Jose Mujica |
Senin,
23 Maret 2015 20:18
http://upsidedownworld.org/main/uruguay-archives-48/5253-an-interview-with-uruguays-jose-mujica-from-armed-struggle-to-the-presidency Jum'at, 03 April 2015
Sumber
: Americas Program
Catatan
Penulis : Presiden "Pepe". Ini
terdengar seperti slogan pemilihan umum;tapiJoséMujica sudah hampir berakhir masa jabatannya – terhitung sejak 1 Maret – dan dia lebih "Pepe" daripada
sebelumnya. Dalam lebih dari setengah
abad sebagai wartawan, saya telah
berkesempatan bertemu atau bergaul dengan segala macam pemimpin, mulai dari
Ronald Reagan sampai Raul Alfonsín, Fidel Castro, Mijail Gorbachov, "Lula",
François Mitterand, Sandro Pertini, Michèle Bachelet dan Carlos Menem, tapi
"Pepe"memecahkan rekor. Pada
tanggal 11 Februari jam 10:00 pagi, wartawan Swiss Camilla Landbö, fotografer
Oscar Bonilla, koordinator Fasano Mertens, sekretaris pers kepresidenan Uruguay
Joaquín Costanzo dansaya tiba di pertanian "Pepe" yang sangat
sederhana dan subur, hanya beberapa mil di luar Montevideo. Presiden keluar
menyambut kami,dengan baju yang bagian bawahnya tak dimasukkan ke celana dan
lengannya tergulung,celana jeans, sepatu yang temalinya separoh tak terikat dan
topi baseball. Dia bilang halo, menjabat tangan kami,dan mengajak kami duduk di
bawah pohon. Di sana dia mengambil termos dan menyajikan kopi "mate"
untuk semuanya. Dari waktu ke waktu dia memotong pembicaraan untuk meminta dari
Bonilla tembakau dan kertas untuk melinting rokok.Berbeda dari kesan yang
mungkin dimunculkan deskripsi di atas, sebetulnya tak ada sedikit pun yang
dibuat-buat, atau"dipoles" mengenai "Pepe" Mujica. Bernafas,
berkeringat, dia memancarkan otentisitas yang dibuktikan dalam semua aspek
kehidupannya, dan, tentunya, terutama melalui perbuatan dan perkataannya. Secara bebas dia mengungkapkan berbagai keterbatasan dan masalah
pemerintahannya, dalam langgam intelektual berbahasa sederhana yang mudah
dipahami setiap orang. "Pepe"adalah
satu dari penganut Marxis yang langka yang memahami materialisme-kemanusiaan Marx dan berupaya
membuatnya relevan bagi dunia saat ini. Dia
orang yang beradab dan kuat kejujuran dan ketulusannya, terlepas dari setuju atau tidaknya Anda
dengan perkataannya. "Pepe", PresidenRepublik Timur Uruguay. C.G.
Wawancara
dengan José Mujica, Presiden Uruguay
CG
(Carlos Gabetta): Mari mulai dengan formalitas : apakah cara yang layak untuk
memanggil Anda ? Haruskah kami menyebut
Anda :Presiden, Mr. Mujica, José, atau..…
JM
(José Mujica): Pepe…..dan kita gunakan saja sebutan "tu"(sebuah gaya percakapan informal,
setara "kau", "kamu" – pent.).
CG : Terimakasih,
Pepe. Kalau begitu, mari mulai. Bagi
orang sepertimu, yang berjuang sepanjang tahun 1970-an demi perubahan politik,
ekonomi dan sosial yang mendesak dan harus diperjuangkan; demi sebuah revolusi, yang telah antara lain
kau bayar dengan 15 tahun penjara...
apakah maknanya sekarang, bertahun-tahun setelah pengalamanmu itu, untuk
dipilih menjadi Presiden, untuk berada di posisi ketua sebuah koalisi kiri-tengah(center-left), dengan mitra-mitra yang
punya gagasan berbeda-beda, dan dengan tanggung-jawab(mu) untuk menjalankan
pemerintahan ?
JM : Manusia, sama seperti mahluk hidup lainnya, sangat
mencintai kehidupan. Maka kita menginginkan sebuah dunia yang sempurna. Akhirnya kita cukup banyak menderita, tetapi
terutama karena kita tidak cukup cepat dan mereka menangkap kita (tertawa),
bukan karena kita pahlawan. Tetapi di
situlah kita mulai melakukan penilaian-kembali (reevaluasi) terhadap makna
kehidupan, tak lebih dan tak kurang... Sungguh berharga memperjuangkan agar
rakyat punya lebih banyak makanan, atap yang lebih layak di atas kepala mereka,
kesehatan dan pendidikan yang lebih baik, dan untuk dapat mengisi hari-harinya
di bumi ini sebaik yang mereka bisa.
Jadi tak ada yang lebih cantik, lebih berharga, daripada kehidupan.....
Dan ini benar di bawah kapitalisme,
benar pula di bawah feodalisme, dan juga benar bagi manusia primitif...
dan akan terus benar di bawah sosialisme.
Tak ada yang menyerupai kehidupan... Itulah yang kita pelajari dalam
tahun-tahun itu, yaitu bahwa kehidupan itu sendirilah nilai yang utama, dan
bahwa dalam segala hal, nilai di urutan kedua adalah masyarakat.
Itulah
sebabnya kini kita melangkah lebih lambat, tapi lebih mantap, mencoba
memperkuat transformasi-transformasi yang relevan; lebih lambat, karena mereka harus disepakati
bersama; dan tidak begitu definitif,
karena sebetulnya hanya kematian sajalah yang definitif.
CG : Yang
kau katakan dapat dipahami – untuk menterjemahkannya – sebagai adaptasi terhadap realitas..…
JM : Tak
ada orang yang berhenti beradaptasi terhadap realitas, karena dia begitu kompleks... Ini adalah
sebuah cara memandang dunia... beberapa
orang memandangnya melalui kacamata agama, yang lainnya ketat secara ideologis... Aku
sendiri merasa semakin lama semakin dekat kepada para filsuf kuno seperti
Seneca, atau Epicurus, atau seperti.....
CG : Heraclitus…..
JM : Ya...
Tentu saja ada keyakinan-keyakinan kuat, sebuah alur intelektual yang
orang-orang tak ingin tinggalkan, tetapi kita seharusnya tidak sekaku itu... Aku pikir bahwa manusia, dengan naluri
kehewanannya, dengan jenis dorongan kuat yang ada dalam diri kita, pada intinya
sebetulnya senang bergaul dengan sesamanya;
dia bukan kucing, melainkan secara antropologis bersifat sosialis. Dalam
bentuk apa ? Manusia membutuhkan komunitas untuk hidup; dia tak dapat hidup sendiri, ada ketergantungan yang dalam kepada kelompok
sosialnya. 90% eksistensi kemanusiaan kita ada dalam keadaan
primitif; tak ada pembedaan antara
milikku dan milikmu. Kepemilikan,
persaingan dan sebagainya, muncul belakangan.
Perkembangan peradaban membawa individualitas; gagasan tentang individu yang egoistis
adalah gagasan modern, kapitalis. Kita
menjadi kapitalis sebagai sebuah hasil formasi historis, karena kita hidup pada titik tahapan
perkembangan peradaban ini.
CG : Beberapa
hari yang lalu saya membaca sebuah pernyataanmu : "kita akan terus berperang
sampai Alam menuntut agar kita menjadi beradab".....
JM : Ya,
itulah arah yang kita tuju. Kapitalisme, seperti semuanya, penuh kontradiksi. Di
satu pihak, ada ketidakadilan, ketimpangan, peperangan; tapi keegoisan yang ada dalam diri kita
adalah penggerak yang kuat, yang telah mendorong kepada perkembangan sains,
teknologi, dan semuanya, bukankah begitu ?
Kapitalisme telah memberikan kepada kita banyak penderitaan, tapi dia
juga memberikan 40 tahun tambahan "rata-ratausia hidup" (average
lifespan) di abad yang lalu..... apa
yang bisa kau simpulkan dari sini ?
Sekarang tampak bahwa kapitalisme telah memberikan semua yang dapat dia
berikan; langkah logis berikutnya adalah : sosialisme yang demokratis (democratic socialism)harus menggantikannya, tapi kerangka-waktu sejarah (historical timeframes) itu panjang rentangannya. Kapitalisme berkembang selama tiga abad tanpa
demokrasi politis sedikit pun.
CG : Pernahkah
kau berkata "tak ada gunanya meratapi problemmu; kau harus menghadapinya".....
JM : Ya,
kiatnya adalah menemukan caranya...
CG : Persis. Dan kini, dalam pemerintahan seperti yang kau
pimpin, bagaimanakah kontradiksi-kontradiksi itu diatasi ?
JM : Mereka
dirundingkan dengan sebaik-baiknya; kami mencoba berkontribusi dalam pengubahan
masyarakat menjadi sesetara mungkin,secara konstan mengintervensi
kebijakan-kebijakan fiskal dan sosial,
menyemangati para buruh untuk berorganisasi sehingga mereka sanggup
menegosiasikan ongkos tenaga mereka sendiri. Karena pada akhirnya, faktor
terbesar distribusi dalam masyarakat, setidaknya dalam masyarakat kita saat
ini, adalah upah. Memang bukan cuma ini, dan tentunya ada batasnya, karena jika aku terlalu dalam merogoh kantong
para penanam modal, mereka takkan jadi
berinvestasi, dan akan lebih sedikit yang bisa aku distribusikan... Kau lihat,
bahwa dari sisi manusia, yang praktis dihasilkan oleh eksperimen-eksperimen
sosialisme yang terburu-buru dan "definitif" adalah : pada akhirnya
mereka punya lebih sedikit untuk dibagi-bagikan.
CG : Dan
mereka juga merupakan eksperimen-eksperimen yang tidak demokratis...
JM : Tentu. Karena jika kau kehabisan segalanya, kau harus kembali kepada ketegasan represi.....
Tapi yang terburuk dari sosialisme seperti itu adalah birokrasinya... Ketimbang
tergantung kepada para produsen, kau mulai mengandalkan para pengawas...
Kapitalisme itu punya semua masalah yang kita ketahui, tapi selalu ada yang
dapat dipelajari, bahkan dari musuh
sekali pun. Kau harus belajar dari
kecerdasan, bukan dari kebodohan.
CG : Seberapa
jauhkah Broad Front(Frente
Amplio) telah maju dan apakah yang masih harus dikerjakannya ? (Broad Front adalah koalisi partai-partai
kiri-tengah – pent.).
JM : Masalahnya
adalah bahwa kita mewarisi sejarah. Ini normal. Dari sekitar tahun 1940-an –
tanggal-tanggalnya bisa diperdebatkan –demokrasi mulai melemah di Uruguay; kita jatuh ke dalam klientilisme, memakai Negara sebagai alat mempekerjakan
banyak orang, terlalu banyak orang, dan dengan begitu dia mulai kehilangan daya
saingnya.
Karena
"proteksionisme" terhadap rakyat yang bekerja ini, kita menciptakan
sebuah kelas kaum birokrat yang praktis tak tersentuh, yang kehidupannya
dijamin; setelah masuk kerja di pemerintahan,
dalam 40 tahun mereka pensiun dan tak seorang pun menyentuh mereka, tak peduli
apa pun yang mereka lakukan. Negara
kehilangan energinya, dan tampak jelas bahwa serikat-serikat buruh membela
"kemenangan" ini, dan
melaluinya mereka sendiri menjadi pembela
status
quo yang mengikat Negara. Menyoroti
masalah ini di Uruguay sama seperti memantik sebuah revolusi... Dan karenanya, sampai
kini kita baru separoh jalan.
Broad Frontmencoba
meneguhkan kemenangan-kemenangannya sambil menjadi kurang demagogis, mencoba menggunakan dan melakukan semuanya
sedikit lebih baik, tapi kita mesti
mentransformasi Negara, memulai revolusi
ini. Kita punya alat-alatnya, tapi kita
harus mencapai kesepakatan : selain Energi dan Komunikasi, dan sebagainya, Negara memegang pula bank utama negeri
ini; 60% transaksi perbankan ada di
tangan Negara dan kita (Broad Front –
cttn. Editor) masih menuntut "nasionalisasi bank-bank"...
Kenapa
kau harus menasionalisasi bank-bank? Bank Negara harus berfungsi secara
taat peraturan "tanpa perkecualian sama
sekali", sedemikian rupa sehingga
sektor perbankan swasta tak punya pilihan lain selain menerima aturan
permainan. Ini adalah salah satu
tantangan yang ada di depan.
CG : Seperti
di Chili, dan bertentangan dengan yang
terjadi di Argentina, di Uruguay para
diktator era 1970-an diuntungkan oleh sebuah peraturan, yang disetujui
referendum, yang
membuatkejahatan-kejahatannya kadaluwarsa secara hukum...
JM : Aku
pikir rakyat Uruguay ketakutan... tapi dengan humor yang baik, dengan suatu cara, mereka memutuskan
untuk "menelan pil pahit"...
Sangat berat dan sulit, tapi mereka mengutamakan ketenangan.
CG : Tapi
kemudian Mahkamah Agung mengumumkan bahwa beberapa bagian dari peraturan
tersebut tak sesuai konstitusi. Bagaimanakah isu ini ditangani di dalam
pemerintahanmu ?
JM : Masalahnya
kompleks. Di satu pihak, para kriminal takkan pernah mendakwa dirinya
sendiri; di lain pihak, mereka
meninggalkan sangat sedikit bukti, bahkan menurutku sama sekali tak
ada bukti, yang dapat memungkinkan
keadilan dilaksanakan sepenuhnya, yang akan sewajarnya membuat kita sibuk untuk
waktu yang cukup lama. Kebenaran dan
keadilan cenderung mengandung kontradiksi dan masalahnya terletak pada
keterpecahan dan pertikaian politis, tuntut-menuntut, yang dihasilkan proses
ini dalam masyarakat ketika situasi ini berlarut-larut. Lihatlah
Argentina. Mereka mulai dengan baik,
tapi kemudian menghasilkan kekeruhan dengan suatu upaya tergeneralisir dan
masif, padahal 30
tahun telah berlalu dengan meninggalkan banyak ketidakjelasan dan kerawanan-konflik... Uruguay tidak begitu. Kita punya kekerasan dan kediktatoran, tapi
kemudian rakyat memutuskan untuk melupakannya. Kita
harus melihat bagaimana persoalan ini bisa terselesaikan secara kelembagaan,berkenaan
dengan Mahkamah Agung.
Selain
itu, mengenai keadilan, dan tak cuma menunjuk kepada kejahatan-kejahatan dari
kediktatoran, Uruguay berfungsi di bawah
sistem yang cocok untuk masa lalu. tapi tidak dengan perubahan-perubahan yang
diperlukan untuk masa kini. Di Uruguay
sekarang, jika kau ingin mengenakan pajak atas tanah, terhadap kepemilikan
tanah yang terkonsentrasi, mereka akan menghentikannya dengan mengumumkannya
sebagai tindakan tak sesuai konstitusi.
Sama seperti di mana pun di dunia dan umum terjadi dalam sejarah, sistem yurisprudensi dilahirkan dan ditata
oleh kelas-kelas yang dominan, kasta
konservatif. Kita harus menangani
ini; kami belum
mentransformasikannya. Sejak beberapa
saat yang lalu kami (Broad Front – cttn. Ed.) seharusnya sudah mendesakkan sebuah
reformasi konstitusi, karena kalau kau tidak mengubah instrumen-instrumen
keadilan, belakangan akan kau sadari
bahwa kau terjebak di dalam kontradiksi-kontradiksi ini, oleh sebuah tembok yang sangat mengerikan. Keadilan,
seperti perempuan dengan penutup mata dan timbangan di tangannya... itu tidak
ada, karena sistem keadilan mencerminkan bobot kelas-kelas yang mendominasi
masyarakat.Instrumen keadilan dibebani oleh sejarah, yaitu sejarah pertentangan
kelas... Semua ini dipengaruhi oleh politik.
Aku pikir tak ada aksi yang lebih politis daripada revolusi, dan semua revolusi telah menjadi fondasi
hukum, sumber yurisprudensi. Dengan
perkataan lain, kelas-kelas yang paling
dominanlah yang membentuk hukum. Itulah yang
kita butuhkan sekarang,
perubahan-perubahan demokratis – dalam arti disetujui oleh mayoritas –
sampai ke akar terdalam, yang
mencerminkan, dan pada saat yang sama memungkinkan terjadinya,
perubahan-perubahan yang dibutuhkan Uruguay pada saat sekarang ini.
CG : Marx
akan setuju denganmu.
JM : Lebih tepatnya, aku sependapat dengan Marx...
CG : Aku
ingin pindah ke sebuah topik regional, Pepe.
Misalnya Mercosur(blok beranggotakan Argentina, Brazil,
Paraguay, Uruguay dan Venezuela – pent.)(1),yang dibentuk di tahun 1989 dan masih belum beranjak
melampaui beberapa perjanjian perdagangan dan tarif (bea-masuk), yang betapa pun tidak berjalan dengan baik...
Apa yang kau pikirkan tentang organisasi-organisasi ini, statusnya saat
ini, dan perkembangan yang seharusnya
mereka capai ?
JM : Di Amerika
Selatan, dan di seluruh Amerika Latin, kita menghadapi sebuah tantangan besar. Jika
kita tidak membuat mekanisme-mekanisme yang terus menerus mempersatukan kita,
yang dapat menyediakan bagi kita sebuah peranan internasional yang lebih
besar, kita akan tercerai-berai seperti
banyak daun yang berhamburan ditiup angin.
Jelas bahwa dalam dunia sekarang ini blok-blok raksasa sedang
dibangun. Cina adalah sebuah negara kuno
dengan banyak ras; India pun serupa dengan
itu. Amerika Serikat dengan kekuatan dan
kebutuhan-kebutuhannya, dengan Kanada
tepat di belakangnya, dan Meksiko, cuilan
sejangkauan tangan, praktis telah menjadi sebuah blok. Eropa, terlepas dari segala masalah yang
terjadi, terus melanjutkan tujuannya
melembagakan sebuah blok raksasa. Dan
jika dia runtuh besok, dia cuma akan ditelan sebuah blok yang lebih unggul.
Lalu
apakah yang kita – sekelompok kecil republik yang saling terpisah yang sedang
mencoba untuk mengejar ketertinggalan – sedang lakukan di dunia ini? Kita lekat terpaku dalam "proyek-proyek
nasional". Di negara-negara-kunci di
wilayah Amerika Latin, yaitu Brazil, Argentina, Mexico, para pemimpin berbicara dan berasumsi tentang
suatu diskursus integrasi, kebersatuan, tapi mereka praktis terbenam dalam
kontradiksi-kontradiksi negara-bangsa.
Di tingkatan diplomatik, terhadap
negara-negara lain wilayah ini, mereka
bertindak sesuai tekanan ketegangan internal negeri mereka sendiri... Kita masih jauh dari keberhasilan membuatkebijakan
yang konstruktif. Kita mencapai sebuah
perjanjian tentang tarif (bea-masuk) untuk bisnis, oke ?.... tapi begitu mengenai
kontradiksi-kontradiksi internal apa pun, mereka langsung mengabaikannya... Beberapa
hari yang lalu aku menghadiri sebuah upacara Partai Buruh Brazilia, yang juga dihadiri Presiden Dilma Roussef bersama
Lula... Aku mendengarkan pidato mereka secara cermat, dan tak satu kali pun
mereka menyebut-nyebut integrasi. Ini
bukan karena mereka berniat buruk;
mereka orang-orang hebat. Setiap
saat kita punya masalah dengan Brazil, kami bicara dan berunding dan kami
menemukan solusi, namun
pertimbangan-pertimbangan politik internal dan masalah-masalah Brazil
menentukan agenda mereka... Jadi, kau
lihat, apa yang sedang kita lakukan ?
Kita menciptakan organisme-organisme ini, lembaga-lembaga baru, Mercosur, UNASUR(2)...
Proyek
integrasi itu telah berumur 200 tahun, sejak San Martin, Bolívar, Artigas, tapi parta-partai kiri telah sedemikian tidak
cakap sehingga integrasi tidak merupakan gagasan populer : tak ada satu tempat
pun di Amerika Latin yangmengalami demonstrasi massa yang menuntut integrasi...
hanya belakangan ini saja gagasan itu terkesan mendapatkan dukungan
intelektual, tapi dia belum diterima
sebagai sebuah kebutuhan historis mendasar.
Tahukah
kau siapa yang paling pro integrasi?
Negara-negara yang lebih kecil;
terdorong kebutuhan..... karena kita ketinggalan. Integrasi membutuhkan kepemimpinan, dan nama
pemimpin itu adalah Brazil... tapi Argentina mesti turut serta, dan sayangnya
mereka sama sekali tidak begitu, dalam kenyataannya yang terjadi adalah
kebalikannya, seakan-akan Argentina
telah beralih mundur ke suatu visi tahun 1960-an.
CG : Ketika
angin bertiup ke arah mereka, Argentina melupakan integrasi, dan ketika semuanya tampak menguntungkan baginya,
mereka memalingkan muka.....
JM : Brazil
juga begitu... Aku ingin mengakui sesuatu kepadamu : Presiden Brazil pernah berkata kepadaku
: "Ai, Pepe, dengan Argentina kau
mesti punya kesabaran strategis...!".
Brazil
telah menahan sabar dalam segalanya terhadap Argentina, semuanya... Tapi mereka
tidak ingin kehilangan Argentina sebagai sekutu. Akhirnya Argentina menjadi penentu dalam
segala hal... yang dilakukan atau tidak dilakukan Argentina akan mempengaruhi
arah yang diambil Brazil.
CG : Dilma
mengatakan itu ? Atau Lula?
JM : Dilma.
Lula sama pikirannya… Dan mereka datang mencari aku supaya aku bisa mengambil
kepemimpinan dalam pergulatan menuju integrasi ini. Lula berkata : "Aku tak bisa, Pepe, aku
tak bisa karena aku orang Brazilia" (...)
Ada sebuah kelas pedagang Sao Paolo yang kuat, dan tanpa tuntunan politis, ketimbang mempersatukan, mereka malah melakukan
kolonisasi. Mereka menanamkan modal di
Uruguay dan membeli fasilitas yang sedang kita bikin ketimbang memulai sesuatu
yang baru.Karenanya kini 40% dari sektor pengemasan daging kita telah berada di
tangan orang-orang Brazil. Mereka pergi
ke Argentina dan melakukan hal yang sama.
Kelakuan ini, satu-satunya yang
dilakukannya adalah memecah-belah, mendis-integrasikan kita.
CG : Orang-orang
Argentina juga sedikit melakukan hal yang sama tatkala mereka bisa…
JM : Itu
betul, karena itu alamiah di bawah
keserakahan kapitalis. Tapi secara
politis..... aku takkan mengharapkan kaum borjuis untuk menjadi sosialis...
CG : Tapi
setidak-tidaknya mereka harus menjadi borjuis yang baik…
JM : Tentu !… Itu adalah yang paling serius dari
semua masalah... borjuis kita sangat terbelakang, mereka adalah borjuis
kapitalis namun mereka memiliki mentalitas pra-kapitalis; mereka bermentalitas tergantung (dependen).
Bersambung ...
artikel ini diterjemahkan oleh Nemo Nobo
No comments:
Post a Comment