07/12/2007

Sosialisme di Abad 21

Haiman El Troudi telah menjabat berbagai posisi dalam pemerintahan
revolusioner Venezuela. Ia pernah menjadi direktur Kantor Presiden
(2005-2006) di bawah Hugo Chavez dan sekretaris Komando Nasional
Maisanta saat referendum penurunan presiden pada Agustus 2004. Kini ia
menjadi bagian dari tim investigasi dalam Pusat Internasional Miranda
yang bermarkas di Caracas, di mana ia mengepalai program "Sosialisme
dalam Abad 21". Troudi berbicara kepada Sam King dari majalah Links
pada 14 Juni.

Menurut Anda apa saja pelajaran-pelajaran positif dari Sosialisme Abad
20 yang relevan dalam membangun sosialisme Abad 21?

Itu tergantung dari konteks dalam perkembangan tiap-tiap revolusi yang
terjadi. Kita tak dapat berbicara tentang satu "sosialisme" yang unik,
tapi perlu membicarakan tentang "sosialisme-sosialisme" karena
terdapat independensi, yang tergantung pada tempat terjadinya proses
revolusioner, yang berkembang dalam bentuk-bentuk sosialis tertentu.
Contohnya, yang kini terjadi di Venezuela tidak sama dengan yang
terjadi Bolivia, atau Ekuador, atau Nikaragua, karena mereka terjadi
dalam kenyataan obyektif yang berbeda dan karena subyek-subyek
sosialnya berbeda. Aktor revolusioner utama dalam revolusi Bolivia
adalah penduduk asli. Dalam kasus Venezuela, adalah
komunitas-komunitas yang terorganisir. Dan di antara keduanya tidak
ada kepeloporan kaum pekerja yang mengambil kepemimpinan dalam
revolusi-revolusi ini. Karena ini kita harus berbicara tentang
"sosialisme-sosialisme".

Berkaitan dengan abad kemarin, tanpa ragu, aspek pertama yang perlu
kita gali adalah ide bahwa semua sosialisme di Eropa Timur berhubungan
dengan kondisi manusia. Sosialisme di sana adalah tentang
memberdayakan lelaki dan perempuan atas modal dan atas pekerjaan.
Sosialisme di sana adalah tentang menstimulasi proses pembebasana,
meningkatkan derajat kebudayaan dan juga memenuhi kebutuhan dasar.
Dapat dikatakan mereka membuka jalan bagi pembangunan manusia baru
yang, dalam langkah-langkah yang baik, dapat mengatasi kondisi
kehidupan mereka secara material maupun kultural.

Kita juga harus menggali kembali, contohnya, pengalaman Yugoslavia
dan...bentuk-bentuk pengelolaan-diri (self-management) dan
pengelolaan-bersama (co-management) yang berkembang di dalam
pabrik-pabrik [umum]. Dalam kenyataannya, ini salah satu proses
terbaik kontrol pekerja yang muncul dari kubu sosialis di abad kemarin
karena selama tahun-tahun tersebut tidak saja terjadi peningkatan
terhadap produktivitas, tapi juga terhadap kesadaran ekologis dan
organisasi, dan terhadap partisipasi pekerja di perusahaan-perusahaan.
Terdapat juga hubungan antara pengalaman kaum pekerja ini dengan
organisasi sosial (umum). Dengan kata lain, kerja-kerja untuk
pembebasan tidak sekedar diserahkan di dalam pabrik atau di dalam
perusahaan tapi dibawa ke tempat para pekerja tersebut tinggal dan
beraktivitas secara politik dan sosial.

Kita perlu menggali kembali kemajuan-kemajuan yang dibuat Kuba di
bidang sosial, di mana terdapat jaminan kehidupan yang bermartabat
bagi para penduduk Kuba meskipun diblokade Amerika Serikat, [yang
mengakibatkan besarnya] pembatas bagi kemampuan revolusi untuk
melangkah lebih jauh secara ekonomi. [Meski demikian] terdapat
kemajuan-kemajuan besar dalam pendidikan, kesadaran dan kebudayaan
rakyat Kuba. Mayoritas rakyat Kuba telah menyelesaikan pendidikan
sekolah atas. Ini kemajuan yang sangat penting bagi Revolusi Kuba.
Dalam kesehatan dan dalam kebudayaan dan olah raga, terdapat
kemenangan-kemenangan sosial yang sangat penting.

[Penduduk Kuba] adalah rakyat yang telah bangkit, rakyat yang sadar,
rakyat yang berpolitik dan yang telah membentuk sayap pertahanan bagi
Revolusi Kuba. Ini hasil dari efek pendidikan dan kebudayaan dalam
mentransformasi rakyat. Penduduk Kuba adalah rakyat yang terkepung,
yang terblokade, yang dikucilkan oleh aktivitas ekonomi dunia. Rakyat
Kuba telah menghadapi bencana ekonomi dalam periode khusus [menyusul
keruntuhan Uni Soviet] dan menang. Agar pemerintahan revolusioner
tetap kokoh dalam kondisi-kondisi demikian, pemerintah itu harus
secara fundamental berdasar pada kesadaran rakyat, suatu kesadaran
yang dipercikkan oleh kepemimpinan Revolusi Kuba.

Secara fundamental, perjuangan sosialisme di abad kemarin telah
memungkinkan kita untuk memahami semua kejahatan yang disajikan oleh
model kapitalis. Tanpa pengalaman-pengalaman sosialisme di abad
sebelumya, dengan segala kesalahan dan kebenarannya, kita tak akan
mampu memahami besarnya ketidakadilan yang berkembang dalam sistem
kapitalis.

Apa pelajaran-pelajaran negatifnya?

Pengalaman negatifnya sudah banyak didiskusikan. Kita perlu memahami
kesalahan. Karena sangat lekat dengan metode Marxis dalam menganalisa
sejarah dan dialektika proses-proses tersebut,

nya, kita perlu memahami bahwa dalam satu hal kami beruntung dapat
mulai mengembangkan revolusi sosialis pertama yang dimulai sejak
keruntuhan kubu sosialis di abad kemarin. Yang lain-lain, seperti
Kuba, Cina, Vietnam dan Korea Utara adalah revolusi-revolusi sosialis
yang terjadi pada abad 20, yang dipertahankan hingga abad 21, namun
revolusi pertama di abad 21 yang menyatakan karakternya yang sosialis
adalah Revolusi Bolivarian. Jadi kami merasa beruntung karena kami
dapat menengok masa lalu dan melihat apa-apa saja kesalahan yang telah
dibuat, apa yang harus ditinggalkan, apa saja kegagalannya.

Contohnya, kami sadar bahwa kami tak dapat mengulangi model
kapitalisme negara (state capitalism) di mana negara mengontrol
totalitas alat-alat produksi, menciptakan perusahaan-perusahaan umum
milik negara untuk mengelola alat-alat produksi. Bentuk yang diambil
perusahaan-perusahaan ini dalam menjalankan fungsinya mereproduksi
logika dan dinamika yang sama dengan kapitalisme - eksploitasi manusia
oleh manusia, alienasi kerja dan pembagian kerja teknis. Jadi untuk
apa memiliki perusahaan negara bila karakteristik internalnya sama
dengan perusahaan kapitalis? Secara fundamental ini terjadi dalam
proses-proses di masa lalu tersebut dan ini juga terjadi dalam
proses-proses yang sedang kami jalani. Jadi kita perlu memahami bahwa
kerja membutuhkan proses emansipasi bukannya penindasan.

Pelajaran lainnya, yang tidak mau kami ulangi, adalah negasi terhadap
kemungkinan perkembangan rakyat secara demokratik. Masyarakat
diorganisir ke dalam partai, partai tunduk pada biro politik dan sang
pemimpin akan mengontrol biro politik. Partai mengontrol negara,
sementara pemimpin partai mengontrol partai dan negara. Inilah yang
jelas-jelas terjadi pada Stalinisme di Uni Soviet. Jadi rakyat di
negeri-negeri sosialis tersebut sekedar mendelegasikan semua keputusan
kepada perwakilan mereka, kepada para pemimpin politik mereka, dan
juga kepada pemerintah, dan mereka dibuat jadi penonton pasif. Penting
bagi kami untuk menggali proses perkembangan demokratik yang mendalam
sebagai sesuatu yang internal terhadap proyek sosialis yang
mengorganisir masyarakat. Tidak sekedar rumusan demokratik, karena
demokrasi perwakilan melahirkan suatu sistem ketatanegaraan yang
vertikal dan dalam kebanyakan kasus melucuti kesempatan warga untuk
berpartisipasi dalam permasalahan umum dalam negara. Kami percaya
bahwa sistem demokrasi partisipatif yang terbuka, di mana rakyat
mengambil bagian dalam permasalahan umum dan juga membuat keputusan
dalam bidang-bidang yang dikuasai mereka dan dalam permasalahan mereka
sendiri. Kami tidak percaya bahwa revolusi sosialis Bolivarian perlu
memproklamirkan diri sebagai ateis karena ini akan menolak dukungan
yang telah memberikan sumbangsih terhadap perjuangan sosialis di
Amerika Latin, seperti Teologi Pembebasan. Lebih baiknya negara
mengadopsi posisi sekuler dan menyerahkan keputusan tentang
kepercayaan agama apa yang harus dianut ke tangan rakyat.

Kami tidak berniat mengulangi skenario totalitarianisme dengan
sentralisme demokratiknya yang berlebihan karena rakyat, bila mereka
akan berpartisipasi lebih aktif, perlu diberi kesempatan untuk
mengintervensi dalam semua permasalahan umum dan semua permasalahan
negeri tempat mereka tinggal. Bahwa negara dapat merencanakan segala
sesuatu yang ada dalam masyarakat tidaklah terbayangkan karena begitu
banyak hal-hal yang memang berada di luar kontrol negara - karena
kompleksitasnya, terutama dalam dunia yang begitu mengglobal seperti
kini. Contohnya, beberapa perusahaan tertentu yang dapat dikelola
sebagai kepemilikan sosial dan kolektif untuk semua, tapi yang tidak
dikelola oleh negara, melainkan dikelola secara langsung oleh
komunitas yang terorganisir. Komunitas ini bukanlah pemilik entitas
itu tapi menjalankan administrasinya tanpa intervensi negara.

Negara, bersama-sama rakyat yang terorganisir, merupakan penentu dalam
merumuskan kebutuhan-kebutuhan riil penduduk yang butuh dipenuhi. Ini
berarti [negara] bersifat fleksibel dalam memainkan peranannya sebagai
pengontrol dan memiliki kepercayaan lebih terhadap rakyat, dan dalam
kasus ini bukan sekedar mempercayai partai atau teknokrat.

Kami tak dapat mengulangi format perencanaan pusat [yang lalu]. Di
satu sisi kapitalisme mengatakan bahwa tangan gaib [invisible hand]
pasar melakukan regulasi-diri. Kontra-posisi sosialisme menyatakan
bahwa ekonomi perlu direncanakan secara nasional. Namun, kami tidak
meyakini resep tertentu, seperti ekonomi harus direncanakan secara
vertikal, di mana semuanya ditentukan oleh sekelompok teknokrat atau
ilmuwan dari negara [yang] menentukan apa yang akan terjadi dalam
ekonomi, dalam produksi atau dalam pengembangan suatu lokalitas
tertentu, dsb. Dengan demikian, kami percaya akan perencanaan tapi
bukan perencanaan yang harus dan secara absolut tersentralisir dan
vertikal. Lebih baik menciptakan suatu sistem perencanaan sosialis
yang memberikan kemungkinan kepada rakyat untuk mendiagnosa kenyataan
mereka sendiri sementara di saat yang sama menyusun rencana-rencana
untuk lokalitas mereka sendiri. Dalam kenyataan, rencana-rencana ini
akan lebih erat berhubungan dengan dunia nyata.

Saya hendak menekankan kalimat ini: "Rakyat adalah perencana yang
lebih baik daripada perancana terbaik dari pemerintah ataupun
akademia". Rakyat tahu kenyataan mereka. Tak perlu untuk sekedar
mendiagnosa atau melakukan studi terhadap dunia tempat mereka tinggal.
Seorang intelektual, seorang akademisi, seorang perencana, seorang
teoretisi perlu keluar dan mengamati kenyataan untuk memahaminya.
Rakyat tahu kenyataan mereka sendiri dan dapat merencanakan lebih baik
kenyataan mereka. Kita perlu membalikkan piramida perencanaan yang di
masa lalu telah menempatkan para ahli dan perencana di puncaknya dan
rakyat di dasarnya. Hubungan di antaranya berupa subyek dan obyek.
Perlu ada hubungan yang berupa subyek dan subyek.

Kini, rakyat berada di puncak piramida perencanaan. Di dasarnya adalah
kaum teknokrat, yang semata-mata fasilitator dalam hal-hal teknis.
Piramida itu kini terbalik dengan rakyat di atas, pemerintah di tengah
dan kaum intelektual, teknokrat dan teoretisi di pucuk bawah. Para
teknokrat ini, melalui pemerintah, perlu membantu pengorganisiran
rakyat dalam menjalankan keputusan-keputusan mereka. Idenya adalah
rencana-rencana berskala kecil di tingkat komunitas akan berkombinasi,
satu sama lain, untuk membentuk rencana-rencana yang mencakup wilayah
yang lebih besar dan ini akan kemudian menyatu untuk membentuk basis
perencanaan nasional. Dengan cara demikian, perencanaan berjalan dari
bawah ke atas, bukan dari atas ke bawah. Jadi kami tidak mau
mengulangi fokus perencanaan totalitarian.

Kesalahan terakhir yang saya hendak sampaikan adalah perlombaan
senjata yang dijalankan saat periode pemerintahan sosialis abad
kemarin. Jelas terjadi Perang Dingin dan responnya [kubu sosialis]
adalah mencoba mencegah Imperialisme Amerika Utara yang berupaya
mengontrol seluruh dunia dan menerapkan kapitalisme dan neoliberalisme
dengan menciptakan penyeimbang. Kini tak ada pembenaran untuk Perang
Dingin [yang baru] karena yang diingkan [oleh revolusi Bolivarian]
adalah menciptakan strategi multi-polar, di mana banyak bangsa,
pemerintahan dan wilayah dapat bertindak sebagai penyeimbang yang
penting. Mereka harus dihubungkan bersama secara mutual dan saling
melengkapi untuk menjamin bahwa [mereka] penyeimbang terhadap
imperialisme. Dalam jangka panjang, kita akan mematahkan imperialisme.

Saya berbicara tentang suatu strategi non-perlombaan senjata dalam
pengertian bahwa revolusi Venezuela dan Bolivarian tidak berupaya
menimbun senjata demi menjalankan perjuangan melawan imperialisme.
Tidak. Kami hanya akan mempertahankan kedaulatan kami, kami pikir Iran
dapat mempertahankan kedaulatannya, Kuba mempertahankan kedaulatannya,
rakyat Afrika dapat mempertahankan kedaultannya, dan Rusia dapat
mempertahankan kedaulatannya, Cina mempertahankan kedaulatannya, dan
begitu juga dengan India, Malaysia dsb. Berbagai kutub rakyat dalam
tempat-tempat yang berkembang akan jauh lebih kuat daripada
imperialisme. Dengan begini akanlah mustahil bagi imperialisme untuk
mengontrol rakyat-rakyat tersebut.

Bagaimana Anda memandang peran sektor swasta di Venezuela dalam jangka
panjang, contohnya, dalam 20 hingga 50 tahun ke depan?

Aspek paling kompleks bagi tiap revolusi sosialis adalah memajukan
[periode] transisinya. Kami dalam revolusi Bolivarian tidak percaya
bahwa sekarang penting bagi kami untuk menetapkan apa yang akan
menjadi rejim kepemilikan. Ini bagian dari perdebatan global yang
telah berlangsung selama periode yang panjang dan belum juga
dituntaskan - kepemilikan pribadi seluruhnya, kepemilikan publik
seluruhnya atau suatu ekonomi campuran - inilah perdebatan [yang
dihadapi oleh] setiap pengalaman [revolusioner] dan perkembangan
spesifiknya bergantung pada kenyataannya. Cina telah menyusuri jalan
ekonomi campuran; ada model-model lain yang masih berupa kepemilikan
publik, seluruhnya milik negara. Kami percaya bahwa jalan menuju
sosialisme adalah jalan kepemilikan sosial bagi semua alat-alat
produksi, tapi ini tidak dapat dibangun dari satu saat ke saat
berikutnya - kami perlu berjalan menuju arah tersebut. Bagi kami
kepemilikan kolektif terhadap alat-alat produksi adalah idealnya. Itu
tujuan yang kami harap dapat dicapai, tapi tidak semata-mata melalui
pengelolaan kepemilikan oleh negara.

Kami pikir negara harus mengelola bagian kepemilikan strategis yang
lebih besar. Juga rakyat yang terorganisir secara kolektif memiliki
kemungkinan untuk mengelola kepemilikan publik, bukannya menjadi
pemilik, tapi pengelola. Rakyat, bukannya sektor swasta, akan
didelegasikan menjadi bagian dari konsesi ini untuk mengembangkan,
mengelola, mengeksploitasi barang-barang. Anggota dari koperasi atau
perusahaan sosialis ini tidak akan menyimpan hasil produksi atau
keuntungan yang didapat melainkan akan mereinvestasikannya ke
perusahaan. Saya ulangi, mereka bukan pemilik.

Untuk menuju tahap tersebut masih ada jalan panjang di depan kami yang
harus ditempuh. Dalam jalan panjang ini, revolusi Bolivarian harus
mengadaptasi bentuk ekonomi campuran karena, ingatlah bahwa revolusi
ini yang sedang kami buat, kami hendak jalankan dalam bentuk damai dan
bila kami hendak membuat revolusi yang damai, karena kami tak dapat
memaksakan apa pun, kami butuh mencari konsensus umum. Kami perlu
mencari suatu konsensus aktif dari semua penghuni negeri ini dan
konsensus ini menyertakan pengakuan terhadap perbedaan kelas. Bila
kami berkeputusan untuk menasionalisasi semua alat-alat produksi,
revolusi akan memasuki fase kontradiksi kelas, dan dengan tak
terhindarkan juga konfrontasi dan bentrokan antar kelas. Ini akan
sangat mempersulit pengembangan revolusi secara damai. Atas alasan
ini, kami perlu memasuki suatu periode transisi yang panjang yang
memungkinkan kami untuk memenangkan dan mengkonsolidasikan lapangan
baru ini. Ini bukan sekedar masalah pengambil alihan kepemilikan demi
kepemilikan, sekedar berkata "ini milik negara dan semua masalah kita
terselesaikan". Tidak!

Permasalahannya haruslah tentang apakah aktivitas ekonomi yang
dijalankan produktif, dan apa itu berlaku bagi semua orang. Di atas
segalanya, aktivitas itu harus untuk keuntungan kolektif karena kami
tak menginginkan perusahaan-perusahaan yang bangkrut. Karena kami
menginginkan kesejahteraan yang dihasilkan oleh perusahaan untuk
diinvestasikan kembali ke penduduk. Ini tidak mudah karena, di antara
lain hal, kami punya warisan budaya, suatu tradisi dalam pemerintahan,
yang kami warisi dari Republic Keempat yang tak efesien, korup dan
birokratis. Ada banyak kepemilikan negara di Venezuela. Pemerintah
Venezuela mengontrol hampir 70% dari aktivitas ekonomi nasional. Ini
sangat besar, tapi kami punya banyak kesalahan karena dalam perusahaan
kami, institusi publik kami, pemerintahan kami, kementrian kami, dsb,
terdapat banyak birokratisme, ketidakefesienan dan korupsi. Lebih
lagi, mereka mengeksploitasi kaum buruh, merampas hasil produksi
mereka dan terjadi pembagian kerja secara teknis dan sosial. Jadi
kenapa, saat ini, negara harus mengontrol 30% sisa aktivitas ekonomi
yang berada di tangan swasta?

Dan juga sebagian dari kepemilikan pribadi ini merupakan kepemilikan
kolektif, seperti kolektif-kolektif yang ada - mereka mengambil bentuk
[kepemilikan] campuran dan pertengahan. Jadi kenapa negara mengontrol
30% sisanya jika kami tak punya jaminan bahwa kami dapat mengelolanya
dengan efesien dan mengontrolnya? Jadi kami harus mensubsidinya? Atau
membangkrutkannya? tidak. Kami hendak membiarkan sektor swasta
mengupayakan pembangunan aktivitasnya dan meraih kepercayaan bagi
revolusi sambil secara progresif mencari jalan agar sektor ini dapat
memproduksi di atas segalanya bagi keuntungan kolektif, bukannya
pribadi. Saya akan ulangi tujuannya. Setelah satu generasi - 50 tahun
mungkin - kita dapat tiba pada suatu keadaan yang sepenuhnya
kepemilikan sosial dan sebagaimana saya telah jelaskan, negara
bersama-sama dengan sektor-sektor masyarakat yang terorganisir akan
mengontrolnya, bukan hanya negara.

Dapatkah Anda berbicara tentang dewan komunitas dan dewan pabrik
sebagai organ kekuasaan rakyat (popular power)?

Anda menanyakan tentang partisipasi protagonis rakyat. Ini
diekspressikan melalui bentuk-bentuk organisasi sosial tertentu dari
basis. Salah satunya adalah dewan komunitas, tapi terdapat juga
bentuk-bentuk lainnya seperti contohnya, dewan perencanaan publik
lokal. Kami juga memiliki komite kesehatan, komite teknis air, dan
komite pendidikan. Komite moral dan pencerahan terdiri dari
brigadistas yang aktivitasnya untuk meningkatkan kesadaran politik.
Terdapat juga banyak koperasi dan perusahaan produksi sosial (EPSs),
sebagai bentuk-bentuk partisipasi dalam produksi sosial.

Benar bahwa salah satu hal prinsipil yang dapat ditampilkan Revolusi
Bolivarian sebagai capaian mendalam, yang memberikan revolusi karakter
sosialisnya, adalah pembangunan kekuasaan rakyat. Dengan kata lain,
menurunkan kekuasaan sekali lagi kepada rakyat sehingga rakyat dapat
mengatur dan mengontrol negara. Kita telah bicara secara substansial
tentang pembangunan negara baru di mana rakyat terorganisir pada
saatnya akan mengambil alih kontrol negara ini melalui berbagai banyak
bentuk organisasi. Tapi tidaklah gampang memberikan kekuasaan kepada
rakyat karena tidaklah mungkin belajar mengelola kekuasaan cuma
semalam. Itu merupakan suatu proses pendidikan rakyat yang permanen
dan konstan.

Jadi kini kami berada pada fase pendidikan yang indah, tidak hanya
pendidikan teori tapi pendidikan berdasarkan praktek. Ini telah
menghasilkan sangat banyak pengalaman bagi partisipasi kerakyatan.
Partisipasi kerakyatan yang diekspresikan dalam dinamika di mana
beragam subyek sosial berkembang untuk bantu mendorong pembangunan
revolusi. Revolusi Bolivarian terdiri atas keberagaman subyek-subyek
sosial. Dan lebih baik lagi, itu merupakan subyek sosial kolektif.

Biasanya dalam revolusi sosialis subyek sosialnya adalah kelas
pekerja. Dalam Revolusi Bolivarian bukanlah ini yang jadi
kenyataannya. Pekerja, proletariat Venezuela, adalah salah satu dari
[subyek-subyek] yang mengintervensi revolusi. Sektor-sektor lainnya
yang penting adalah komunitas penduduk asli, komunitas keturunan
Afrika, perempuan, pemuda dan juga rakyat-rakyat yang terorganisir
dalam dewan-dewan komunitas. Bersama-sama mereka membentuk subyek
kolektif Revolusi Bolivarian.

Subyek kolektif baru ini, dalam area aktivitasnya masing-masing, dalam
bidang politik, sosial, ekonomi, pekerja di pabrik, di komunitas
mereka, mahasiswa di universitas, kaum perempuan di rumah-rumah
mereka, aktivis di jalanan, penduduk asli di wilayah mereka dsb. Tiap
subyek ini, dalam area aksinya masing-masing, menerima sebagian dari
kekuasaan untuk dikelola secara langsung. Bentuk yang digunakan dalam
menurunkan kekuasaan ini adalah melalui suatu model bernama dewan.
Dewan komunitas, dewan pabrik, dewan mahasiswa, dewan penduduk asli,
dsb. Setiap orang dalam suatu kampung (barrio), semua buruh dalam
suatu pabrik dsb. diorganisir menjadi majelis ini dan memilih delegasi
mereka, yang akan membawa pendapat kolektif ke eselon-eselon [negara]
yang lebih tinggi. [Delegasi-delegasi yang terpilih] juga
bertanggungjawab [terhadap dewan]. Dewan dapat menarik kembali
pimpinannya. Mereka dapat merubah keputusan yang tidak dikehendaki
mayoritas. Ini satu instrumen demokrasi langsung di dalam dewan. Jadi
sangatlah menarik bahwa subyek sosial dalam berbagai bidang
mendapatkan kekuasaan. Kekuasaan ini dikelola melalui dewan, yang
berfungsi dalam bentuk demokrasi langsung. Yang kami inginkan adalah
berbagai ragam dewan membentuk suatu jaringan yang nantinya akan
menjadi konfederasi dewan-dewan dan mengambil kontrol secara nasional.

Ini berarti perencanaan dan kekuasaan berasal dari basis. Aspek
terpenting dari kekuasaan rakyat adalah bahwa dewan dapat
mengorganisir dan merencanakan nasibnya sendiri dari basis dan dapat
mengambil keputusan tentang hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan
mereka. Lebih lagi, kini mereka dapat menjalankan tugas-tugas dan
mengambil alih kontrol sosial. Inilah keutamaan kekuasaan rakyat. Ini
berarti kesadaran dan organisasi. Tugas-tugas kekuasaan rakyat ketika
kesadaran tercapai adalah untuk mengorganisir rakyat, kemudian untuk
memobilisir rakyat, kemudian mendiagnosa situasi, kemudian membuat
rencana untuk mengubah realitas tersebut, kemudian mengambil keputusan
[tentang langkah yang akan diambil], kemudian mengelola aksi-aksi dan
menerapkan kontrol sosial.

Dapatkah Anda berbicara tentang hubungan antara bentuk-bentuk
organisasi kerakyatan dan aparatus negara yang lama?

Maksud utamanya adalah untuk membangun negara baru. Kami hendak
meninggalkan hal-hal yang tidak berjalan dan menggantinya dengan
sesuatu yang dapat berjalan. Kami perlu memikirkan tentang penyebab
tidak berfungsinya negara yang lama. Di antara beberapa alasannya,
negara tidak berfungsi karena tidak bertanggung jawab (not
accountable) terhadap masyarakat. Negara dikontrol oleh sekelompok
fungsionaris, birokrat. Lebih-lebih lagi negara lah yang menciptakan
politik klientelisme. Partai-partai dalam Republik Keempat, dalam
rangka menjinakkan kaum militan mereka, menawarkan mereka
posisi-posisi dalam pemerintahan dan kementrian. Jadi penunjukkan
fungsionaris ini merupakan produk hasil pemberian suatu partai. Secara
progresif, negara dirubah menjadi gajah putih, sangat gemuk dan tak
dapat beroperasi. Di atas segalanya negara tidak bertanggungjawab atau
menjalin hubungan dengan rakyat. Kita tak dapat mengulangi
permasalahan dan kesalahan yang sama. Solusinya sangat sederhana:
negara yang baru perlu dikonstruksi oleh rakyat, dengan rakyat dan
untuk rakyat. Itu tak dapat dibangun dari atas, melainkan perlu
dibangun dari bawah.

Saya berikan satu contoh. Menteri kesehatan tidak dapat menyelesaikan
masalah kesehatan penduduk. Hal itu harus dilangkahi dengan
menciptakan Mision Barrio Adentro [Misi Masuk Kampung (Barrio)]. Misi
ini dimungkinkan berkat rakyat yang terorganisir dalam komite-komite
kesehatan. Misinya dijalankan secara langsung dalam komunitas mereka.
Tidak perlu pergi ke rumah sakit, atau ke ibukota atau suatu kota, ini
dilakukan di [wilayah lokal] situ sendiri. Dalam tiap komunitas
terdapat fasilitas kesehatan yang pembangunannya dan keberhasilannya
melibatkan rakyat. Dengan demikian itu adalah pembangunan oleh rakyat.
Mereka telah membangun suatu institusi negara baru yang secara efektif
berfungsi. Ini bukan produk politik klientelisme atau birokratisme.
Rakyat tidak dibayar untuk ini, tidak pula menerimanya sebagai
pemberian dari suatu partai. Rakyat dengan sukarela beraksi karena
hanyalah rakyat yang terorganisir itu sendiri yang berkapasitas
menyelesaikan permasalahan mereka sendiri.

Hal yang sama terjadi dengan misi-misi lainnya seperti Mercal [yang
pelaksanaannya mendistribusikan makanan] dan Robinson [bertujuan awal
menangani buta huruf dan kini memberikan pendidikan dasar bagi mereka
yang tidak menyelesaikan sekolah]. Siapa yang datang ke kelas-kelas di
Mission Robinson? Siapa yang meminjamkan rumah mereka, ruang tamu
mereka, kamar tidur mereka kepada rakyat sekitar yang tak dapat baca
atau tulis? Komunitas lah, rakyat itu sendiri yang mengorganisir
respon ini. Pendidikan adalah masalah yang menjadi tanggung jawab
negara, namun selama 40 tahun demokrasi representatif dijalankan oleh
Republik Keempat belum pernah tercapai tingkat baca-tulis sepenuhnya.
Revolusi Bolivarian mampu mencapai ini dalam waktu satu setengah
tahun. Kenapa? Karena kami menciptakan misi dengan rakyat dan
rakyatlah yang mencapai kesuksesan tersebut. Jadi idenya adalah
melangkahi institusi negara yang tidak berfungsi. Sekarang yang perlu
kita pastikan adalah misi-misi yang telah kita ciptakan dengan rakyat
ini agar saling bergabung, satu sama lain untuk mengambil alih
kementrian yang lama, sehingga yang lama digantikan oleh yang baru.
Inilah strateginya: kita harus menyudahi negara yang lama dan
membangun yang baru.

Bagaimana Kaitan Revolusi Bolivarian dengan revolusi Amerika Latin?

Setiap revolusi sosialis, bila hendak mencapai kemenangan, perlu
menyaksikan banyak revolusi sosialis. Tidak bisa sosialisme dalam satu
negeri. Karenanya kami berkeyakinan terhadap perspektif internasional
dan kebutuhan menstimulasi semua proses-proses revolusioner di Amerika
Latin dan dunia. Revolusi butuh menjadi internasional. Dalam arah ini
kami mendorong untuk menghubungkan revolusi kami dengan banyak
proses-proses emansipatoris yang berjalan di negeri lain - proses dari
bawah, tidak hanya dari atas, tapi secara fundamental dari bawah.
Terdapat berbagai inisiatif dalam gerakan sosial dan kelompok politik
akar-rumput (grassroots) di rakyat lainnya. Tidak hanya hubungan
politik tapi juga dukungan. Revolusi Bolivarian untungnya diberikan
banyak sumber daya yang telah kami gunakan untuk kepentingan
pembebasan rakyat-rakyat lainnya, contohnya melalui ALBA (Alternatif
Bolivarian untuk Benua Amerika).

Kami mencoba mendemonstrasikan bahwa terdapat bentuk kerjasama ekonomi
yang beda dari globalisasi pasar bebas, suatu bentuk yang tidak
berdasarkan kompetisi - melainkan [kolaborasi] dan saling
menguntungkan. Dengan ALBA, kami mencoba menemukan suatu bentuk baru
yang membantu proses emansipasi.

Terdapat juga beberapa perjuangan-perjuangan internasionalis yang kami
tempuh melalui misi-misi sosial, beraliansi [dengan] revolusi Kuba.
Contohnya, kami memprakarsai kampanye melek huruf di Bolivia dengan
brigadistas Venezuela dan Kuba. Sejak lama kami telah mengembangkan
misi internasional Mision Milagro [Misi Keajaiban] untuk mengatasi
kebutaan di seluruh dunia. Kami telah mengarahkan sumber daya energi
yang kami miliki untuk kepentingan rakyat di dunia.

Kami menyediakan bahan bakar bersubsidi kepada penduduk New Orleans
setelah bencana Badai Katrina, dan kepada kaum miskin di Chicago dan
New York saat musim dingin. Subsidi yang tidak diberikan oleh
pemerintah mereka sendiri, pemerintah yang memiliki jauh lebih banyak
sumber daya daripada Venezuela. Kami yakin bahwa kami harus melebarkan
tangan solidaritas dan persaudaraan kepada seluruh rakyat di dunia.
Jelas, apa yang dapat kami lakukan sangatlah kecil tapi itu juga agar
rakyat dapat melihat dimensi kejahatan dan ketaksetaraan kapitalisme
dan melihat tandingannya yang berdasarkan cinta dan solidaritas yang
dikedepankan oleh sosialisme.

Apakah ALBA dan kebijakan integrasi ekonomi yang ditempuh pemerintah
Venezuela merupakan aksi revolusioner?

Ya tanpa sedikitpun keraguan. Ini persoalan kebanggaan besar. Melalui
mekanisme ini kami menemukan bentuk-bentuk alternatif, bentuk-bentuk
yang sangat baru, dari integrasi rakyat-rakyat. Sangatlah sulit
merencanakan integrasi dalam semalam. Sangatlah sulit bagi Amerika
Latin untuk menjalankan proyek integrasi seperti di Eropa karena itu
proses integrasi ekonomi. Aspek politiknya dipandang sebagai rencana
sekunder. Kami hendak membuat proses integrasi yang secara setara
mencakup semua sektor: integrasi budaya, integrasi sosial, integrasi
energi, integrasi ekonomi, integrasi politik, dan jika memungkinkan,
integrasi teritorial. ALBA adalah pendekatan awal bagi proses ini yang
kita harapkan untuk secara kolektif ditemukan antara rakyat-rakyat dan
pemerintahan-pemerintahan revolusioner di benua Amerika.

Contohnya, kami sedang mencari tahu apakah mungkin memulai proses
pertukaran ekonomi secara barter, walaupun barter tidak dapat
berkembang dalam semua bidang ekonomi nasional atau dunia karena
sulitnya menetapkan dengan pasti bagaimana menjalankan pertukaran ini
di pasar. Kami berharap ALBA akan sukes menghasilkan
aktivitas-aktivias pertukaran. Ini suatu sistem, suatu bentuk barter
baru berdasarkan kesepakatan pemerintah-pemerintah yang berpartisipasi
yang dijalankan secara berdaulat tanpa intervensi pasar maupun
organisasi multilateral seperti, contohnya, World Trade Organisation
(WTO).

Dengan Uruguay kami menukar minyak dengan ternak. Dengan Bolivia kami
menukar minyak dengan kedelai. Dengan Argentina kami menukar minyak
dengan teknologi medis. Sekarang, nilai yang kami gunakan dalam
menukar minyak dengan ternak Uruguay ditentukan tanpa menuruti dikte
WTO. Ini suatu bentuk ekonomi saling harga-menghargai yang menarik.
[Buku dan tulisan El dapat dibaca dalam bahasa Spanyol di
<>. Wawancara dilakukan
dalam bahasa Spanyol dan diterjemahkan ke Inggris oleh Sam King dan
Romain Migus.]

(Diterjemahkan oleh Data B)

EVO MORALES – PRESIDEN PRIBUMI

YANG BERASAL DARI PETANI DAUN KOKA

Juan Evo Morales Ayma yang dikenal sebagai Evo Morales, presiden Republik Bolivia ke-80, lahir pada tanggal 26 Oktober 1959 (sekarang 48 tahun) di Orinaca, Bolivia Selatan. Dia merupakan presiden yang unik dan konsekuen dari Bolivia, berasal dari petani daun koka (bahan utama pembuatan cocaine) dan presiden pribumi pertama Republik Bolivia yang berasal dari suku Indian Aymara 470 tahun setelah penjajahan Spanyol. Karier politik Evo Morales dapat dijadikan pengalaman berharga para politisi muda Indonesia yang sedang melakukan berbagai kesibukan menjelang pemilihan umum tahun 2009. Yang paling baik untuk dijadikan contoh adalah bagaimana pemerintahan yang didukung oleh para pemodal besar dan modal asing (Amerika Serikat) dapat dikalahkan oleh kandidat yang berasal dari rakyat jelata yang didukung masyarakat dan komunitas sederhana.

Yang menarik dan perlu disimak dengan baik adalah perjalanan karir politik Evo Morales mulai dari kegiatan politik yang mendasar hingga dia terpilih sebagai presiden Bolivia pada tanggal 22 Januari 2006. Dia mengalami dan merasakan sendiri bagaimana dia ditindas, diasingkan, dipecat sebagai anggota Kongres. Sebetulnya kejadian semacam ini merupakan “politik Amerika Serikat” yang memanfaatkan semua kekuatan, terutama uang dan kekuasaan untuk melawan musuh politiknya dan merampas kembali kekuasaan yang telah dimilikinya. Dalam kasus Bolivia dengan Evo Moralesnya, kita dapat mengambil pelajaran bahwa uang dan kekuasaan bukanlah segalanya untuk meraih kemenangan. Tetapi kesadaran politik masyarakat merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan.

Sebagai contoh dapat diambil kasus, bagaimana para petani daun koka yang perkebunannya akan dihabisi oleh Amerika Serikat, ditentang habis-habisan oleh para petani (cocaleros), walaupun dalam kegiatan ini dilibatkan Duta Besar Amerika Serikat di Bolivia – Manuel Rocha. Dalam hal ini kita harus mengamati kegiatan yang dilakukan oleh Evo Morales sejak dia menjadi Ketua Partai Gerakan Sosialis (MAS – Movimiento al Sosialismo) menjadi partai yang disegani lawan-lawan politiknya, padahal sebelumnya mereka memberi gelar “partai politik gurem” kepada MAS. Evo Morales melihat dan memperhitungkan bahwa perjuangan sosial dikalangan petani-petani koka perlu ditingkatkan menjadi gerakan politik dan Evo menjadikan MAS sebagai pengambil gagasan sehingga MAS menjadi kekuatan terbesar dan terkuat di Bolivia. Melalui kampanye politiknya, Evo Morales mengutuk kejahatan-kejahatan perusahaan multinasional, praktek-praktek kecurangan IMF, Bank Dunia dan WTO. Diapun secara terang-terangan tidak menyukai kapitalisme, neo-liberalisme dan globalisasi yang sarat dengan kecurangan dan ketidakadilan. Dia merasakan dan melihat, bagaimana perusahaan-perusahaan multinasional mengeruk kekayaan alam Bolivia yang berupa timah, minyak dan gas alam. Keuntungan yang diperolehnya dipakai oleh perusahaan-perusahaan tersebut bersama-sama kroninya dan tentunya sebagian dipakai untuk “uang pelicin” agar semua kebijakan dapat dikontrol dan mereka secara leluasa mengeruk kekayaan alam Bolivia. Tidaklah mengherankan kalau Evo Morales sangat kuat untuk melaksanakan nasionalisasi dan mengontrol pajak perusahaan-perusahaan multi-nasional yang selama ini mengenyam kekayaan alam Bolivia, sedangkan rakyatnya sendiri masih hidup dalam kemiskinan. Sebetulnya kondisi makro ini tidak jauh berbeda dengan kondisi Indonesia, bedanya ialah kekuasaan politik Evo Morales sangat konsekuen dan tegas serta berpihak pada ekonomi kerakyatan, dalam tindakannya apabila masalah-masalah telah menjadi konsensus bersama mereka tidak ragu-ragu untuk melakukannya.Betul kata peribahasa bahasa Inggeris yang mengatakan :”If you start hesitating, you start to make a mistake”.

Salah satu keberanian Evo Morales yang dilaksanakan secara kosekuen adalah nasionalisasi perusahaan-perusahaann minyak dan gas alam multi-nasional, dia mengumumkan nasionalisasi ini di Tarija yang berada di Selatan Bolivia yang merupakan pusat eksploitasi minyak dan gas alam yang dioperasikan oleh Petrobas (perusahaan Brazil) yang bekerjasama dengan perusahaan Spanyol dan Perancis (Repsol dan Total). Pelaksanaan nasionalisasi ini dipimpin langsung dilapangan minyak dan gas alam oleh Evo Morales sendiri! Dalam pelaksanaan ini, dia memerintahkan Angkatan Bersenjata Bolivia untuk menjaga dan mengawasi asset yang berharga tersebut.Selain perusahaan minyak tersebut, perusahaan minyak Inggeris BG Plc dan BP Plc, Total SA (Perancis), perusaahaan Amerika Serikat Exxon. Perusahaan-perusahaan multi-nasional tersebut dalam massa enam bulan harus menyetujui deklarasi tersebut atau angkat kaki dari Bolivia. Kepada mereka, pemerintah Bolivia memberikan persetujuan untuk memiliki 18% saham, yang sebelumnya adalah 50% dan kemungkinan kepemilikan ladang-ladang minyak dan gas sepenuhnya.

Sementara itu, Evo Morales juga mengumumkan dekrit yang berisi agar perusahaan-perusahaan minyak dan gas multi-nasional menyerahkan seluruh hasil produksinya kepada Yaciminetos Petroliferos Fiscales Bolivianos (YPFB). Dia juga mengumumkan, bila diperlukan akan dikerahkan Angkatan Bersenjata, bila ada yang membangkang proses nasionalisasi ini. TV Bolivia menyiarkan tayangan gambar yang memperlihakan Angkatan Bersenjata Bolivia berjaga-jaga di 56 lokasi instalasi perminyakan dan daerah operasinya disebelah Selatan Kota Santa Cruz. Wakil Presiden Alvaro Garcia Linera memberikan komentar :”Bahwa mulai hari ini habislah ekspolitasi mutlak atas minyak dan gas bumi oleh perusahaan-perusahaan multi-nasional!”.

Dalam World Social Forum 2017 di Nairobi, Presiden Evo Morales membuat pernyataan yang sangat berani:”I hope this forum will issue proposals to stop neo-lberalism model”. Dari pernyataan ini jelas sekali sikap pemerintah Bolivia dibawah Presiden Evo Morales sangat anti neo-leberalisme yang tentunya akan diikuiti oleh negara-negara berkembang lainnya. Dalam forum tersebut Evo Morales menyatakan bahwa pada waktu ini ada dua group kekutan yang mempergunakan persenjataan, group pertama terdiri dari mereka yang mempertahankan kehidupan yang aman dan damai diatas bumi ini. Dan group kedua,adalah mereka yang mempergunakan persenjataan untuk menghancurkan kehidupan diatas bumi dengan dalih hak asasi manusia dan anti terorisme.

Sebagai Presiden yang masih muda, Evo Morales memperlihatkan hobby-nya yang luar biasa, yaitu bermain bola. Tetapi kali ini dia bermain diatas puncak pegunungan setinggi 21.463 kaki. Dia tidak setuju dengan keputusan FIFA dibawah kepemimpinan Sepp Blatter yang melarang untuk bermain bola ditempat yang tinggi. Ada kemungkinan hal inilah yang menyebabkan tidak lolosnya Brazil menjadi tuan rumah Kejuaraan Sepak Bola Dunia, padahal main bola merupakan kegemaran seluruh penduduk dan masyarakat Amerika Latin. Begitu tingginya penghormatan Evo Morales pada olah raga yang menjadi kegemaran masyarakat Amerika Latin. Bagi Presiden Evo Morales, Olah Raga dan Kegiatan Kepemudaan merupakan target pekerjaan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan bangsa. Demikian juga, dia sangat memperhatikan pendidikan, diantaranya adalah penggunaan komputer dan informasi teknologi bagi rakyat kecil dan penduduk pedesaan.

Keberanian lainnya dari Presiden Evo Morales adalah menghentikan bantuan Amerika Serikat kepada Bolivia, selama ini tentara Amerika Serikat berkeliaran dimana-mana dengan alas an untuk menumpas perdagangan narkotika. Menurut catatan Badan Narkotika Amerika Serikat, Bolivia adalah penghasil cocaine terbesar nomor tiga setelah Columbia dan Peru. Amerika Serikat tahun 2006 memberikan bantuan sebesar US 91 juta untuk peberantasan narkotik dan pengalihan mata pencaharian dari petani daun koka menjadi petani produk lainnya. Presiden Evo Morales mengatakan:” Akhirnya berakhirlah sudah keterlibat pasukan asing di Bolivia dan kita tidak akan melihat lagi mereka berkeliaran dimana-mana”. Kalau Negara-negara lain mengundang Amerika Serikat menjadi “polisi dunia”, Bolivia mengusir mereka dari negerinya.

Tulisan dan contoh-contoh sebagaiman diuraikan secara singkat diatas hanyalah merupakan contoh, bahwa polisi dunia seperti Amerika Serikat tidak selamanya dapat bertindak dan menindas negara-negara berkembang seperti Bolivia dan negara-negara lainnya didunia. Segala tipu muslihat dan kebiadaban ada batasnya dan yang penting kita dapat belajar dari negara lainnya. Selamat bekerja, siapa takut? (AM).

04/12/2007

Revolusi dan Konter Revolusi: Makna Referendum 2 Desember di Venezuela

Oleh Ted Sprague
1 Desember 2007

Sekali lagi, proses revolusi Bolivarian di Venezuela memasuki satu
tahapan yang penting. Pada tanggal 2 Desember, rakyat Venezuela akan
berbondong-bondong memberikan suara mereka untuk menentukan diterima
atau tidaknya paket perubahan konstitusi Venezuela. Isi paket
perubahan konstitusi ini boleh dikatakan merupakan perubahan paling
progresif sepanjang sejarah Amerika dan sudah melampaui tahap
reformisme. Perubahan konstitusi ini meliputi tuntutan-tuntutan
transisional:
1. Pengurangan jam kerja dari 44 jam per minggu menjadi 36 jam (tentu
saja tanpa pengurangan gaji)
2. Pendidikan gratis sampai tahap universitas
3. Melarang monopoli
4. Pembentukan dewan buruh, dewan komunitas, dewan pelajar, dll
sebagai basis kekuasaan yang baru di dalam pemerintahan. 5% dari
pendapatan negara akan dialokasikan kepada dewan-dewan tersebut.

Perubahan konstitusi mengenai pembentukan dewan buruh, dewan
komunitas, dewan pelajar, dll sebagai basis pemerintahan yang baru
adalah satu usaha untuk membongkar negara borjuis yang masih bercokol
di Venezuela. Ini merupakan satu artikel perubahan yang menggetarkan
lutut kaum oligarki di Venezuela dan kaum imperialis kapitalis di
seluruh dunia.

Tentu saja, sebuah konstitusi revolusioner hanyalah secarik kertas
belaka bila tidak ada gerakan massa revolusioner di belakangnya. Cukup
banyak kelompok kiri yang menyerukan abstensi (bahkan menyerukan
"Tidak Setuju") terhadap referendum ini. Mereka berargumen bahwa
perubahan sosial haruslah dari bawah, bukan dari atas melalui secarik
kertas konstitusi. Kita cukup menanyakan kepada diri kita sendiri:
Bila kelompok oposisi berhasil menggagalkan perubahan konstitusi ini,
apakah ini akan menguntungkan proses revolusi di Venezuela?
Mereka-mereka yang masih waras akan menjawab: TIDAK! Bila kelompok
oposisi ini berhasil menggagalkan perubahan konstitusi ini, kekuatan
kontra-revolusioner akan semakin menguat dan sebaliknya kekuatan
revolusioner akan mulai kehilangan kepercayaan diri.

Kita juga cukup melihat bagaimana massa bereaksi terhadap perubahan
konstitusi ini; mereka mengorganisir diri mereka, baik kelompok
Chavista maupun anti-Chavista. Massa, yang revolusioner maupun
kontra-revolusioner, mengerti apa artinya referendum ini. Tidak ada
lagi jalan tengah; mereka-mereka yang menyerukan jalan tengah di dalam
proses revolusi dan menajamnya perjuangan kelas hanya akan melayani
kelompok kontra-revolusioner. Di dalam proses revolusi yang semakin
menajam, mantan Jendral Baduel dan "teoritisi sosialis" Heinz
Dieterich telah menunjukkan muka asli mereka sebagai pion-pion yang
melayani kepentingan kelas borjuis. Dieterich ketika ditanya oleh
Celia Hart (seorang komunis dari Kuba): apakah anda berpihak pada kubu
"Setuju" atau kubu "Tidak Setuju" dalam referendum ini? [1] Tuan
profesor universitas ini tidak mampu menjawabnya. Dia mengelak dengan
menjawab bahwa Celia menanyakan pertanyaan yang salah, bahwa situasi
di Venezuela tidaklah hitam putih, bahwa situasi disana sangatlah
kompleks. Ya, saya setuju bahwa situasi di Venezuela sangatlah
kompleks. Tetapi pada saat yang menentukan seperti sekarang ini,
dimana perjuangan kelas sudah sangat menajam, dimana garis kelas sudah
ditarik dengan sangat jelas, kita harus mengambil sikap: berpihak pada
kelas buruh atau pada kelas borjuis. Teoritisi sosialis palsu macam
Dieterich menjadi tidak berguna disaat revolusi menajam karena mereka
pada dasarnya bukan kaum revolusioner sama sekali; pada dasarnya
mereka adalah pion kontra-revolusi.

Polarisasi kelas di dalam masyarakat Venezuela sudah semakin menajam,
dan referendum ini merupakan salah satu titik perubahan yang akan
mengekspos segalanya yang buruk di dalam Revolusi Bolivarian
(birokrat-birokrat di dalam gerakan Bolivarian dan sayap-kanan
berjubah merah di dalam kubu Chavez). Tidak ada lagi jalan tengah,
mereka-mereka yang dulunya berada di tengah telah melompat ke kubu
revolusi atau kubu kontra-revolusi. Dan mereka yang sekarang masih di
tengah, sadar atau tidak sadar, hanya akan melayani kepentingan
kontra-revolusi dengan menaburkan kebingungan di tengah-tengah massa.

Kita harus ingat bahwa proses revolusi di Venezuela sudah berlangsung
selama 9 tahun, ini tidak bisa berlangsung selamanya. Salah satu kelas
haruslah menang; kelas buruh (beserta kelas tani dan kaum tertindas
lainnya) atau kelas borjuis. Kemenangan revolusi sosialis di Venezuela
akan menjadi bab pertama dari gerakan sosialis sedunia. Sebaliknya,
bila kaum borjuis berhasil memadamkan api revolusi di Venezuela, ini
akan memukul dengan telak gerakan revolusioner di Amerika Latin dan
seluruh dunia. Ratusan ribu aktivis kiri di Venezuela akan dibantai
oleh kekuatan kontra-revolusioner; sejarah telah menunjukkan bahwa
kaum borjuis tidak segan-segan membabat kaum kiri bila mereka menang
(pembantaian Paris Commune, Pinochet di Chile, pembantaian komunis di
Indonesia, dll).

Kemenangan referendum 2 Desember ini akan berarti sebuah langkah ke
depan menuju pembentukan relasi produksi sosialisme dan bentuk negara
sosialis yang akan menghancurkan bentuk negara borjuis. Setiap kaum
revolusioner haruslah mendukung kemenangan referendum ini! Dan tidak
hanya itu saja, kelompok oposisi telah menyerukan bahwa mereka akan
menghentikan perubahan konstitusi ini dengan segala cara; maka kita
juga harus mempertahankan perubahan konstitusi ini dan mendorong
implementasi revolusioner dari perubahan tersebut.

Sosialisme atau Barbarisme!

[1] "Venezuela: where does Heinz Dieterich stand in the Constitutional
referendum?" oleh Alan Woods
http://www.marxist.com/heinz-dieterich-constitutional-referendum221107.htm

Apa Sesungguhnya Isi Reformasi Konstitusional di Venezuela?

November 23, 2007, oleh Chris Carlson - Venezuelanalysis.com

http://www.venezuelanalysis.com/analysis/2890

Terdapat banyak kontroversi seputar proposal baru-baru ini untuk
mereformasi 69 pasal dalam konstitusi nasional Venezuela. Baik media
nasional maupun internasional memfokuskan perhatiannya pada usulan
reformasi dan aksi-aksi protes kaum oposisi terhadapnya. Namun,
seperti biasa, media mainstream gagal menjelaskan konteks dan analisa
yang dibutuhkan untuk memahami sungguh-sungguh makna dan tujuan
reformasi tersebut, dan justru lebih berfokus pada hal-hal yang lebih
kecil dan tidak signifikan seperti penghapusan batas masa jabatan
presiden.

Fokus utama reformasi konstitusional Venezuela dan bagaimana hal
tersebut masuk dalam gambar lebih luas berupa proses politik yang
sedang dijalankan di negeri tersebut telah seluruhnya absen dalam
pemberitaan mainstream. Dengan membuang konteks yang lebih luas ini
dan tak menyinggung tentang bagaimana proses ini memainkan peran
penting dalam program politik pemerintahan Chavez, media-media besar
telah menciptakan kesan bahwa tujuan utama reformasi adalah untuk
menkonsentrasikan kekuasaan di tangan kepresidenan. Lagi-lagi Hugo
Chavez dari Venezuela tampil sebagai otokrat yang haus kekuasaan,
diktator yang memahkotai diri sendiri dan duduk di atas kekayaan
minyak yang massif, yang kini mereformasi konstitusi sebagai jalan
untuk menjadikan dirinya presiden seumur hidup.

Namun apa sesungguhnya isi usulan reformasi konstitusional di
Venezuela? Apakah itu sekedar perebutan kekuasaan secara sembrono oleh
presiden Venezuela yang populer tersebut? Ataukah terdapat sesuatu
yang lebih dalam dan penting dalam perubahan konstitusional
besar-besaran ini? Hanya melalui pemahaman terhadap proyek politik
yang direncanakan Chavez dalam membangun negeri tersebut serta
kekhususan struktur politik, ekonomi, dan sosial yang menyertainya,
maka kita dapat memasukkan reformasi konstitusional ke dalam konteks
yang lebih besar dan memahami perannya yang sebenarnya, yakni
meletakkan fondasi dari rencana-rencana ke depan pemerintahan Chavez.

Membangun Panggung bagi Sosialisme Abad 21

Jauh sebelum dipilih kembali pada bulan Desember 2006, Presiden Chavez
telah mengumumkan niatnya untuk memimpin Venezuela menuju sosialisme.
Berkeyakinan bahwa permasalahan yang menjangkiti Venezuela dan
sebagian besar dunia tidak dapat diselesaikan dalam kapitalisme,
Chavez mengusulkan suatu jenis baru sosialisme: Sosialisme untuk Abad
21. Bentuk sosialisme baru ini, yang menekankan untuk tak mengulangi
kesalahan sama yang dialami negara-negara sosialis yang lalu, tidak
pernah dijelaskan secara detil dan masih merupakan proyek dalam
perancangan. Tapi Chavez menegaskan sebelum pemilu tahun lalu bahwa
mereka yang memilihnya memilih jalan sosialis dan Venezuela dengan
gegap gempita membuka jalan bagi Chavez dan proyek abad 21-nya.

Pada Januari 2007, saat pidato pengangkatannya di depan Majelis
Nasional dan seluruh negeri, Chavez menjelaskan perubahan-perubahan
mendatang yang perlu dilakukan untuk menerapkan sistem sosialis baru.
Perubahan-perubahan ini dipaparkan dalam lima langkah, lima `motor'
revolusi, sebagaimana Chavez mengistilahkannya. `Motor-motor' ini akan
menyiapkan kerangka kerja bagi pengorganisiran baru negeri tersebut
secara social, ekonomi, dan politik.

Dan meskipun pemerintahan Chavez telah mengedepankan berbagai rencana
pembangunan ekonomi, sebelum ini dapat diterapkan haruslah terlebih
dahulu ditegaskan bagaimana ekonomi akan diorganisir dan di bawah
bentuk kekuasaan seperti apa. Inilah jalan utama bagi lima motor
revolusi dalam membangun panggung di mana Sosialisme Abad 21 dapat
dibangun.

"Yang pertama dari lima motor yang saya maksudkan adalah ibu kandung
dari semua Undang-undang: Undang-undang Pemberian Wewenang (Enabling
Law; semacam dekrit presiden, pen.)," seru Chavez dalam pidato
pengangkatannya bulan Januari.

Undang-undang Pemberian Wewenang adalah motor pertama yang akan
diberlakukan, dan merupakan pemberian kekuasaan terhadap presiden
untuk menetapkan undang-undang di daerah tertentu selama periode 18
bulan. Undang-undang ini disahkan pada awal 2007, dan telah digunakan
untuk menasionalisasi beberapa sektor-sektor ekonomi yang strategis
seperti telekomunikasi, listrik, dan operasi perminyakan di Delta
Sungai Orinoco.

Chavez menjelaskan bahwa penyesuaian-penyesuaian tertentu terhadap
undang-undang negeri itu, maupun pasal-pasal konstitusi nasional,
bukan sekedar keharusan, tapi harus dilaksanakan bersama-sama secara
serentak. Berdasarkan alasan ini, motor pertama harus bekerja secara
simultan dengan motor kedua, Reformasi Konstitusional, agar semua
undang-undang dapat diberlakukan.

"Undang-undang Pemberian Wewenang dan Reformasi Konstitusional
bagaikan dua motor bersaudara, dua motor dalam satu mesin," papar
Chavez. "Merupakan suatu keharusan bagi kita untuk segera
mengkoordinasikan kedua-duanya karena ada beberapa undang-undang dalam
rencana kami yang hanya dimungkinkan bila reformasi telah dilakukan,
ketika sebagian konstitusi telah direformasi, karena [konstitusi
tersebut] adalah undang-undang dari segala undang-undang, kita tak
dapat melangkahinya, itu tak mungkin."

Motor-motor revolusi lainnya akan bergantung pada perubahan-perubahan
legal dalam Undang-undang Pemberian Wewenang dan Reformasi
Konstitusional. Motor nomor tiga adalah kampanye pendidikan yang
dikenal dengan "Cahaya dan Moral." Nomor empat adalah "Geometri
Kekuasaan Baru," dan merupakan suatu reorganisasi struktur politik
negeri itu. Dan yang terakhir dari lima motor tadi adalah "Peledakan
Kekuasaan Komunal."

Tiap motor-motor ini memainkan peran spesifik dalam meletakkan negeri
tersebut pada jalan menuju model baru pembangunan ekonomi di bawah
stuktur organisasi sosial dan politik yang baru. Tapi apa tepatnya
model baru ini, dan bagaimana perubahan-perubahan ini memainkan
perannya? Walaupun Sosialisme Abad 21 masih menjadi suatu proyek dalam
pengembangan dan belum secara jelas didefinisikan, untungnya terdapat
beberapa indikator yang dapat memberi kita gambaran tentang seperti
apa wujud-rupa model baru ini nantinya.

Sebuah Model Pembangunan yang Baru

Terdapat beberapa pilihan model pembangunan ekonomi yang memungkinkan
untuk dipilih dan diadopsi oleh suatu negeri dalam membangun kapasitas
produktifitas nasionalnya. Model yang paling umum tentunya adalah
pembangunan industri di bawah kepemilikan modal swasta, yang
menciptakan permasalahan pokok berupa konsentrasi kekayaan dan
kekuasaan yang pada akhirnya mengkompromikan demokrasi, sebagaimana
diketahui dengan baik dalam dunia kapitalis.

Termasuk dalam alternatif lain terhadap model ini adalah pembangunan
ekonomi nasional di bawah kepemilikan dan kekuasaan negara atau dewan
pekerja dan kooperasi, juga dengan permasalahannya tersendiri berupa
inefesiensi dan birokrasi.

Pada bulan Juni lalu Presiden Chavez mengumumkan bagian penting dari
proyek pembangunan nasional "Bolivarian" yang diprakarsainya. Untuk
membangun kapasitas produktif dan mengawali industri nasional, Chavez
mengumumkan pembuatan lebih dari 200 pabrik "sosialis" dalam dua tahun
ke depan. Baru-baru ini Chavez menyatakan bahwa 66 pabrik pertama akan
didirikan dan diresmikan di seluruh negeri pada pertengahan 2008.
Banyak dari pabrik-pabrik ini akan menjadi proyek patungan (joint
projects) dengan berbagai negeri lain untuk menghadirkan teknologi
asing dari negeri-negeri seperti Iran, Cina, Brasil, dan lainnya.

Namun sebelum pabrik-pabrik baru dapat didirikan di berbagai penjuru
negeri, organisasi dan penguasaannya harus ditegaskan menurut definisi
baru kepemilikan (property) dan pengelolaan (management). Di bawah
model Bolivarian, alat-alat produksi tampaknya tidak semata-mata akan
dikuasai oleh negara, sektor swasta, atau pekerja, namun suatu
percampuran dari berbagai jenis kepemilikan dan penguasaan. Teks
usulan reformasi konstitusional menggambarkannya sebagai berikut:

"Negara akan mengambil inisiatif dan mengembangkan berbagai bentuk
unit-unit produksi dan ekonomi dari kepemilikan sosial, dari yang
dikuasai secara langsung atau komunal, hingga yang dikuasai secara
tidak langsung atau dikuasai negara, dan juga unit-unit ekonomi
produktif untuk produksi sosial dan/atau distribusi."

Presiden Chavez menjelaskan ini dalam presentasi proposal reformasinya
di hadapan Majelis Nasional pada Agustus tahun lalu:

"Anda lihat ini adalah segitiga ekonomi dasar: kepemilikan, produksi
dan distribusi. Kita sedang memasuki seluruh tiga element tersebut dan
pentinglah bagi kita untuk melaksanakan dengan sukses gerakan menuju
model sosialis dan pembangunannya... Unit-unit ekonominya dapat berupa
susunan percampuran antara kekuasaan negara, sektor swasta dan
kekuasaan komunal. Anda lihat, para pebinis di sektor swasta, produsen
sektor swasta, Anda tidak disingkirkan. Kami membutuhkan Anda untuk
bekerjasama dengan kami. Bersama-sama kita akan membuat bangsa besar
sebagaimana kini Venezuela mulai menjadi bangsa besar, dalam bangsa
besar Amerika Selatan.

Dengan demikian, di bawah jenis hubungan kepemilikan inilah reformasi
konstitusional mengusulkan alat-alat produksi dalam model Bolivarian.
Reformasi itu mengatur kerangka kerja bagi suatu ekonomi di bawah
kekuasaan komunitas-komunitas yang terorganisir, negara,
kelompok-kelompok swasta, serta berbagai percampuran antara
bentuk-bentuk ini. Dan pada tahun 2008, ketika pemerintah mulai
mendirikan pabrik-pabrik "sosialis" di negeri itu, pabrik-pabrik
tersebut dapat didirikan di bawah kerangka kerja ini.

September lalu, pemerintah memberikan indikasi tentang bagaimana
pabrik-pabrik ini akan diorganisir dengan diresmikannya pabrik baru
untuk pengolahan jagung di negara bagian di Barat negeri tersebut,
Yaracuy, dan melalui pengumuman tentang unit-unit ekonomi ini secara umum.

Komite Perencanaan Sentral mendiskusikan pembentukan struktur ekonomi
jenis baru ini, dimulai dengan peresmian pabrik pertama dari sepuluh
pabrik pengolahan jagung di penjuru negeri. Pabrik pengolahan jagung
ini, sebagaimana direncanakan terhadap jenis-jenis pabrik lainnya,
dioperasikan oleh komunitas local yang terorganisir ke dalam Dewan
Komunal. Chavez baru-baru ini juga telah menyinggung tentang
kemungkinan menyerahkan ribuan stasiun pemompaan bahan bakar (SPBU)
PDVSA di penjuru negeri untuk dikuasai oleh komunitas-komunitas
terorganisir di wilayahnya masing-masing.

Komite Perencanaan Sentral mendiskusikan pembuatan pabrik-pabrik
"sosialis" di bawah penguasaan "komune-komune" sebagai jalan untuk
mengembangkan suatu bentuk baru ekonomi sosialis. Presiden Chavez
menyatakan bahwa pabrik-pabrik baru ini pada akhirnya dapat diletakkan
di bawah kekuasaan komune sebagai suatu bentuk kepemilikan "komunal"
atau kepemilikan "sosial", sebagaimana juga dipaparkan dalam reformasi
konstitusional.

"Inilah alat-alat partisipasi dan peran sentral rakyat dalam
mempraktekkan langsung kedaulatannya dan bagi pembangunan sosialisme,"
kata Chavez ketika mempresentasikan proposal reformasinya. "Dan bagi
pengelolaan demokratik oleh para pekerja di perusahaan manapun yang
berkepemilikan "sosial". Inilah istilah yang dimulai di sini,
kepemilikan sosial. Ini hal yang baru, benar-benar baru dalam
konstitusi kita."

Maka, reformasi konstitusional juga merupakan suatu upaya untuk
mendirikan organisasi sosial dan politik yang baru di negeri itu ke
dalam "komune-komune" sebagai struktur kekuasaan baru.
Komunitas-komunitas yang terorganisir, yang kini dalam proses
pembentukan dan mengoperasikan Dewan Komunal di seluruh negeri, akan
bersatu dengan komunitas di sekelilingnya untuk membentuk
komune-komune, dan kelompok-kelompok komune akan bersatu membentuk
kota-kota. Teks reformasi tersebut mengatakan sebagai berikut:

"Unit politik utama dari organisasi territorial nasional adalah Kota,
dimengerti sebagai populasi yang berbasis dalam suatu kotapraja
(municipality) dan terdiri dari wilayah-wilayah atau
jangkauan-jangkauan geografis yang denominasikan sebagai
Komune-komune. Komune akan menjadi sel-sel geo-manusia dari wilayah
tersebut dan akan terdiri dari komunitas-komunitas, yang mana
masing-masing merupakan inti-inti (nuclei) dasar yang tak terbagi-bagi
dalam Negara Sosialis Venezuela, di mana warganya akan memiliki
kekuasaan untuk membentuk geografi dan sejarahnya sendiri.

Chavez mengatakan bahwa di seluruh negeri terdapat sekitar 60.000
dewan komunal yang terorganisir menjadi 10.000 komune, 3.000 kota, dan
200 distrik federal.

Dengan demikian, sebagaimana dapat terlihat, desakan utama usulan
reformasi konstitusional Venezuela adalah untuk menciptakan kerangka
kerja bagi reorganisasi politik dan sosial negeri tersebut, memberikan
kekuasaan secara langsung kepada komunitas-komunitas yang terorganisir
sebagai prasyarat pembangunan sistem ekonomi baru: sistem sosialis
dengan alat-alat produksi di bawah penguasaan komunal.

Teks reformasi menyatakan bahwa undang-undang nasional akan disahkan
untuk mentransfer penguasaan terhadap pelayanan masyarakat, perusahaan
negara, dan unit-unit produktif ke tangan komune-komune, dengan tujuan
pembangunan suatu ekonomi sosialis.

Perubahan-perubahan dalam konstitusi dan undang-undang di negeri itu,
sangatlah penting bagi motor-motor revolusi lainnya, seperti
reorganisasi geografi politik negeri tersebut (motor 4) dan peran
lebih besar bagi kekuasaan komunal (motor 5). Perubahan-perubahan
dalam konstitusi akan memungkinkan pemerintahan Venezuela untuk
melangkah maju dalam me-reorganisasi negeri ke dalam unit-unit dasar
komune, dan kemudian meningkatkan kekuasaan dan pengaruh
struktur-struktur tersebut.

Reformasi penting lainnya dalam proposal tersebut akan memungkinkan
pemerintahan federal untuk menentukan berbagai wilayah negeri itu
sebagai distrik-distrik federal dan mempercepat perkembangan
socio–ekonomik mereka. Dalam suatu negeri pasca-kolonial yang
perkembangan antar wilayah-wilayah dalam negerinya berlangsung sangat
timpang, alasan bagi penambahan ini sangatlah masuk akal karena
pemerintah hendak mengintensifkan fokusnya ke wilayah-wilayah tertentu
di dalam negeri untuk menjamin perkembangan sosial dan ekonomi mereka
yang cepat dan seimbang.

"Perubahan-perubahan ini akan memungkinkan kita membebaskan diri dari
suatu wilayah yang dirantai oleh struktur politik dan pembagian
wilayah yang telah berlangsung berabad-abad lamanya," kata Chavez.
"Kita akan memutuskan rantai geografi konservatif, imperial, dan
kolonial yang sudah tua."

Walau reformasi ini menyertakan juga beberapa perubahan-perubahan
sekunder, beberapa di antaranya sangat progresif namun juga ada yang
regresif, fokus yang jelas terlihat dari reformasi tersebut adalah
reorganisasi ekonomi dan politik terhadap negeri itu menurut
garis-garis yang dijelaskan di atas.

Mayoritas jelas rakyat Venezuela memahami bahwa isi hati reformasi ini
tak lain adalah kelanjutan proyek Chavez; proses redistribusi
kekayaan, pembangunan nasional, dan perluasan kekuasaan rakyat yang
telah menghasilkan kemenangan-kemenangan penting beberapa tahun
belakangan ini. Proposal Chavez berencana untuk mengambil langkah maju
dalam bidang-bidang tersebut, memperluas inisiatif saat ini untuk
mengembangkan kapasitas produktif nasional dan memperbesar kekuasaan
komunal; ini dilihat oleh mata kepala rakyat Venezuela sendiri dalam
komunitas-komunitas mereka. Berdasarkan alasan-alasan inilah, dan juga
tingginya kepercayaan yang mereka berikan kepada Presiden Hugo Chavez,
mayoritas rakyat Venezuela akan menuju referendum nasional Desember
ini untuk memilih "Si."

(Diterjemahkan oleh Data Brainanta)