dan perkataannya.  Secara bebas dia mengungkapkan  berbagai keterbatasan dan masalah pemerintahannya, dalam langgam intelektual berbahasa sederhana yang mudah dipahami setiap orang.  "Pepe"adalah satu dari penganut Marxis yang langka yang memahami  materialisme-kemanusiaan Marx dan berupaya membuatnya relevan bagi dunia saat ini.  Dia orang yang beradab dan kuat kejujuran dan ketulusannya,  terlepas dari setuju atau tidaknya Anda dengan perkataannya. "Pepe", PresidenRepublik Timur Uruguay. C.G.

Wawancara dengan  José Mujica, Presiden Uruguay

CG (Carlos Gabetta): Mari mulai dengan formalitas : apakah cara yang layak untuk memanggil Anda ?  Haruskah kami menyebut Anda :Presiden, Mr. Mujica, José,  atau..…

JM (José Mujica): Pepe…..dan kita gunakan saja sebutan "tu"(sebuah gaya percakapan informal, setara "kau", "kamu" – pent.).

CG    :   Terimakasih, Pepe. Kalau begitu, mari mulai.  Bagi orang sepertimu, yang berjuang sepanjang tahun 1970-an demi perubahan politik, ekonomi dan sosial yang mendesak dan harus diperjuangkan;  demi sebuah revolusi, yang telah antara lain kau bayar dengan 15 tahun penjara...  apakah maknanya sekarang, bertahun-tahun setelah pengalamanmu itu, untuk dipilih menjadi Presiden, untuk berada di posisi ketua sebuah koalisi kiri-tengah(center-left), dengan mitra-mitra yang punya gagasan berbeda-beda, dan dengan tanggung-jawab(mu) untuk menjalankan pemerintahan ?

JM    :   Manusia,  sama seperti mahluk hidup lainnya, sangat mencintai kehidupan. Maka kita menginginkan sebuah dunia yang sempurna.  Akhirnya kita cukup banyak menderita, tetapi terutama karena kita tidak cukup cepat dan mereka menangkap kita (tertawa), bukan karena kita pahlawan.  Tetapi di situlah kita mulai melakukan penilaian-kembali (reevaluasi) terhadap makna kehidupan, tak lebih dan tak kurang... Sungguh berharga memperjuangkan agar rakyat punya lebih banyak makanan, atap yang lebih layak di atas kepala mereka, kesehatan dan pendidikan yang lebih baik, dan untuk dapat mengisi hari-harinya di bumi ini sebaik yang mereka bisa.  Jadi tak ada yang lebih cantik, lebih berharga, daripada kehidupan..... Dan ini benar di bawah kapitalisme,  benar pula di bawah feodalisme, dan juga benar bagi manusia primitif... dan akan terus benar di bawah sosialisme.  Tak ada yang menyerupai kehidupan... Itulah yang kita pelajari dalam tahun-tahun itu, yaitu bahwa kehidupan itu sendirilah nilai yang utama, dan bahwa dalam segala hal, nilai di urutan kedua adalah masyarakat.

Itulah sebabnya kini kita melangkah lebih lambat, tapi lebih mantap, mencoba memperkuat transformasi-transformasi yang relevan;  lebih lambat, karena mereka harus disepakati bersama;  dan tidak begitu definitif, karena sebetulnya hanya kematian sajalah yang definitif.

CG    :   Yang kau katakan dapat dipahami – untuk menterjemahkannya –  sebagai adaptasi terhadap realitas..…

JM    :   Tak ada orang yang berhenti beradaptasi terhadap realitas,  karena dia begitu kompleks... Ini adalah sebuah cara memandang dunia...  beberapa orang memandangnya melalui kacamata agama,  yang lainnya ketat secara ideologis... Aku sendiri merasa semakin lama semakin dekat kepada para filsuf kuno seperti Seneca, atau Epicurus, atau seperti.....

CG    :   Heraclitus…..

JM    :   Ya... Tentu saja ada keyakinan-keyakinan kuat, sebuah alur intelektual yang orang-orang tak ingin tinggalkan, tetapi kita seharusnya tidak sekaku itu...  Aku pikir bahwa manusia, dengan naluri kehewanannya, dengan jenis dorongan kuat yang ada dalam diri kita, pada intinya sebetulnya senang bergaul dengan sesamanya;  dia bukan kucing, melainkan secara antropologis bersifat sosialis. Dalam bentuk apa ? Manusia membutuhkan komunitas untuk hidup;  dia tak dapat hidup sendiri,  ada ketergantungan yang dalam kepada kelompok sosialnya.  90%  eksistensi kemanusiaan kita ada dalam keadaan primitif;  tak ada pembedaan antara milikku dan milikmu.  Kepemilikan, persaingan dan sebagainya, muncul belakangan.  Perkembangan peradaban membawa individualitas;   gagasan tentang individu yang egoistis adalah gagasan modern, kapitalis.  Kita menjadi kapitalis sebagai sebuah hasil formasi historis,  karena kita hidup pada titik tahapan perkembangan peradaban ini.

CG    :   Beberapa hari yang lalu saya membaca sebuah pernyataanmu : "kita akan terus berperang sampai Alam menuntut agar kita menjadi beradab".....

JM    :   Ya, itulah arah yang kita tuju. Kapitalisme, seperti semuanya, penuh kontradiksi. Di satu pihak, ada ketidakadilan, ketimpangan, peperangan;  tapi keegoisan yang ada dalam diri kita adalah penggerak yang kuat, yang telah mendorong kepada perkembangan sains, teknologi, dan semuanya, bukankah begitu ?  Kapitalisme telah memberikan kepada kita banyak penderitaan, tapi dia juga memberikan 40 tahun tambahan "rata-ratausia hidup"  (average lifespan)  di abad yang lalu..... apa yang bisa kau simpulkan dari sini ?  Sekarang tampak bahwa kapitalisme telah memberikan semua yang dapat dia berikan; langkah logis berikutnya adalah : sosialisme yang demokratis (democratic socialism)harus menggantikannya,  tapi kerangka-waktu sejarah (historical timeframes)  itu panjang rentangannya.  Kapitalisme berkembang selama tiga abad tanpa demokrasi politis sedikit pun.

CG    :   Pernahkah kau berkata "tak ada gunanya meratapi problemmu;  kau harus menghadapinya".....

JM    :   Ya, kiatnya adalah menemukan caranya...

CG    :   Persis.  Dan kini, dalam pemerintahan seperti yang kau pimpin, bagaimanakah kontradiksi-kontradiksi itu diatasi ?

JM    :   Mereka dirundingkan dengan sebaik-baiknya; kami mencoba berkontribusi dalam pengubahan masyarakat menjadi sesetara mungkin,secara konstan mengintervensi kebijakan-kebijakan fiskal dan sosial,  menyemangati para buruh untuk berorganisasi sehingga mereka sanggup menegosiasikan ongkos tenaga mereka sendiri. Karena pada akhirnya, faktor terbesar distribusi dalam masyarakat, setidaknya dalam masyarakat kita saat ini, adalah upah. Memang bukan cuma ini, dan tentunya ada batasnya,  karena jika aku terlalu dalam merogoh kantong para penanam modal,  mereka takkan jadi berinvestasi, dan akan lebih sedikit yang bisa aku distribusikan... Kau lihat, bahwa dari sisi manusia, yang praktis dihasilkan oleh eksperimen-eksperimen sosialisme yang terburu-buru dan "definitif" adalah : pada akhirnya mereka punya lebih sedikit untuk dibagi-bagikan.

CG    :   Dan mereka juga merupakan eksperimen-eksperimen yang tidak demokratis...

JM    :   Tentu.  Karena jika kau kehabisan segalanya,  kau harus kembali kepada ketegasan represi..... Tapi yang terburuk dari sosialisme seperti itu adalah birokrasinya... Ketimbang tergantung kepada para produsen, kau mulai mengandalkan para pengawas... Kapitalisme itu punya semua masalah yang kita ketahui, tapi selalu ada yang dapat dipelajari,  bahkan dari musuh sekali pun.  Kau harus belajar dari kecerdasan, bukan dari kebodohan.

CG    :   Seberapa jauhkah Broad Front(Frente Amplio) telah maju dan apakah yang masih harus dikerjakannya ? (Broad Front adalah koalisi partai-partai kiri-tengah – pent.).

