13/03/2015

Pada Hari Perempuan Internasional, Presiden Maduro dari Venezuela Menjanjikan KeterwakilanSeimbang Gender di Parlemen




Oleh Rachael Boothroyd
http://venezuelanalysis.com/news/11257


Caracas, 9 Maret 2015 (venezuelanalysis.com)

PresidenVenezuela, Nicolas Maduro, telah menyetujui serangkaian inisiatif yang diajukan gerakan feminis negeri itu, yang ditujukan kepada pemberdayaan kaum perempuan di negara Amerika Selatan itu secara politis dan ekonomis.

Dalam suatu langkah yang dipuji gerakan-gerakan perempuan sebagai "bersejarah", sang presiden mengumumkan bahwa mulai tahun 2015 dan seterusnya,  sekurang-kurangnya 50% legislator yang dipilih untuk duduk di Majelis Nasional Venezuela haruslah perempuan.

"Anda semua telah menyepakati usulan bahwa Majelis Nasional berikutnya harus mempunyai komposisi yang seimbang, 50% pria dan 50% perempuan, dan saya setuju dengan itu,  karena memang seharusnya begitu.  Kita harus semakin lama semakin memberdayakan perempuan",  kata Maduro dalam sebuah keputusan presiden di Caracas pada hari Minggu.

Pengumuman ini dibuat mengantisipasi pemilihan anggota badan legislatif,  yangakan berlangsung dalam tahun ini.

Masih belum jelas apakah kelompok oposisi di negeri itu akan diwajibkan menganut keterwakilan seimbang dalam pencalonannya,  tetapi presiden menegaskan bahwa partai yang berkuasa, yaitu Partai Sosialis Bersatu Venezuela (United Socialist Party of Venezuela (PSUV)) sekarang ini sedang bersiap-siap memastikan bahwa kuota 50% itu terwujud dalam pemilihan-pemilihan primernya.

Langkah ini mencerminkan sebuah kecenderungan umum dalam organisasi-organisasi yang tergabung pada revolusi Bolivarian, dan khususnya di majelis-majelis komunal, yang seringkali terutama dijalankan dan dipimpin oleh perempuan.

Pengumuman presiden itu disambut puji-pujian lantang ribuan perempuan yang telah berkumpul di hari Minggu itu padaacara yang diadakan presiden untuk memperingati Hari Perempuan International. Banyak di antara mereka telah berperan di Kongres Perempuan Nasional (the National Women’s Congress)negeri itu,  yang baru selesai bersidang sebelumnya di hari yang sama.

"Ini hebat. Kami bekerja dan berdebat selama tiga hari tentang semua proposal, untuk menciptakan suatu jenis feminisme yang adil, sebuah negara kaum revolusioner sosialis, dan suatu Venezuela dan dunia yang lebih baik",  kata Marie Moncada, seorang anggota 
Ibu-Ibu Barrio (Mothers of the Barrio),organisasi missi dan gerakan sosial di Cojedes.

Lebih dari 50 proposal diajukan ke presiden oleh kelompok-kelompok perempuan di kongres menyusuli perdebatan berhari-hari mengenai sejumlah isu yang berbeda-beda, termasuk pembentukan sebuah negara yang feminis, isu kekerasan seksis, dan isu hak-hak seksual dan reproduksi.

Lebih dari 2.500 aktifis perempuan berpartisipasi dalam kongres,  termasuk para delegasi pekerja pedesaan, buruh, para ibu barrio, perempuan-perempuan muda, anggota milisi rakyat,  serdadu,warga suku-suku asli, mahasiswa,olahragawan, seniman dan pekerja petukangan. Semuanya menghadiri acara tersebut.



UNAMUJER diciptakan, Kaum Perempuan Mesti Menangani Borjuasi

Dua proposal paling signifikan yang muncul dari kongres, yang kemudian disetujui oleh presiden di hari Minggu tersebut,  termasuk pembentukan sebuah Serikat Perempuan Nasional(National Union of Women (UNAMUJER))  yang baru untuk melindungi hak-hak perempuan,  dan pengalihan kendali atas "produksi, distribusi dan importasi" "barang-barang pokok yang dibutuhkan perempuan dan keluarga" kepada UNAMUJER  yang baru dan Komisi Kepresidenan Untuk Perempuan (the Presidential Women’s Commission).

"Saya percaya bahwa persis Andalah yang sanggup menempatkan praktik-praktik parasitis borjuasi oligarkis di bawah kendali",  seru presiden kepada para perempuan yang hadir.

Maduro selanjutnya menugasi Menteri Untuk Kaum Perempuan(Minister for Women), Andreina Tarazon,  untuk membentuk sebuah tim perempuan yang terdiri dari para ekonom dan administrator guna mengendalikan pasokan handuk saniter dan popok untuk seluruh negeri.  Dia juga memberikan perintah kepada beberapa menteri untuk menghasilkan sebuah  "rencana produksi"  barang-barang yang dianggap dibutuhkan perempuan.

"Saya berikan kepadamu, menteri-menteri Marco Torres, Jose David Cabello, Isabel Delgado, Andreina Tarazon ...... saya berikan kepadamu waktu 72 jam untukmenyampaikan kepada saya sebuah rencana produksi yang akan menjamin kaum perempuan mendapatkan barang-barang yang mereka butuhkan untuk hidup",  begitu dia nyatakan.

Walaupun mengingat beban historis yang telah dipikul perempuan dalam bidang perawatan rumah tangga,  banyak aktifis feminis menyambut langkah tersebut dengan optimisme.

"Lihat, di sini perang ekonomi telah meluncurkan serangan frontal selama dua tahun belakangan..... Produksi barang-barang perawatan anak dan diri pribadi  ada di tangan perusahaan-perusahaan transnasional,  sama seperti formula susu bayi... Karena ini, kaum perempuan telah mulai menghasilkan,  misalnya,  popok-pokok yang dapat digunakan kembali yang mereka jahit sendiri....."

"Aku pikir yang dikatakan oleh kamerad kami, presiden, adalah bahwa kami akan mengembangkan inisiatif-inisiatif ini dan pada saat yang sama kami sedang maju menuju pembentukan sebuah model produksi nasional yang baru...   Aku pikir ini adalah sesuatu yang positif",  begitu disampaikan oleh Maira Perez dari Feminist Spider Network kepada Venezuelanalysis.


Kongres

2015 adalah tahun ketiga berjalannya Kongres Perempuan Nasional.  Bagi Anyoeli Villegas,  seorang anggota kolektif nasional  "Sekolah Feminisme Rakyat" ("School of People’s Feminism"),  kongres tahun ini merupakan peristiwa yang jauh lebih positif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

"Aku merasa bahwa tahun ini jauh lebih banyak kelas pekerja,  ada jauh lebih banyak keterwakilan para perempuan biasa,  dan bukan cuma perempuan kelas menengah dan atas yang mengincar posisi legislator belaka".

Villegas mengaitkan partisipasi yang meningkat itu dengan bertumbuhnya kesadaran dan organisasi seputar isu-isu perempuan  di antara basis sosial revolusi,  maupun pekerjaan yang sedang dilakukan oleh Menteri Untuk Kaum Perempuan yang baru, Tarazon, yang pada usianya yang 26 tahun merupakan politisi termuda yang mengambil peranan tersebut.

"Dia muda, tapi dia  mengelilingi dirinya sendiri dengan sebuah tim yang baik yang beranggotakan feminis sejati,  seperti Rebeca Madriz,  Wakil Ketua Gender Equality".

"Dia sedang melakukan pekerjaan yang positif",  ujar Villegas.


Aborsi : Ayo Mengadakan Perdebatan

Villegas bukan satu-satunya aktifis yang menafsirkan kongres tersebut sebagai sebuah pertanda bahwa gerakan massa untuk hak-hak perempuan sedang bertumbuh di negeri itu.  Di hari Minggu tersebut pula untuk pertama kalinya Presiden Maduro mencanangkan secara publik sebuah perdebatan terbuka mengenai isu legalisasi aborsi,  sebagai respons langsung terhadap tuntutan para aktifis.

Dalam hukum Venezuela, negara yang kuat pengaruh Katoliknya, pengakhiran kehamilan adalah tindakan yang dilarang,  kecuali dalam situasi-situasi yang mengancam kehidupan.  Pelanggarannya diancam hukuman penjara 6 bulan sampai 2 tahun.  Meskipun begitu, menurut sebuah penelitian oleh seorang ahli kebidanan, Rogelio Perez D’Gregorio,sekurang-kurangnya 10,4%  perempuan Venezuela diperkirakan telah menjalani aborsi ilegal.  Menurut beberapa taksiran lainnya angkanya jauh lebih tinggi dari itu.

"Saya tahu Anda punya banyak usulan,  beberapa di antaranya kontroversial.  Saya menugaskanmu menangani isu-isu kontroversial itu,  kita tidak boleh takut terhadap isu apa pun,  mereka semua mesti diperdebatkan – perlindungan kehamilan, kehamilan remaja, aborsi, pernikahan sesama jenis, semuanya mesti diperdebatkan",  seru Maduro.

Meskipun ada oposisi luas terhadap aborsi,  banyak aktifis feminis menganggap ajakan presiden tersebut sebagai pengakuan radikal terhadap tuntutan-tuntutan perempuan.

"Waktu saya dengar presiden mengucapkannya, saya merasa bergairah..... Bahwa dia tidak takut memperdebatkan isu aborsi, bagi kami, adalah sebuah capaian raksasa.  Sebetulnya,  sulit bagi kami untuk mempercayainya !",  kata Perez.

"Di tahun 2007 Chavez mengakui feminisme, dan di tahun 2009 dia secara terbuka mengumumkan bahwa dia seorang feminis.  Hal yang sama sedang terjadi dengan Maduro tapi secara jauh lebih cepat.... Dia sendiri mengatakannya ketika Komisi Kepresidenan Untuk Perempuan dilantik : 'Saya mengaku bahwa saya lugu mengenai isu hak-hak seksual dan reproduksi,  dan saya mohon bantuanmu'.  Hari ini kita saksikan bahwa ucapannya itu tulus,  dia telah mempertimbangkan usul-usul kawan-kawan kami dan telah merenungkannya... Ini sebuah bukti bahwa pemerintah mendengarkan kami sebagai sebuah bangsa,  sebagai perempuan",   Perez menambahkan.
Karena di Venezuela "aborsi yang dilakukan di rumah" berada pada urutan ketiga penyebab utama kematian perempuan hamil,  Perez mengharapkan agar debat tentang legalisasi terminasi kehamilan dapat terjadi segera,  meskipun ada elemen-elemen yang lebih konservatif di dalam gerakan feminis Venezuela sendiri.

"Ada 36 kelompok kerja yang berbeda-beda di konferensi,  dan isu aborsi ini muncul di tiap-tiap meja.  Perbincangan tentangnya berlangsung panas,  bahkan pernah beberapa kelompok mulai meneriakkan "Katakan tidak untuk aborsi"(“no to abortion”)",  jelas Villegas,  yang juga merupakan relawan pada Jaringan Informasi Untuk Aborsi Yang Aman (the Information Network for Safe Abortion).

Walaupun belum ada tanggal konkrit yang ditetapkan untuk perdebatan,  aktifis-aktifis seperti Melitza Agani memandang pengumuman-pengumuman di hari Minggu itu sebagai sebuah langkah lebih maju bagi gerakan hak-hak perempuan yang sedang bertumbuh yang telah berakar dan yang terus berkembang di dalam Revolusi Bolivarian.

"Akhirnya kami telah diperhitungkan. Berkat jasa Presiden Chavez,kami kaum perempuan telah bangkit,   kami bisa melindungi diri kami sendiri.  Sebelumnya kami diinjak-injak oleh suami-suami kami tapi kini kami belajar, kami bekerja, bahkan ada perempuan-perempuan yang menjadi menteri",  aktifis Agani menjelaskan.

Beragam proposal yang berjumlah lebih dari 50 buah yang diajukan ke Kongres itu, akan diperdebatkan pada tanggal 8 April dalam sebuah pertemuan antara presiden dan Dewan Kepresidenan Untuk Perempuan (the Presidential Women’s Council).


diterjemahkan oleh "NN"



No comments: