Aksi
protes melawan Kudeta Photo: Telesur
Sumber: Toward Freedom
Ditulis oleh Benjamin Dangl
|
Kamis , 07 August 2012 07:29
|
Baik cuaca
hujan ataupun cerah, setiap kamis di Asuncio, Paraguay, para aktivis melakukan
aksi protes terhadap pemerintahan sayap kanan Federico Franco yang memegang
tampuk kekuasaan pada 22 Juni 2012, setelah berhasil melakukan kudeta
parlementer terhadap Presiden sayap kiri, Fernando Lugo. Aksi protes yang berlangsung
mingguan ini membawa sebuah semangat dan strategi protes yang baru pasca kudeta
di Paraguay.
Kudeta
telah melahirkan perjanjian korporasi yang baru, represi terhadap hak rakyat
dan pembatasan kebebasan pers. Hal tersebut juga tanpa disadari telah
menciptakan panorama baru dalam gerakan dan perjuangan sosial kiri.
Gerakan
untuk demokrasi ini telah bangkit melawan pemerintah dan Negara baru hasil
kudeta dan penindasan korporat terhadap hak asasi manusia, lingkungan dan
petani kecil. Beberapa aktivis melakukan aksi protes terhadap PHK bemotif
politik. Sementara yang lainnya menuntut dibentuknya kontitusi baru. Selain mengkritik
pemerintahan Franco, gerakan ini juga meletakkan pendiskusian yang lebih maju
yakni tentang jenis Negara seperti apa yang diinginkan rakyat Paraguay,
terlepas siapapun yang berkuasa.
Perlawanan
Kolektif
“Apa yang kita saksikan sekarang ini adalah
aksi protes yang terorganisir secara kolektif dan mandiri,” Ucap Gabriella
Schvartsman Munoz, juru bicara perempuan unutk Movimiento Kuna Pyrenda, seorang
aktivis sosialis dan gerakan politik feminis yang mengorganisir aksi protes
kamisan di ibu kota, yang memberi penjelasan pada interview atau wawancara via
telpon dari Asuncion.
Gerakan
mobilisasi saat ini lebih bersifat kolektif dan terorganisir yang merupakan sebuah fenomena yang relative baru
untuk demokrasi di Negara tersebut.
“Sebelumnya, presiden serikat yang
mengorganisir pemogokan rakyat atau seorang pimpinan campesino (petani kecil)
yang memimpin aksi massa mobilisasi. Sekarang kita tidak melihat bentuk
kepemimpinan tradisional ini”, Jelas Munoz.” Di belakang aksi-aksi massa ini,
tidak ada pimpinan politik, tidak ada pimpinan organisasi; aksi mobilisasi
massa ini merupakan mobilisasi massa spontan yang sebelumnya tidak pernah
terlihat dan sekarang menjadi tokoh utama”
Perlawanan
terhadap kudeta ini meluas di penjuru negeri dan melibatkan aksi masyarakat
urban (terbesar ada di Asuncion) yang telah menyatu dengan beragam warna, seni,
teater, music, dan puisi sebagai bentuk ekspresi perlawanan. Tercatat, kaum
muda banyak yang memimpin pengorganisiran gerakan ini, jaringan social seperti
Facebook, dan Twitter memainkan peran kunci yang penting dalam mengajak rakyat
untuk bersama – sama melawan pemerintah hasil kudeta.
“[Gerakan
urban] ini mewakili nafas segar dalam sektor gerakan sosial yang lemah dan
tidak termobilisasi,” Pengacara Hak Asasi Manusia Paraguay, Orlando Casillo
menjelaskan pada ku dalam sebuah interview. “Paraguay sekarang berada dalam
periode yang sangat menarik, dimana serentetan kemungkinan baru bisa memperkuat
proses gerakan social”
Di luar
perbatasan Negara, gelombang migrant Paraguay, yang selama delapan tahun
terakhir yang jumlahnya telah meroket
juga memobilisasi diri melawan kudeta Franco. Castillo berkata,”Rakyat kini
telah mengorganisasikan dirinya untuk melakukan perlawanan global. Di luar
negeri, aksi mereka telah menjadi wajah internasional melawan kudeta”
Perjuangan
untuk Kedaulatan
Secara
nasional, pemerintah Franco tidak menampakkan perbaikan kondisi kelas pekerja
yang miskin. “Situasi social secara mendasar sama, tidak ada perubahan (sejak
kudeta): kemiskinan dan kemiskinan ekstrim hampir mencapai 57% dari jumlah
penduduk” kata Raul Zacarias Fernandez, seorang sosiolog dan Direktur
Departemen Ilmu sosial di Universidad Catolica de Paraguay di Debat Revista. Menurut
sosiolog tersebut, gerakan rakyat yang tak punya tanah berjuang untuk tanah
mereka “mereka sedang mengorganisir kembali dan mempersiapkan pendudukan
kembali”
Sementara
itu, Franco tidak bertemu dengan gerakan sosial tunggal, urban atau organisasi
petani kecil semenjak mengambil alih kekuasaan. Ia lebih memilih focus pada
pertemuan – pertemuan dengan pimpinan bisnis. Dalam waktu singkat, ketika ia
berada di kantornya, Franco telah melakukan perjanjian controversial dengan
Monsanto dan Monttreal – based Rio Tingo Alcan, perusahaan tambang, yang
didalamnya terdapat perjanjian yang mengancam hak manusia dan lingkungan dan
kedaulatan ekonomi dan kedauilatan Negara. Gerakan ini telah mendorong
terjadinya aksi-aksi massa dan perdebatan di seluruh negeri.
Terkait
perjanjian dengan RTA dan Monsanto, ahli ekonomi Paraguay Luis Rojas,
menyatakan pada IPS News bahwa “sungguh mencemaskan ketika sebuah pemerintahan
yang tidak terpilih dalam pemilu membawa investor asing tanpa kontrol”. Dalam kasus
dua perjanjian ini, Franco telah bertindak tanpa melakukan studi sebelum menandatangani
dua perjanjian tersebut.
Pada tanggal
30 Juli, kampanye “Tidak untuk kudeta Rio Tinto Alcan” telah diluncurkan oleh
mantan presiden Ludo dan Ricardo Canese, seorang insinyur dan pimpinan
organisasi Fornt Guasu sosial. Mereka berupaya untuk mencegah perusahaan asing
tersebut masuk ke negeri ini dan mengumpulkan 100.000 tanda tangan melawan
perjanjian RTA, yang mereka sebut membuka
jalan bagi kudeta.
Sebagai
respon terhadap perjanjian Pemerintah Franco baru –baru ini dengan Monsanto
yang mendukung penggunaan benih kapas
genetik , pimpinan campesino, Jore Galeano menyatakan pada AP bahwa penggunaan benih
kapas genetic tersebut menyerang ekonomi petani kecil dan akan penggunaan agro
kimia hanya akan menguntungkan produksi skala besar. “Hal ini merupakan kondisi
komersial yang menyerang konsep perjuangan kita bagi kedaulatan agrikultural
Paraguay,” kata Galeano.
A
number of protests and strikes have also been organized by workers and unions
to denounce the Franco government’s politically-motivated firing of state
employees in a wide range of agencies, ministries, hydroelectric plants and
public media outlets. The workers say they are being dismissed for their
support for Lugo, or their leftist political beliefs. The fact that this
purging of public employees is being committed by an administration that was
not democratically-elected has further incensed workers and their supporters.
Sejumlah
aksi protes dan pemogokan juga diorganisir oleh para pekerja dan serikat buruh
untuk melawan politik pemerintah Franco yang memecat para pegawai negeri yang
tersebar di berbagai agensi, kementrian dan departemen tenaga air tanaman dan
media publik. Para pegawai tersebut mengatakan mereka dipecat karena mereka
mendukung Lugo atau karena mereka berideologi kiri. Fakta bahwa pemerintah
Franco telah melakukan pembersihan terhadap pegawai negeri yang mendukung Lugo
merupakan tindakan yang tidak demokratis telah membuat para pekerja marah dan
mendukung perjuangan pegawai negeri.
Keluar dari Bayangan Diktator
Banyak
perubahan sosial dan politik yang terjadi baru-baru ini bisa dibandingkan
dengan bayang-bayang kediktatoran Alfredo Stroessner (1954 -1989), yang masih
lekat membayangi bangsa ini. Setelah kejatuhan pemerintahan kediktatoran
tersebut pada tahun 1989, banyak politisi yang berwatak sama memasuki dunia
politik dengan cara baru, kata Castillo. “Sementara sistem kediktatoran sudah
ditinggalkan, sistem kekuasaan tetap utuh” . Dan struktur kekuasaan ini - bersifat feudal, represif, elitis dan
konservatif – masih terus menentukan politik Paraguay hari ini.
“Keberhasilan mereka melakukan kudeta, justru
telah memposisikan kembali aktor politik, memblejeti topeng mereka, membuat rakyat
urban dan miskin kota mampu membedakan mana yang masih mau mempertahankan
status quo dan mana yang mau melakukan perubahan terhadap status quo” Kata
Castillo.
Pembaharuan
kesadaran politik telah termanifestasi dengan sendirinya dengan beragam cara. Menurut
Munoz, kudeta telah membuktikan bahwa konstitusi 1992 menjadi tidak berguna
ketika dimanipulasi oleh para politisi yang menggunakannya untuk melakukan
kudeta parlemen yang illegal. “Dan kemudian
rakyat berkata ‘Tidak '
Ia mengatakan
bahwa krisis yang terjadi baru-baru ini tidak bisa dipecahkan dengan pemilu
presidensial yang dijadwalkan pada April 2013. Solusinya adalah, menurut Munoz,
akan muncul ketika rakyat bisa duduk bersama mendiskusikan masa depan dewan
konstitusional. “Ada hal mendesak yang dibutuhkan sekarang,” ia berkata, “untuk
membangun mekanisme yang kuat yang menjamin hak rakyat tidak akan ditindas…. Kita
akan bergerak ke arah itu, kita akan mendiskusikan paradigm baru.”
untuk
informasi lebih lanjut tentang topik ini, silahkan lihat A Coup Over Land: The Resource War
Behind Paraguay’s Crisis and Paraguay’s Bitter Harvest:
Multinational Corporations Reap Benefits from Coup Government
***
Benjamin Dangl adalah seorang jurnalis yang focus
pada Amerika Latin dan penulis Dancing with
Dynamite: Social Movements and States in Latin America (AK Press) dan The Price of Fire: Resource Wars and Social
Movements in Bolivia
(AK Press). Ia adalah editor TowardFreedom.com, a progressive on world events and
UpsideDownWorld.org, sebuah website yang meliput tentang segala aktivitas dan
politik di Amerika Latin. Email: Bendangl(at)gmail(dot)com