JM    :   Masalahnya adalah bahwa kita mewarisi sejarah. Ini normal. Dari sekitar tahun 1940-an – tanggal-tanggalnya bisa diperdebatkan –demokrasi mulai melemah di Uruguay;  kita jatuh ke dalam klientilisme,  memakai Negara sebagai alat mempekerjakan banyak orang, terlalu banyak orang, dan dengan begitu dia mulai kehilangan daya saingnya.
Karena "proteksionisme" terhadap rakyat yang bekerja ini, kita menciptakan sebuah kelas kaum birokrat yang praktis tak tersentuh, yang kehidupannya dijamin;  setelah masuk kerja di pemerintahan, dalam 40 tahun mereka pensiun dan tak seorang pun menyentuh mereka, tak peduli apa pun yang mereka lakukan.  Negara kehilangan energinya, dan tampak jelas bahwa serikat-serikat buruh membela "kemenangan" ini,  dan melaluinya mereka sendiri menjadi pembela  status quo  yang mengikat Negara. Menyoroti masalah ini di Uruguay sama seperti memantik sebuah revolusi... Dan karenanya, sampai kini kita baru separoh jalan.

Broad Frontmencoba meneguhkan kemenangan-kemenangannya sambil menjadi kurang demagogis,  mencoba menggunakan dan melakukan semuanya sedikit lebih baik,  tapi kita mesti mentransformasi Negara,  memulai revolusi ini.  Kita punya alat-alatnya, tapi kita harus mencapai kesepakatan : selain Energi dan Komunikasi,  dan sebagainya,  Negara memegang pula bank utama negeri ini;  60% transaksi perbankan ada di tangan Negara dan kita (Broad Front – cttn. Editor)  masih menuntut  "nasionalisasi bank-bank"...
Kenapa kau harus menasionalisasi bank-bank? Bank Negara harus berfungsi secara taat  peraturan  "tanpa perkecualian sama sekali",  sedemikian rupa sehingga sektor perbankan swasta tak punya pilihan lain selain menerima aturan permainan.  Ini adalah salah satu tantangan yang ada di depan.

CG    :   Seperti di Chili,  dan bertentangan dengan yang terjadi di Argentina,  di Uruguay para diktator era 1970-an diuntungkan oleh sebuah peraturan, yang disetujui referendum,  yang membuatkejahatan-kejahatannya kadaluwarsa secara hukum...

JM    :   Aku pikir rakyat Uruguay ketakutan... tapi dengan humor yang baik,  dengan suatu cara, mereka memutuskan untuk  "menelan pil pahit"... Sangat berat dan sulit, tapi mereka mengutamakan ketenangan.

CG    :   Tapi kemudian Mahkamah Agung mengumumkan bahwa beberapa bagian dari peraturan tersebut tak sesuai konstitusi. Bagaimanakah isu ini ditangani di dalam pemerintahanmu ?

JM    :   Masalahnya kompleks.  Di satu pihak,  para kriminal takkan pernah mendakwa dirinya sendiri;  di lain pihak, mereka meninggalkan sangat sedikit bukti, bahkan menurutku sama sekali tak ada bukti,  yang dapat memungkinkan keadilan dilaksanakan sepenuhnya, yang akan sewajarnya membuat kita sibuk untuk waktu yang cukup lama.  Kebenaran dan keadilan cenderung mengandung kontradiksi dan masalahnya terletak pada keterpecahan dan pertikaian politis, tuntut-menuntut, yang dihasilkan proses ini dalam masyarakat ketika situasi ini berlarut-larut. Lihatlah Argentina.  Mereka mulai dengan baik, tapi kemudian menghasilkan kekeruhan dengan suatu upaya tergeneralisir dan masif, padahal 30 tahun telah berlalu dengan meninggalkan banyak ketidakjelasan dan kerawanan-konflik...  Uruguay tidak begitu.  Kita punya kekerasan dan kediktatoran, tapi kemudian rakyat memutuskan untuk melupakannya. Kita harus melihat bagaimana persoalan ini bisa terselesaikan secara kelembagaan,berkenaan dengan Mahkamah Agung.

Selain itu, mengenai keadilan, dan tak cuma menunjuk kepada kejahatan-kejahatan dari kediktatoran,  Uruguay berfungsi di bawah sistem yang cocok untuk masa lalu. tapi tidak dengan perubahan-perubahan yang diperlukan untuk masa kini.  Di Uruguay sekarang, jika kau ingin mengenakan pajak atas tanah, terhadap kepemilikan tanah yang terkonsentrasi, mereka akan menghentikannya dengan mengumumkannya sebagai tindakan tak sesuai konstitusi.  Sama seperti di mana pun di dunia dan umum terjadi dalam sejarah,  sistem yurisprudensi dilahirkan dan ditata oleh kelas-kelas yang dominan,  kasta konservatif.  Kita harus menangani ini;  kami belum mentransformasikannya.  Sejak beberapa saat yang lalu kami  (Broad Front – cttn. Ed.) seharusnya sudah mendesakkan sebuah reformasi konstitusi, karena kalau kau tidak mengubah instrumen-instrumen keadilan,  belakangan akan kau sadari bahwa kau terjebak di dalam kontradiksi-kontradiksi ini,  oleh sebuah tembok yang sangat mengerikan. Keadilan, seperti perempuan dengan penutup mata dan timbangan di tangannya... itu tidak ada, karena sistem keadilan mencerminkan bobot kelas-kelas yang mendominasi masyarakat.Instrumen keadilan dibebani oleh sejarah, yaitu sejarah pertentangan kelas... Semua ini dipengaruhi oleh politik.  Aku pikir tak ada aksi yang lebih politis daripada revolusi,  dan semua revolusi telah menjadi fondasi hukum, sumber yurisprudensi.  Dengan perkataan lain,  kelas-kelas yang paling dominanlah yang membentuk hukum.  Itulah yang kita butuhkan sekarang,  perubahan-perubahan demokratis – dalam arti disetujui oleh mayoritas – sampai ke akar terdalam,  yang mencerminkan, dan pada saat yang sama memungkinkan terjadinya, perubahan-perubahan yang dibutuhkan Uruguay pada saat sekarang ini.
CG    :   Marx akan setuju denganmu.

JM    :   Lebih tepatnya,  aku sependapat dengan Marx...

CG    :   Aku ingin pindah ke sebuah topik regional, Pepe.  Misalnya Mercosur(blok beranggotakan Argentina, Brazil, Paraguay, Uruguay dan Venezuela – pent.)(1),yang dibentuk di tahun 1989 dan masih belum beranjak melampaui beberapa perjanjian perdagangan dan tarif (bea-masuk),  yang betapa pun tidak berjalan dengan baik... Apa yang kau pikirkan tentang organisasi-organisasi ini, statusnya saat ini,  dan perkembangan yang seharusnya mereka capai ?

JM    :   Di Amerika Selatan, dan di seluruh Amerika Latin,  kita menghadapi sebuah tantangan besar. Jika kita tidak membuat mekanisme-mekanisme yang terus menerus mempersatukan kita, yang dapat menyediakan bagi kita sebuah peranan internasional yang lebih besar,  kita akan tercerai-berai seperti banyak daun yang berhamburan ditiup angin.  Jelas bahwa dalam dunia sekarang ini blok-blok raksasa sedang dibangun.  Cina adalah sebuah negara kuno dengan banyak ras;  India pun serupa dengan itu.  Amerika Serikat dengan kekuatan dan kebutuhan-kebutuhannya,  dengan Kanada tepat di belakangnya,  dan Meksiko, cuilan sejangkauan tangan, praktis telah menjadi sebuah blok.  Eropa, terlepas dari segala masalah yang terjadi,  terus melanjutkan tujuannya melembagakan sebuah blok raksasa.  Dan jika dia runtuh besok, dia cuma akan ditelan sebuah blok yang lebih unggul.

Lalu apakah yang kita – sekelompok kecil republik yang saling terpisah yang sedang mencoba untuk mengejar ketertinggalan – sedang lakukan di dunia ini?  Kita lekat terpaku dalam "proyek-proyek nasional".  Di negara-negara-kunci di wilayah Amerika Latin, yaitu Brazil, Argentina, Mexico,  para pemimpin berbicara dan berasumsi tentang suatu diskursus integrasi, kebersatuan, tapi mereka praktis terbenam dalam kontradiksi-kontradiksi negara-bangsa.  Di tingkatan diplomatik,  terhadap negara-negara lain wilayah ini,  mereka bertindak sesuai tekanan ketegangan internal negeri mereka sendiri...  Kita masih jauh dari keberhasilan membuatkebijakan yang konstruktif.  Kita mencapai sebuah perjanjian tentang tarif (bea-masuk) untuk bisnis, oke ?.... tapi begitu mengenai kontradiksi-kontradiksi internal apa pun, mereka langsung mengabaikannya... Beberapa hari yang lalu aku menghadiri sebuah upacara Partai Buruh Brazilia,  yang juga dihadiri Presiden Dilma Roussef bersama Lula... Aku mendengarkan pidato mereka secara cermat, dan tak satu kali pun mereka menyebut-nyebut integrasi.  Ini bukan karena mereka berniat buruk;  mereka orang-orang hebat.  Setiap saat kita punya masalah dengan Brazil, kami bicara dan berunding dan kami menemukan solusi,  namun pertimbangan-pertimbangan politik internal dan masalah-masalah Brazil menentukan agenda mereka...  Jadi, kau lihat, apa yang sedang kita lakukan ?  Kita menciptakan organisme-organisme ini, lembaga-lembaga baru,  Mercosur, UNASUR(2)... 

Proyek integrasi itu telah berumur 200 tahun, sejak San Martin, Bolívar, Artigas,  tapi parta-partai kiri telah sedemikian tidak cakap sehingga integrasi tidak merupakan gagasan populer : tak ada satu tempat pun di Amerika Latin yangmengalami demonstrasi massa yang menuntut integrasi... hanya belakangan ini saja gagasan itu terkesan mendapatkan dukungan intelektual,  tapi dia belum diterima sebagai sebuah kebutuhan historis mendasar.

Tahukah kau siapa yang paling pro integrasi?  Negara-negara yang lebih kecil;  terdorong kebutuhan..... karena kita ketinggalan.  Integrasi membutuhkan kepemimpinan, dan nama pemimpin itu adalah Brazil... tapi Argentina mesti turut serta, dan sayangnya mereka sama sekali tidak begitu, dalam kenyataannya yang terjadi adalah kebalikannya,  seakan-akan Argentina telah beralih mundur ke suatu visi tahun 1960-an.

CG    :   Ketika angin bertiup ke arah mereka, Argentina melupakan integrasi,  dan ketika semuanya tampak menguntungkan baginya,  mereka memalingkan muka.....

JM    :   Brazil juga begitu... Aku ingin mengakui sesuatu kepadamu :  Presiden Brazil pernah berkata kepadaku :  "Ai, Pepe, dengan Argentina kau mesti punya kesabaran strategis...!".

Brazil telah menahan sabar dalam segalanya terhadap Argentina, semuanya... Tapi mereka tidak ingin kehilangan Argentina sebagai sekutu.  Akhirnya Argentina menjadi penentu dalam segala hal... yang dilakukan atau tidak dilakukan Argentina akan mempengaruhi arah yang diambil Brazil. 

CG    :   Dilma mengatakan itu ?  Atau Lula?

JM    :   Dilma. Lula sama pikirannya… Dan mereka datang mencari aku supaya aku bisa mengambil kepemimpinan dalam pergulatan menuju integrasi ini.   Lula berkata : "Aku tak bisa, Pepe, aku tak bisa karena aku orang Brazilia" (...)  Ada sebuah kelas pedagang Sao Paolo yang kuat,  dan tanpa tuntunan politis,  ketimbang mempersatukan, mereka malah melakukan kolonisasi.  Mereka menanamkan modal di Uruguay dan membeli fasilitas yang sedang kita bikin ketimbang memulai sesuatu yang baru.Karenanya kini 40% dari sektor pengemasan daging kita telah berada di tangan orang-orang Brazil.  Mereka pergi ke Argentina dan melakukan hal yang sama.  Kelakuan ini,  satu-satunya yang dilakukannya adalah memecah-belah, mendis-integrasikan kita.

CG    :   Orang-orang Argentina juga sedikit melakukan hal yang sama tatkala mereka bisa…

JM    :   Itu betul,  karena itu alamiah di bawah keserakahan kapitalis.   Tapi secara politis..... aku takkan mengharapkan kaum borjuis untuk menjadi sosialis...

CG    :   Tapi setidak-tidaknya mereka harus menjadi borjuis yang baik


JM    :   Tentu !… Itu adalah yang paling serius dari semua masalah... borjuis kita sangat terbelakang, mereka adalah borjuis kapitalis namun mereka memiliki mentalitas pra-kapitalis;   mereka bermentalitas tergantung (dependen).

Bersambung ...

artikel ini diterjemahkan oleh Nemo Nobo


No comments: