Oleh Rachael Boothroyd
http://venezuelanalysis.com/news/11257
PresidenVenezuela, Nicolas Maduro,
telah menyetujui serangkaian inisiatif yang diajukan gerakan feminis negeri
itu, yang ditujukan kepada pemberdayaan kaum perempuan di negara Amerika
Selatan itu secara politis dan ekonomis.
Dalam suatu langkah yang dipuji
gerakan-gerakan perempuan sebagai "bersejarah", sang presiden
mengumumkan bahwa mulai tahun 2015 dan seterusnya, sekurang-kurangnya 50% legislator yang
dipilih untuk duduk di Majelis Nasional Venezuela haruslah perempuan.
"Anda semua telah menyepakati
usulan bahwa Majelis Nasional berikutnya harus mempunyai komposisi yang
seimbang, 50% pria dan 50% perempuan, dan saya setuju dengan itu, karena memang seharusnya begitu. Kita harus semakin lama semakin memberdayakan
perempuan", kata Maduro dalam
sebuah keputusan presiden di Caracas pada hari Minggu.
Pengumuman ini dibuat
mengantisipasi pemilihan anggota badan legislatif, yangakan berlangsung dalam tahun ini.
Masih belum jelas apakah kelompok
oposisi di negeri itu akan diwajibkan menganut keterwakilan seimbang dalam
pencalonannya, tetapi presiden
menegaskan bahwa partai yang berkuasa, yaitu Partai Sosialis Bersatu Venezuela (United Socialist Party of Venezuela (PSUV))
sekarang ini sedang bersiap-siap memastikan bahwa kuota 50% itu terwujud dalam
pemilihan-pemilihan primernya.
Langkah ini mencerminkan sebuah
kecenderungan umum dalam organisasi-organisasi yang tergabung pada revolusi
Bolivarian, dan khususnya di majelis-majelis komunal, yang seringkali terutama
dijalankan dan dipimpin oleh perempuan.
Pengumuman presiden itu disambut
puji-pujian lantang ribuan perempuan yang telah berkumpul di hari Minggu itu
padaacara yang diadakan presiden untuk memperingati Hari Perempuan
International. Banyak di antara mereka telah berperan di Kongres Perempuan
Nasional (the National Women’s Congress)negeri
itu, yang baru selesai bersidang sebelumnya
di hari yang sama.
"Ini hebat. Kami bekerja dan
berdebat selama tiga hari tentang semua proposal, untuk menciptakan suatu jenis
feminisme yang adil, sebuah negara kaum revolusioner sosialis, dan suatu
Venezuela dan dunia yang lebih baik",
kata Marie Moncada, seorang anggota
Ibu-Ibu Barrio (Mothers of the Barrio),organisasi missi
dan gerakan sosial di Cojedes.
Lebih dari 50 proposal diajukan ke
presiden oleh kelompok-kelompok perempuan di kongres menyusuli perdebatan berhari-hari
mengenai sejumlah isu yang berbeda-beda, termasuk pembentukan sebuah negara yang feminis, isu kekerasan
seksis, dan isu hak-hak seksual dan reproduksi.
Lebih dari 2.500 aktifis perempuan
berpartisipasi dalam kongres, termasuk
para delegasi pekerja pedesaan, buruh, para ibu barrio, perempuan-perempuan muda, anggota milisi rakyat, serdadu,warga suku-suku asli,
mahasiswa,olahragawan, seniman dan pekerja petukangan. Semuanya menghadiri
acara tersebut.
UNAMUJER diciptakan, Kaum Perempuan Mesti
Menangani Borjuasi
Dua proposal paling signifikan
yang muncul dari kongres, yang kemudian disetujui oleh presiden di hari Minggu
tersebut, termasuk pembentukan sebuah
Serikat Perempuan Nasional(National Union
of Women (UNAMUJER)) yang baru untuk
melindungi hak-hak perempuan, dan pengalihan
kendali atas "produksi, distribusi dan importasi" "barang-barang
pokok yang dibutuhkan perempuan dan keluarga" kepada UNAMUJER yang baru dan Komisi Kepresidenan Untuk
Perempuan (the Presidential Women’s
Commission).
"Saya percaya bahwa persis
Andalah yang sanggup menempatkan praktik-praktik parasitis borjuasi oligarkis di
bawah kendali", seru presiden
kepada para perempuan yang hadir.
Maduro selanjutnya menugasi
Menteri Untuk Kaum Perempuan(Minister for
Women), Andreina Tarazon, untuk
membentuk sebuah tim perempuan yang terdiri dari para ekonom dan administrator
guna mengendalikan pasokan handuk saniter dan popok untuk seluruh negeri. Dia juga memberikan perintah kepada beberapa
menteri untuk menghasilkan sebuah
"rencana produksi"
barang-barang yang dianggap dibutuhkan perempuan.
"Saya berikan kepadamu,
menteri-menteri Marco Torres, Jose David Cabello, Isabel Delgado, Andreina
Tarazon ...... saya berikan kepadamu waktu 72 jam untukmenyampaikan kepada saya
sebuah rencana produksi yang akan menjamin
kaum perempuan mendapatkan barang-barang yang mereka butuhkan untuk hidup", begitu dia nyatakan.
Walaupun mengingat beban historis
yang telah dipikul perempuan dalam bidang perawatan rumah tangga, banyak aktifis feminis menyambut langkah
tersebut dengan optimisme.
"Lihat, di sini perang
ekonomi telah meluncurkan serangan frontal selama dua tahun belakangan.....
Produksi barang-barang perawatan anak dan diri pribadi ada di tangan perusahaan-perusahaan
transnasional, sama seperti formula susu
bayi... Karena ini, kaum perempuan telah mulai menghasilkan, misalnya,
popok-pokok yang dapat digunakan kembali yang mereka jahit
sendiri....."
"Aku pikir yang dikatakan
oleh kamerad kami, presiden, adalah bahwa kami akan mengembangkan
inisiatif-inisiatif ini dan pada saat yang sama kami sedang maju menuju
pembentukan sebuah model produksi nasional yang baru... Aku pikir ini adalah sesuatu yang
positif", begitu disampaikan oleh
Maira Perez dari Feminist Spider Network kepada Venezuelanalysis.
Kongres
2015 adalah tahun ketiga
berjalannya Kongres Perempuan Nasional. Bagi Anyoeli Villegas, seorang anggota kolektif nasional "Sekolah Feminisme Rakyat" ("School of People’s Feminism"), kongres tahun ini merupakan peristiwa yang
jauh lebih positif dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Aku merasa bahwa tahun ini
jauh lebih banyak kelas pekerja, ada
jauh lebih banyak keterwakilan para perempuan biasa, dan bukan cuma perempuan kelas menengah dan
atas yang mengincar posisi legislator belaka".
Villegas mengaitkan partisipasi
yang meningkat itu dengan bertumbuhnya kesadaran dan organisasi seputar isu-isu
perempuan di antara basis sosial
revolusi, maupun pekerjaan yang sedang
dilakukan oleh Menteri Untuk Kaum Perempuan yang baru, Tarazon, yang pada
usianya yang 26 tahun merupakan politisi termuda yang mengambil peranan
tersebut.
"Dia muda, tapi dia mengelilingi dirinya sendiri dengan sebuah
tim yang baik yang beranggotakan feminis sejati, seperti Rebeca Madriz, Wakil Ketua Gender Equality".
"Dia sedang melakukan
pekerjaan yang positif", ujar
Villegas.
Aborsi : Ayo Mengadakan Perdebatan
Villegas bukan satu-satunya
aktifis yang menafsirkan kongres tersebut sebagai sebuah pertanda bahwa gerakan
massa untuk hak-hak perempuan sedang bertumbuh di negeri itu. Di hari Minggu tersebut pula untuk pertama
kalinya Presiden Maduro mencanangkan secara publik sebuah perdebatan terbuka
mengenai isu legalisasi aborsi, sebagai
respons langsung terhadap tuntutan para aktifis.
Dalam hukum Venezuela, negara yang
kuat pengaruh Katoliknya, pengakhiran kehamilan adalah tindakan yang dilarang, kecuali dalam situasi-situasi yang mengancam
kehidupan. Pelanggarannya diancam
hukuman penjara 6 bulan sampai 2 tahun.
Meskipun begitu, menurut sebuah penelitian oleh seorang ahli kebidanan, Rogelio
Perez D’Gregorio,sekurang-kurangnya 10,4%
perempuan Venezuela diperkirakan telah menjalani aborsi ilegal. Menurut beberapa taksiran lainnya angkanya
jauh lebih tinggi dari itu.
"Saya tahu Anda punya banyak
usulan, beberapa di antaranya
kontroversial. Saya menugaskanmu
menangani isu-isu kontroversial itu,
kita tidak boleh takut terhadap isu apa pun, mereka semua mesti diperdebatkan –
perlindungan kehamilan, kehamilan remaja, aborsi, pernikahan sesama jenis,
semuanya mesti diperdebatkan", seru
Maduro.
Meskipun ada oposisi luas terhadap
aborsi, banyak aktifis feminis
menganggap ajakan presiden tersebut sebagai pengakuan radikal terhadap
tuntutan-tuntutan perempuan.
"Waktu saya dengar presiden mengucapkannya,
saya merasa bergairah..... Bahwa dia tidak takut memperdebatkan isu aborsi,
bagi kami, adalah sebuah capaian raksasa.
Sebetulnya, sulit bagi kami untuk
mempercayainya !", kata Perez.
"Di tahun 2007 Chavez
mengakui feminisme, dan di tahun 2009 dia secara terbuka mengumumkan bahwa dia
seorang feminis. Hal yang sama sedang
terjadi dengan Maduro tapi secara jauh lebih cepat.... Dia sendiri
mengatakannya ketika Komisi Kepresidenan Untuk Perempuan dilantik : 'Saya
mengaku bahwa saya lugu mengenai isu hak-hak seksual dan reproduksi, dan saya mohon bantuanmu'. Hari ini kita saksikan bahwa ucapannya itu
tulus, dia telah mempertimbangkan usul-usul kawan-kawan kami dan telah
merenungkannya... Ini sebuah bukti bahwa pemerintah mendengarkan kami
sebagai sebuah bangsa, sebagai perempuan", Perez menambahkan.
Karena di Venezuela "aborsi
yang dilakukan di rumah" berada pada urutan ketiga penyebab utama kematian
perempuan hamil, Perez mengharapkan agar
debat tentang legalisasi terminasi kehamilan dapat terjadi segera, meskipun ada elemen-elemen yang lebih
konservatif di dalam gerakan feminis Venezuela sendiri.
"Ada 36 kelompok kerja yang
berbeda-beda di konferensi, dan isu
aborsi ini muncul di tiap-tiap meja.
Perbincangan tentangnya berlangsung panas, bahkan pernah beberapa kelompok mulai
meneriakkan "Katakan tidak untuk aborsi"(“no to abortion”)",
jelas Villegas, yang juga
merupakan relawan pada Jaringan Informasi Untuk Aborsi Yang Aman (the Information Network for Safe Abortion).
Walaupun
belum ada tanggal konkrit yang ditetapkan untuk perdebatan, aktifis-aktifis seperti Melitza Agani
memandang pengumuman-pengumuman di hari Minggu itu sebagai sebuah langkah lebih
maju bagi gerakan hak-hak perempuan yang sedang bertumbuh yang telah berakar
dan yang terus berkembang di dalam Revolusi Bolivarian.
"Akhirnya
kami telah diperhitungkan. Berkat jasa Presiden Chavez,kami kaum perempuan
telah bangkit, kami bisa melindungi
diri kami sendiri. Sebelumnya kami
diinjak-injak oleh suami-suami kami tapi kini kami belajar, kami bekerja,
bahkan ada perempuan-perempuan yang menjadi menteri", aktifis Agani menjelaskan.
Beragam
proposal yang berjumlah lebih dari 50 buah yang diajukan ke Kongres itu, akan
diperdebatkan pada tanggal 8 April dalam sebuah pertemuan antara presiden dan Dewan Kepresidenan Untuk Perempuan (the Presidential Women’s Council).
diterjemahkan oleh "NN"
No comments:
Post a Comment