16/05/2014

Gerakan LGBTI Amerika Latin Merayakan Kejayaan, Merancang Cita Baru



Ditulis oleh Ivet Gonzales
Kamis, 15 Mei 2014

(IPS) – Meski tak nampak, Amerika Latin adalah wilayah paling aktif di dunia dalam mempertahankan hak lesbian, gay, biseksual transgender dan interseks (LGBTI).

Itu tampak pada strategi yang dewasa dan cerdas yang dikerjakan gerakan LGBTI di 33 Negara kawasan, dimana level penghargaan terhadap orientasi seksual dan keragaman identitas gender, meski aktivis dari kawasan sekitar melaporkan pada bahwa sebuah konferensi diselenggarakan di resort Kuba di kota Varadero.  

“Tawaran paling progresif dan menarik adalah penyatian di benua Amerika,” Ucap aktivis dari Meksiko Gloria Careaga selama Konferensi Regional ke 6 Asosiasi Lesbian, Gay, Biseksual, Trans dan Interseks Internasional untuk Amerika Latin dan Karibia yang diadakan minggu ini.


Careaga, Sekretaris Federasi Global mengucapkan Argentina dan Uruguay adalah negeri yang mempelopori perubahan dengan memulai mengadakan konferensi ini tahun 1978  dan memiliki status Konsultatif di Dewan Ekonomi dan Sosial PBB.

Dua negeri selatan Cone telah mengesahkan hukum anti diskriminasi dan melegalkan pernikahan sesama jenis dan adopsi.

Careaga menambahkan bahwa negeri-negeri lain telah mengambil dua langkah pokok yaitu Brazil, Colombia dan Meksiko. Ia juga menekankan perkembangan  yang terjadi di Kuba, dimana “Publik menampilkan homoseksualitas” sempat ilegal pada tahun 1990an dan saat ini Kuba adalah tuan rumah konferensi regional pada 6-10 Mei.

Dalam istilah umum, Caribbean adalah bagian wilayah yang tertinggal sebagai bagian yang memperjuangkan hak LGBTI

Dewasa ini, homoseksualitas hanya dikriminalkan di dua negeri Amerika Latin yaitu Belize dan Guyana. Dibandingkan dengan 9 negeri Karibbean yang mengesahkan UU Pernikahan sesama jenis, khususnya pernikahan sesama lelaki.

Antigua dan Barbuda, Barbados, Saint Vincent dan Grenadines, Dominica, Grenada, Jamaica, St. Kitts dan Nevis, St. Lucia dan Trinidad dan Tobago mencantumkan pasal hukuman penjara antara 10 – 50  tahun bagi orang yang melakukan pernikahan sesama jenis.

Dan semenjak tahun 1976, Trinidad dan Tobago telah telah melarang homoseksual di negerinya.
Untuk alasan ini dan beberapa alasan lainnya, konferensi di Pusat Konvensi Plaza Amerika di Varadero, 121 km dari sebelah timur Havana, merupakan konvensi pertama yang diadakan di wilayah Karibean. Pertemuan tersebut sanggup mengumpulkan lebih dari 200 perwakilan organisasi yang tergabung di ILGALAC, dengan peserta dari Eropa dan Amerika Serikat.

Bendera pelangi, simbol global penghargaan atas kebebasan orientasi seksual dan identitas gender dan tanda dalam pesan inklusif menghiasai  koridor dan hall tempat konvensi tersebut.

Apapun situasi di Karibean, wilayah ini merupakan sebuah keberlanjutan proses untuk meletakkan landasan melawan homofobia dan seksisme.

Careaga menjelaskan dengan memberi tekanan bahwa setiap negara telah menekankan agendanya sendiri, mengadaptasi konteks yang spesifik.

Pengacara Argentina Pedro Paradiso yang tlibat dalam isu ini selama lebih dari 20 tahun mengatakan evolusi aktivisme LGBTI telah menjadi faktor kunci.

“Kami, secara bertahap telah mengalami perubahan. Semula, perjuangan ini lebih ke viktimisasi dan protes. Namun pendekatan kami mulai meluas dan berinovasi. Sekarang, kami adalah subyek hak,”anggota komunitas Homoseksual Argentina, sebuah organisasi yang muncul semenjak 3 dekade lalu.
Dalam pandangannya, ini meningkatkan kepercayaan diri penduduk non heteroseksual dan mengambil pendekatan berbasiskan hak sebagai sebuah kolektif yang menentukan, meski ia mengatakan banyak faktor yang mempengaruhi.

Menurut Paradiso, gerakan dimulai dengan memperkuat diri sendiri dan meningkatkan pandangan, Kemudian mulai dengan meraih status institusional dan menuntut hak seksual dan reproduktif sebagai bagian hak asasi manusia. Selain itu juga memulai meningkatkan ikatan dengan gerakan sosial lainnya, dan membangun aliansi dengan partai politik dan insitutusi publik dan swasta seperti Universitas.

Sebagai tambahan, gerakan meletakkan lanasan di forum internasional seperti PBB dan Organisasi Negara Amerika, yang mencoba memberi tekanan kepada pemerintah dan negara anggota.

Dan untuk meluaskan tiap sistem legal yang diperbolehkan, komunitas LGBTI menggunakan pengadilan untuk menempa jalan, kadang siksaan, terhadap kesetaraan.

Ada pula kasus Kolombia, yang mana pasangan sesama jenis melegalkan hubungan mereka di pengadilan, sementara menunggu disahkannya hukum pernikahan sesama jenis. “Proses ini adalah proses yang panjang, dengan kesakitan seperti sakit melahirkan,” ucap Anais Morales dari Corporacion Femm, yang merupakan eklompok perempuan lesbian dan biseksual di negara Amerika Selatan.

Aktivis feminis berusia 25 tahun mengatakan perempuan masih tidak diperhitungkan dalam perjuangan untuk hak seksual dan reproduktif. “Lelaki Gay palin banyak terlihat,” Kata Morales.

Umumnya, organisasi perempuan yang ada di Varadero bersepakat bahwa perempuan mengalami diskriminasi ganda karena orientasi  seksual dan gender ereka, dan mengatakan bahwa mereka butuh akses lebih besar untuk membantu tekhnik reproduksi, pengobatan yang lebih menghargai LGBTI dalam hal layanan kesehatan dan hubungan yang lebih baik antar gerakan hak lesbian dan perempuan.

Anggota Dewan Kota pertama yang merupakan transgender di Chile, Zuliana Araya mengatakan bahwa gerakan LGBTI membutuhkan ikatan yang lebih dekat. “Antar kita, tidak boleh ada diskriminasi,” ucap konselur kota dari Valparaiso yang adalah aktivis trans di organisasi lokal.

 “Hanya karena mayoritas dari komunitas kita (trans) terlibat dalam seks komersil bukan berarti kami harus disingkirkan,”ucap Araya, 50 th, yang aktivitasnya menggiringnya ke sebuah karir politik, di sebuah negara yang mengesahkan hukum melawan diskriminasi pada Mei 2012. “Kami masih dalam tahap menuntut hak kami,” ucapnya.

Membawa budaya kultural dan sosial ke arah penghargaan keberagaman seksual dan gender adalah sebuah tantangan besar, bahkan di Argentina dan Uruguay, yang hukumnya paling maju di dunia.
Efek penghambat dari kelompok fundamentalisme agama dan politik konservatif juga tersingkir, khususnya di Karibean. Meski aktivis gay dari Dominica, Davis Ventura mengatakan bahwa “Banyak orang Karibian di sana”.

Ventura yang berusia 40 tahun ini mengatakan kriminalisasi hubungan sejenis di kawasan berbahasa Inggris di Karibia membuat aktivisme virtual jadi mustahil, atau membatasi di forum internasional, sedangkan level progres menengah telah membuat negeri berbahasa Spanyol – Kuba, Republik Dominika, dan Puerto Rico – dan kepulauan berbahasa Prancis dan Belanda pengaruhnya paling progresif.

Langkah tegas telah diambil di Puerto Rico di level kotamadya, sedangkan di sana ada asosiasi yang mulai tampil di Republik Dominika, dan Kuba yang mengesahkan hukum anti diskriminasi untuk pertama kalinya di Karibia pada tahun 2013, yang mana Undang-Undang tersebut secara eksplisit menuangkan pasal yang melindungi hak buruh non heteroseksual.

Meski demikian, ada suara –suara yang berpendapat bahwa tidak ada gerakan LGBTI aktual semacam itu di Kuba.

Manuel Vázquez, the head of legal advisory services in the National Sex Education Center (CENESEX), a public institution, told IPS that “we are seeing groups that are actively asking for, demanding and discussing sexual rights.”

Manuel Vázquez, kepala layanan penasehat legal di Pusat Pendidikan Seks Nasional (CENESEX), sebuah institusi publik, menyampaikan bahwa “Kami melihat kelompok-kelompok ini sebagai kelompok yang aktif berbicara menuntut dan mendiskusikan hak seksual”

Dalam pandangan Maykel Gonzales, dari Proyeto Arcoiris (Proyek Pelangi), aktivisme ini masih muncul.
Arcois, yang menggambarkan dirinya sebagai kelompok “independen dan anti kapitalis”,  Masyarakat non pemerintah Multidisiplin Kuba untuk studi seksualitas dan inisiatif yang didukung institusi pemerintah seperti CENESEX atau pusat nasional untuk pencegahan STI/HIV/AIDS mewakili Kuba di konferensi ILGALAC