27/02/2009

Heboh: Chavez-Venezuela “Ingin Berkuasa Seumur Hidup!”

Zely Ariane*

Lihat juga PIKIRAN RAKYAT

Basis bagi… demokrasi adalah hak rakyat untuk memilih. Meski bertujuan baik... peraturan pembatasan periode jabatan memaksa hak tersebut dibatasi, oleh karenanya, sejak awal, halaman ini menolak pembatasan periode jabatan… karena tidak demokratik; dengan tanpa alasan, mengingkari kemampuan pemilih untuk memilih antara politisi yang baik dan busuk.
(New York Times, ketika mendukung perpanjangan kekuasaan Michael Bloomberg, Gubernur New York City)

Obsesi pembatasan periode, sebagai budaya politik, adalah fenomena baru di AS, terjadi sebagian besar di era 1990-an sebagai populisme sinis kaum Republikan melawan korupsi [Maher:2009]. Namun, Barrack Obama justru menyatakan tidak setuju terhadap pembatasan periode, karena satu-satunya bentuk pembatasan adalah pemilu itu sendiri.

Di Inggris, Toni Blair berkuasa selama 10 tahun dan Margaret Thatcher 11 tahun; di AS, Franklin D. Roosevelt berkuasa 12 tahun—dan bisa berlanjut 16 tahun jika tidak wafat. Tidak pun ada batasan periode bagi para senator dan wakil kongres di AS.

Namun demikian, tak seperti dukungannya terhadap Gubernur Bloomberg, harian New York Times (NYT) justru bernafas lega ketika pemilih Venezuela memilih TIDAK pada Referendum tahun 2007—yang antara lain bertujuan menghapuskan pembatasan periode Presiden. Namun, sebaliknya, NYT justru mendukung rencana perpanjangan periode kekuasaan oleh Presiden Colombia, Alvaro Uribe, untuk kedua kalinya, melalui mekanisme pemilihan legislatif.

Kontroversi Pemberitaan

Sementara Chavez mengupayakan penghapusan periode jabatan melalui Referendum atau Plebisit—sebuah mekanisme demokrasi langsung yang paling demokratik—Uribe memperpanjangnya melalui mekanisme pemilihan legislatif. Namun, dengan berbagai muslihat, media AS selalu mencela upaya Chavez, dan memuji upaya Uribe; mengutuk referendum Venezuela, dan mendorong keputusan legislatif Colombia. Para pembaca akan segera tahu keberpihakan sebuah media cetak di AS, ketika di dalam sebuah editorial, Chavez, disebutkan dengan hanya nama depannya “Hugo”, sementara Uribe dengan sebutan “Mr.”

Selama tiga bulan terakhir, berbagai editorial dan liputan media cetak AS terhadap Colombia dan Venezuela berkebalikan dari kenyataannya. Menurut analisa media yang dilakukan oleh George Cicariello-Maher, seorang kandidat Ph.D dari Universitas California, Barkeley, kesimpulan liputan media terkait isu ini adalah: Chávez harus minggat karena dia jahat; Uribe harus bertahan karena dia luar biasa.

Menurut Steve Rendall—seorang analis senior FAIR (Fairness and Accuracy in Reporting), sebuah lembaga penelitian media—di dalam fasilitas database suratkabar AS, Nexis, pencarian terhadap “Álvaro Uribe” dan “term limits” memunculkan 60 artikel, sementara pencarian yang sama terhadap “Hugo Chavez” memunculkan 1003 artikel. Sebanyak 286 artikel menyebutkan Chávez dan “president for life (presiden seumur hidup),” sementara hanya 29 artikel menyebutkan Uribe.

Pada tanggal 19 Desember, Washington Post menuduh Hugo Chavez “otoriter” yang akan menggunakan “kekerasan atau penipuan” untuk memenangkan referendum. Referendum dituduh sebagai sebuah mekanisme yang “dengan korup akan menghantarkan Chavez ke tampuk kekuasaan” di sebuah negeri dimana pemilihan umum “tak lagi bebas dan adil”. Editorial tersebut mengabaikan kenyataan bahwa pada tanggal 18 Desember, mayoritas anggota parlemen Venezuela telah setuju menyelenggarakan sebuah referendum, setelah menerima 4,5 juta tanda tangan rakyat yang mendukung amandemen konstitusional. Sebanyak 130 pengawas independen pemilu dari seluruh dunia menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah November 2008 adil, kredibel, dan transparan.

Terhadap Referendum tanggal 15 Februari lalu, delegasi Pemantau pemilu Brazil, Max Altman, menyatakan bahwa sistem eletoral Venezuela sangat akurat dan aman. Sementara Manolis Glezox, pemantau pemilu dari Yunani, menyatakan bahwa tuduhan oleh para pemimpin oposisi anti Chavez/anti amandemen, terkait lembaga-lembaga pemerintah yang memihak kampanye pro-amandemen, tidak terbukti. Mereka yang tidak mendukung amandemen memiliki kesempatan untuk mengkampanyekan posisinya dalam cara-cara yang demokratik, baik di berbagai suratkabar dan media visual. Menurutnya, situasi ini tidak menunjukkan adanya “kediktatoran” di Venezuela.

Makna Kemenangan Referendum

Tanda tangan mendukung penyelenggaraan referendum dilakukan oleh Partai Sosialis Venezuela (PSUV) diberbagai jalan negeri itu, dalam waktu satu minggu. Hal ini menyangkal bahwa Chavez sekadar menggunakan “otoritas” presidensialnya untuk mendorong amandemen itu. Demikian pula kekalahan amandemen dalam referendum tahun 2007, melambangkan bahwa Chavez tak “sanggup” menggunakan “otoritas” presidensialnya untuk memenangkan referendum.

Sebesar 70%, atau 11,76 juta orang, dari 16,8 juta pemilih terdaftar, menggunakan hak pilihnya pada referendum 15 Februari lalu. Dewan Pemilihan Umum Nasional mengumumkan bahwa, pemilih yang menyatakan “YA” terhadap amandemen konstitusi sebesar 54,4% atau 6.397.440, atau selisih 1.034.880 juta suara dengan yang menyatakan “TIDAK”.

Kemenangan ini menunjukkan bahwa rakyat memang menghendaki Chavez mencalonkan diri kembali sebagai Presiden (tak hanya dibatasi dua priode—Chavez sudah berkuasa selama dua periode sampai awal 2013) pada periode enam tahun mendatang (2013-2019). Hal itu berbeda dengan tuduhan bahwa Chavez ingin berkuasa “seumur hidup”. Melalui mekanisme partisipasi langsung rakyat lewat referendum, tidak ada satupun kekuasaan dan kebijakan negara yang tidak bisa dijatuhkan rakyat. Artinya, terus berkuasa atau tidaknya Chavez, sangat bergantung pada dukungan suara dan tanda tangan rakyat dalam mekanisme referendum tersebut.

Namun, kampanye menjatuhkan Chavez melalui isu-isu “anti demokrasi” terus berlangsung bertahun-tahun oleh korporat media dan pemerintah AS, hanya karena kehendak Chavez, dan rakyat yang mendukungnya, bertentangan dengan kepentingan kapitalisme AS. Memilih Chavez, artinya rakyat memilih untuk melanjutkan revolusi sosialis, sebuah revolusi yang sangat ditakuti kapitalisme.

Revolusi tersebut sudah menyediakan syarat-syarat kemajuan bagi rakyat Venezuela. Akses kebutuhan darurat dan pengembangan tenaga produktif, seperti: kesehatan dan pendidikan dasar hingga lanjutan yang gratis-berkualitas, akses perumahan murah dan sehat, lapangan pekerjaan, komputerisasi tingkat sekolah dasar, pembangunan industri dasar dan kebutuhan pokok, dst. Transfer kekuasaan ekonomi dan politik ketangan rakyat: nasionalisasi dan kontrol pabrik di tangan dewan-dewan buruh, pendirian lebih dari 19.000 dewan-dewan perencanaan komunitas, mekanisme referendum, dst.

Apakah ada alasan lain bagi rakyat untuk tidak mendukungnya?***

* Koordinator Komite Solidaritas untuk Alternatif Amerika Latin (SERIAL); Juru Bicara KPRM-PRD.

No comments: