Sinap Harapan, 8 Oktober 2005
Oleh
Zely Ariane
Ketika berada di Caracas, Venezuela, Agustus lalu, gagasan pemerintah negeri itu yang menarik perhatian saya adalah Revolusi Bolivarian, proyek utama pemerintah untuk keluar dari kemiskinan. Ketika membuka “World Festival of Student and Youth” ke-16 di Caracas 6-17 Agustus, Presiden Venezuela, Hugo Chavez Frias, menegaskan revolusi itu adalah proyek pembebasan dari imperialisme, meneruskan perjuangan yang dideklarasikan Simon Bolivar 200 tahun lalu dalam perang mengusir Spanyol dari Amerika Latin.
Carolus Wimmer, ketua komisi luar negeri Parlemen Venezuela menyatakan Revolusi Bolivarian adalah perjuangan pembebasan nasional melalui jalan damai, demokratik dan mandiri. Ini bukan proyek nasionalisme chauvinis yang disenandungkan elite politik semata-mata atas keutuhan sebuah negeri; atau perlindungan terhadap kepentingan ekonominya dari dominasi modal asing. Proyek inilah yang membawa Venezuela ke tahap distribusi kekayaan negeri untuk kesejahteraan rakyat.
Awal 70-an dan akhir 90-an Venezuela mengalami penurunan pendapatan perkapita dan peningkatan ketidaksetaraan paling tinggi di Amerika Latin. Angka kemiskinan mencapai 33% di tahun 1975 dan meningkat tajam 70% di akhir 1995, sementara penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan meningkat dari 15% menjadi 45%. Upah minimum merosot hingga 40% di tahun 1980 layaknya upah tahun 1950-an. Orang-orang yang bekerja di sektor ekonomi informal meningkat dari 34,5% di tahun 1985 menjadi 50% di tahun 1999, paralel dengan penurunan keanggotaan serikat buruh dari 26,4% di tahun 1988 menjadi 13,5% di tahun 1995.
Magna Charta
Sejak lima tahun terakhir usaha memberantas kemiskinan paling nyata terjadi di negeri ini setelah Hugo Chavez Frias, seorang nasionalis demokratik, memenangkan Pemilu 1998. Melalui referendum tahun 1999 pemerintah memperbaharui konstitusi Venezuela hingga diakui sebagai salah satu konstitusi paling baik-melebihi Magna Charta-dalam melindungi hak-hak sosial politik mayoritas rakyat yang miskin.
Minyak sebagai pemasukan utama, menjadi sumber pembiayaan program-program memberantas kemiskinan. Venezuela eksporter minyak kelima terbesar di dunia dan menjadi eksporter minyak keempat utama bagi Amerika Serikat dengan mengirimkan 1,52 juta barel/hari. Dimasa pemerintahan Carlos Andres Perez-sebelum Chavez, khususnya di awal tahun 1970-an, bersamaan dengan oil boom, pemerintah menasionalisasi PDVSA-Petroleos de Venezuela.
Namun, peningkatan pendapatan minyak hanya dinikmati segelintir elite dan kroni di sekitar elite kekuasaan. Kondisi ini semakin parah setelah kejatuhan harga minyak pertengahan 1980-an hingga menyebabkan penurunan pendapatan.
Tahun 2001 Hugo Chavez me-renasionalisasi PDVSA karena dianggap mengabaikan tanggung jawab sosial terhadap mayoritas rakyat, tak terkontrol dan bagaikan negara dalam negara. Aturan diperketat bagi perusahaan-perusahaan transnasional yang beroperasi di Venezuela.
Hasil dari perubahan fundamental kebijakan ekonomi ini meningkatkan pertumbuhan hingga 17% akhir 2004-yang tak pernah terjadi sebelumnya. Dana Pembangunan Khusus PDVSA diprioritaskan setiap tahun untuk proyek sosial non-minyak serta pertanian.
Di tahun 2004, 6% pendapatan minyak dialokasikan untuk agroindustri, 21% transportasi, 33% pembangunan jalan, 6% program pembangunan kerakyatan-yang disebut Indigenous Development Program, dan 25% untuk pengadaan listrik.
Pembangunan Sosial
Program pembangunan sosial yang dikenal sebagai missions diterapkan secara simultan dan komprehensif. Mission pendidikan seperti Robinson I dan II memberantas buta huruf - tahun lalu meluluskan 1.230.000 orang, dan berlanjut dengan penuntasan sekolah dasar-meluluskan 900.000 pada tahun yang sama. Lalu mission Ribas yakni penuntasan sekolah lanjutan atas, mission Sucre untuk melanjutkan ke Universitas Bolivarian. Semua ini gratis.
Ada pula mission kesehatan Barrio Adentro I dan II yakni pengadaan pelayanan kesehatan gratis dengan pusat-pusat diagnosa dan pengobatan bagi penyakit kronis. Demikian pula mission Mercal-pengadaan dan distribusi makanan murah di perkampungan miskin, mission Vuelvan Caras-kredit tanpa bunga bagi petani, sampai pembentukan Bank Pembangunan Perempuan yang memberikan kredit bagi komunitas perempuan untuk berproduksi.
Saya melihat bagaimana antusiasme para peserta Misi Ribas yang mayoritas orang tua dan ibu rumah tangga dalam proses belajar. Belajar dengan menggunakan televisi 21 inch dan VHS didampingi seorang fasilitator yang pada umumnya mahasiswa. Pada awalnya fasilitator tidak digaji sama sekali, namun saat ini diberikan insentif 175.000 Bolivar atau Rp 800.000/bulan.
Tampaknya kunci keberhasilan pemerataan kekayaan negeri ini untuk kesejahteraan rakyat terletak pada karakter pemerintah yang berkuasa. Sebuah proyek revolusi pembebasan nasional berfungsi memblokade dominasi modal internasional yang kuat dan anarkis agar tak menghancurkan sendi-sendi ekonomi rakyat. Negara juga berfungsi sebagai pelindung sosial bagi rakyat.
Pemerintah Hugo Chavez meneruskan proyek perlindungan ini lewat kontrol maksimal negeri atas sumber-sumber ekonomi yang penting bagi kemaslahatan umat walaupun di bawah tekanan keras dari Amerika Serikat.
Indonesia, sebagai salah satu negeri yang juga memiliki kekayaan alam yang berlimpah, seharusnya mulai mengkaji model-model pembangunan baru seperti ini.
No comments:
Post a Comment